Kilas Balik
Benarkah Soeharto Melakukan 'Kudeta Bertahap' Saat G30S PKI? Inilah Penjelasan Versi Sukmawati
Putri Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri mengungkapkan bahwa Soeharto telah melakukan 'kudeta bertahap' melalui peristiwa G30S PKI
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Putri Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri mengungkapkan bahwa Soeharto telah melakukan 'kudeta bertahap' melalui peristiwa G30S PKI.
Sukmawati Soekarnoputri berani berpendapat demikian karena dia setuju dengan pemikiran dari Dr Subandrio, mantan Waperdam I dan Kabinet Dwikora era pemerintah Presiden Soekarno.
Seperti dikutip dari buku 'Creeping Coup d'Etat Mayjen Suharto' yang ditulis oleh Sukmawati Soekarnoputri
"Subandrio menyebut tragedi tahun 1965 itu dengan istilah 'Creeping Coup d'Etat ' atau kudeta merangkak atau bertahap," tulis Sukmawati Soekarnoputri
Kudeta bertahap yang dilakukan Mayjen Soeharto dan kawan-kawannya dilalui dengan empat tahap.
Baca: Potret Kecantikan Meriam Bellina di Usia 53 Tahun Bikin Kagum, Sempat Dikira Pacar Sang Putra
Baca: Cara Mendapat Ribuan Kontak WhatsApp (WA) dengan Cepat & Mudah, Bisa untuk Teman Chatting Baru
Tahap I: 1 Oktober 1965
Terjadinya suatu aksi penculikan dan pembunuhan beberapa Jenderal TNI AD oleh kelompok G30S yang dipimpin oleh Letkol Untung dengan pasukan AD (berseragam Cakrabirawa/pasukan pengawal presiden).
Pada hari itu juga melalui kantor penyiaran Radio Republik Indonesia (RRI), Letkol Untung mengumumkan tentang dibentuknya Dewan Revolusi dan juga tentang Kabinet Dwikora demisioner.
Demisioner adalah sebuah keadaan dimana seseorang tidak memiliki kekuasaan lagi
Padahal hanya presidenlah yang berwenang mendemisioner kabinetnya.
Baca: Berjalan Kaki Bisa Turunkan Risiko Stroke pada Orang Tua Umur 70 Tahunan, Simak Penjelasannya!
Baca: Tak Hanya Ridwan Kamil, Persib Bandung juga Berikan Ucapan & Harapan Atas Tewasnya Suporter Persija
Tahap II : 12 Maret 1966
Letjen Soeharto sebagai pengemban Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret, membubarkan PKI.
Padahal Presiden dan pimpinan parpol lah yang berwenang membubarkan partai politik.
Tahap III: 18 Maret 1966
Letjen Soeharto memerintahkan penangkapan 16 Menteri Kabinet Dwikora, yang merupakan kelanjutan aksi mendemisionerkan kabinet.
Tahap IV: 7 Maret 1967
Pencabutan kekuasaan Presiden RI, mandataris MPRS, Panglima ABRI, PBR (Panglima Besar Revolusi) Dr Ir Soekarno oleh MPRS dengan Tap MPRS XXXIII/1967 yang diketuai oleh Jenderal AH Nasution.
Sedangkan Tap MPRS XXXIII/1967 tersebut jelas inskonstitusional karena hanya MPR hasil Pemilu yang berwenang memberhentikan Presiden.
"Kesimpulan saya, G30S adalah nama grup atau kelompok yang kenyataannya adalah bagian dari Dewan Jenderal (Soeharto dkk). Merekalah kelompok G30S yang mengawali gerakan atau aksi dari Kudeta Merangkak tersebut," tulis Sukmawati Soekarnoputri.
Dalam situasi dan kondisi mendesak, maka Presiden Soekarno pada waktu itu mengkaji, menganalisis, dan menyimpulkan bahwa G30S terjadi karena tiga sebab.
Tiga sebab tersebut yaitu keblingernya pimpinan PKI, kelihaian Nekolim, dan adanya oknum-oknum yang tidak benar.
Sukmawati Soekarnoputri pun meneliti dan mempelajari referensi dan buku tentang peristiwa itu, baik di dalam maupun luar negeri.
Presiden Soekarno pada waktu itu menyebutkan Gestok (Gerakan Satu Oktober) untuk gerakan aksi penculikan dan pembunuhan yang dilanjutkan dengan pengumuman terbentuknya Dewan Revolusi sekaligus mendemisionerkan Kabinet Dwikora.
Ketua Umum PNI & Marhaenisme ini menambahkan, seharusnya Presiden Soekarno menyatakan bahwa Kudeta G30S PKI terjadi karena 3 sebab.
Sukmawati Soekarnoputri menggarisbawahi pidato Soekarno dalam sidang Kabinet Dwikora di Istana Bogor 6 Oktober 1965.
"G30S itu salah dan yang dituju adalah saya. Dengan terjadinya peristiwa itu maka revolusi Indonesia mundur 20 tahun."
Apakah Soekarno tahu dengan apa yang sebenarnya terjadi?
