Berita Madiun
Kabag Adbang Kabupaten Madiun Jelaskan Soal 14 Proyek Lelang LPSE yang Diduga Bermasalah
Sebanyak 14 proyek lelang LPSE di Kabupaten Madiun diduga bermasalah. Begini penjealsan Kabag Adbang Setda Kabupaten Madiun.
Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Eben Haezer Panca
"Akibat kolusi dan nepotisme ini pemerintah daerah tidak mampu efesiensi anggaran pembangunan, sehingga bisa merugikan keuangan negara. Semisal penawaran bisa turun sepuluh persen atau sembilan persen maka angka ini akan masuk ke kas daerah," kata Budi.
Ia menjelaskan, apabila penawaran hanya turun dua persen dari pagu dana proyek, padahal semestinya bisa turun sepuluh persen, maka ada dana delapan persen dari nilai proyek yang hilang begitu saja. Padahal bila dihitung, jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah.
Tak hanya kejanggalan nilai penawaran proyek yang kecil dari pagu anggaran dana proyek. Ia menemukan adanya perusahaan yang memiliki rekam jejak jelek mengerjakan proyek pemerintah, tetapi tetap dimenangkan pada lelang proyek LPSE tahun anggaran 2018 di Pemkab Madiun.
Ia mencontohkan pemenang tender proyek kantor camat Balerejo yang sebelumnya bermasalah dimana-mana.
Begitu juga dengan pemenang proyek gedung Madiun Kampung Pesilat, juga bermasalah karena memiliki rekam jejak telat menyelesaikan pekerjaan proyek pemerintah di daerah lain.
"Perusahaan cacat kok bisa masuk, kan ini juga menjadi tanda tanya," ungkap Budi.
Menurut Budi, panitia semestinya harus mempertimbangkan bila ada peserta tender yang memiliki rekam jejak buruk dalam melaksakanan proyek.
"Tetapi saya tidak bisa menyalahkan panitia saja. Bisa jadi itu sudah pesanan dari OPD untuk memenangkan kontraktor tertentu. Dengan demikian nilai kolusinya dan nepotisme seperti ini sehingga bisa menimbulkan kerugian negara," kata Budi.
Budi mengatakan, hasil analisis timnya mendata sepuluh rekanan yang sering mendapatkan sering menang tender. Sepuluh rekanan itu menang tender dua hingga tiga kali.
Ia juga mendapati dua perusahaan pemenang lelang proyek yang memiliki satu alamat yang sama. Baginya, itu hanya akal-akalan kontraktor untuk mendapatkan pekerjaan yang banyak.
Budi juga mempertanyakan nilai APBD Kabupaten Madiun senilai Rp 1,8 triliun tetapi hanya muncul di LPSE sebesar Rp 161 miliar. Artinya masih banyak yang disembunyikan OPD. Ia juga menduga ada rekayasa proyek besar yang sengaja dipecah sehingga bisa dilakukan penunjukkan langsung (PL).
"Dari total nilai proyek sebesar Rp 161 miliar sebagian besar direkayasa. Saya menduga sudah direkayasa pemenangnya. Hal itu dapat dilihat dari kecilnya nilai penawaran pemenang proyek. Padahal nilai proyek sangat besar diatas sepuluh miliaran," ungkap Budi.
Terhadap temuan itu, ia meminta Pemkab Madiun meningkatkan transparasi pengadaan barang dan jasa di LPSE. Dengan demikian tidak ada titipan, nepotisme dan kolusi.
Ia mengharapkan aparat penegak hukum merepson cepat terhadap temuan timnya. Aparat penegak hukum seperti jaksa dan polisi dapat menjadikan dasar temuan itu untuk menyelidikinya.
"Kalau tidak ada respon dari aparat disini diatas langit masih ada langit. Apa boleh buat kami akan melaporkannya ke KPK," kata Budi.
Budi juga mempertanyakan kinerja TP4D Kejaksaan Negeri Mejayan yang tidak bekerja maksimal mengawasi pelaksanaan lelang proyek di Kabupaten Madiun. "Kalau tim TP4D kejaksaan bekerja maksimal maka tidak akan terjadi seperti ini," demikian Budi. (rbp)