Soekarno menyinggung soal apa yang telah dan sedang terjadi dengan mengatakan 'Saya dulu pernah membaca bukunya Hitler "Mein Kampf" dan disitu termuat ada 200 cara untuk menggulingkan pemerintah yang sah"
Letkol Untung yang sudah divonis hukuman mati oleh Mahkamah militer luar biasa dan sudah dieksekusi tetap pada pendiriannya, menolak tuduhan berniat menggulingkan pemerintahan dan melakukan pemberontakan senjata.
Letkol Untung tidak menyadari bahwa yang telah dilakukannya dengan kelompok G30S PKI suatu awal kudeta.
"Bahkan agaknya dia tidak paham dengan arti kata demisioner," tulis Sukmawati Soekarnoputri.
Menurut Subandrio, Letkol Untung pernah mengungkapkan kekecewaannya pada peristiwa 1 Oktober 1965 karena Mayjend Soeharto (Pangkostrad waktu itu) telah ingkar janji untuk membantu aksi kudeta awal dari G30S PKI.
Keblingernya pimpinan PKI dapat ditujukan pada Ketua Umum PKI Dipa Nusantara Aidit atau Ketua Biro Khusus, Syam.
Syam, menurut komentar dari beberapa penulis merupakan sosok misterius.
Dia yang tadinya dikenal sebagai informan Angkatan Darat tiba-tiba memposisikan sebagai Ketua biro khusus.
Supersemar yang dimandatkan kepada Letjen Soeharto, merupakan 'surat tes' kesetiaan dan kepatuhan Jenderalnya kepada Presiden.
Tanpa Supersemar Letjen Soeharto sudah didukung pemerintah Amerika Serikat untuk menggantikan Soekarno dengan ditodong oleh rudal armada VII.
Soekarno dianggap musuh no.1 bagi Amerika karena suka marah pada Amerika atas terjadinya perang Vietnam dan sangat menentang.
Amerika sangat benci itu karena Soekarno dianggap bersekutu dengan pimpinan Vietnam Ho Chi Minh.
Dengan segala kelihaian, mereka mengadakan kudeta di beberapa negara non blok.
Hingga sampai Indonesia (1965-1967) dengan sukses melaksanakan Neo Kolonialisme Imperialisme (Neokolim).
Terlepas dari segala pendapat itu semua, peristiwa G30S PKI memang masih menjadi kontroversi sampai saat ini.
Sejumlah tokoh lain juga menyatakan pendapatnya mengenai peristiwa itu, dan berbagai hal yang melatarbelakanginya.
Seorang politisi yang pernah menjadi anggota MPR RI, Pontjo Sutowo, pernah menyampaikan pendapat yang ia dengar dari Soeharto
Kisah itu disampaikan Pontjo dalam buku berjudul "Pak Harto, The Untold Stories".
Pontjo menceritakan, suatu saat menjelang Konferensi Tingkat Tinggi APEC pada tahun 1994, dia pernah hanya berdua dengan Soeharto.
Kala itu, Soeharto sedang melakukan inspeksi persiapan acara di Istana Bogor tersebut.
Ruangan demi ruangan yang ada di Istana Bogor pun mereka lewati.
"Saya lewat sini bersama Bung Karno. Saya berbicara sangat dekat dengan Bung Karno untuk menyampaikan bukti keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam pemberontakan bersenjata,"kata Pontjo menirukan ucapan Soeharto kala itu.
Pontjo menyebutkan, saat itu Soeharto mengaku sudah membawa barang bukti berupa senjata Tjung yang berhasil dirampas dari tangan Pemuda Rakyat di Lubang Buaya, setelah RPKAD masuk ke wilayah Halim.
"Bantuan senjata jenis ini dari RRC mengemuka ketika PKI mengusulkan dipersenjatainya kaum buruh dan petani sebagai Angkatan Kelima,"ujar Pontjo.
Saat itu, Presiden Soekarno tengah di puncak kekuasaannya
Oleh karena itu, Soeharto pun berusaha meyakinkan Soekarno bahwa dirinya tidak bermaksud merebut pengaruh, dan kekuasaan dari tangan Soekarno.
Soeharto juga ingin menunjukkan bahwa PKI lah yang berada di balik semua itu.
"Pak, ini bukti bahwa PKI mengkhianati Bapak,"kata Pontjo menirukan ucapan Soeharto kepada Soekarno.
Bahkan, saat itu Soeharto juga sempat mengulangi pernyataannya kepada Soekarno.
Dalam hati Pontjo pun bertanya-tanya tentang alasan Soeharto menceritakan masalah itu kepadanya.
"Yang pasti peristiwa itu menambah keyakinan saya bahwa Pak Harto sudah mengingatkan Bung Karno tentang pengkhianatan yang dilakukan PKI," tutup Pontjo.
Baca: Lina Dijatah Sule Rp 200 Juta Sebulan, Kakak Beber Alasan Sebenarnya Bercerai - Bukan Orang Ketiga
Baca: Shinta Bachir Mengaku Diperlakukan Tak Pantas oleh Anggota DPRD Tunangannya, Terlalu Frontal
Baca: Ayu Ting Ting Pernah Tanya ke Ivan Gunawan Saat Hamil Bilqis, Gimana Nih? Ternyata ini Maksudnya
Baca: Kondisi Terkini Korban Penculikan dan Pencabulan Guru di Malang, Ibunda Berlinang Air Mata