Kilas Balik

Kisah Pilu Operasi Kopassus di Kota Dili - Belasan Prajurit Gugur, Seorang Bocah Mencari Ayahnya

Belasan prajurit Kopassus gugur dalam operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili pada 7 Desember 1975. Simak kisahnya!

ist/ ©2015 buku hari
Operasi Seroja. 

SURYA.co.id - TNI menggelar operasi lintas udara terbesar untuk menguasai Kota Dili, Timor Portugal pada 7 Desember 1975

Operasi ini menorehkan pengalaman tersendiri di benak para prajurit yang bertugas saat itu

Dikutip dalam buku Hari "H": 7 Desember 1975, Reuni 40 Tahun Operasi Lintas Udara di Dili, Timor Portugis yang disunting Atmadji Sumarkidjo dan diterbikan penerbit Kata.

Operasi tersebut menerjunkan hampir 270 orang Prajurit Para Komando dari Grup I Kopasandha (kini Kopassus TNI AD) dan 285 prajurit Yonif 501.

Banyak kelemahan dari operasi penyerbuan itu, seperti salah satunya data intelijen yang salah.

Data intelijen menyebutkan bahwa musuh yang menjaga Kota Dili hanya sekelas dengan Hansip dan itu merupakan salah besar. 

Baca: Viral Shafa Sabila Fadli Putri Fadli Zon Diserang Akun Twitter Airin NZ, Dituding Mabuk Usai Pesta

Baca: Detik-detik Soeharto Menjelang Lengser - Pak Harto Ngotot ke Mesir, Terjadi Peristiwa Berdarah

Baca: Aksi Gila Fans Jonatan Christie -Rebutan Foto Bareng Kaus Keringat Jojo hingga Serbu IG Fotografer

Baca: Mahfud MD Benarkan Foto Masa Lalu yang Viral itu adalah Dirinya, Begini Komentar Sudjiwo Tedjo

Operasi Seroja. ©2015 buku hari
Operasi Seroja. ©2015 buku hari "h": 7 desember 1975 ()

Baca: Kisah Paspampres Kawal 7 Presiden RI, Soekarno Dilempar Granat hingga Pesawat Ekonomi Iriana Jokowi

Baca: Kecanggihan KRI SHN-366 yang Ikut Misi Perdamaian PBB MTF XXVIII-K/UNIFIL - Lihat Persenjataannya!

Cukup banyak korban jiwa yang gugur dalam misi tersebut.

Kopasandha kehilangan 19 prajurit, sedangkan dari Yonif 501 gugur 35 orang. 

Pasukan Grup I Kopasandha bertugas sekitar empat bulan di Timor Timur.

Mereka diterjunkan mulai 7 Desember 1975 hingga 31 Maret 1976.

Pasukan inilah yang melewati masa-masa terberat di awal Operasi Seroja.

Hampir tidak ada hari yang dilewatkan tanpa penyergapan dan tembak menembak.

Akhirnya, mereka pun ditarik pulang ke Home Base di Cijantung dengan menumpang kapal KM Tolanda.

Sesampainya di Tanjung Priok, puluhan truk sudah menunggu untuk membawa mereka pulang ke Cijantung yang berada di Jakarta Timur.

Kapten Bambang Mulyanto mengingat perjalanan itu terasa sangat lama.

Para prajurit sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan keluarga yang sudah ditinggalkan empat bulan lamanya.

Kapten Bambang menceritakan tiba di asrama Kopasandha, Cijantung, terlihat ibu-ibu, anak-anak, dan masyarakat berdiri berbaris di sepanjang jalan.

Mereka melambai-lambaikan tangannya menyambut para pahlawannya masing-masing yang telah kembali dari medan perang.

Pada saat truk berhenti, berhamburanlah mereka mencari suami, ayah, keluarga atau teman mereka.

"Ada satu hal yang membuat saya menitikkan air mata ketika menyaksikan putra almarhum Koptu Samaun berlari kian kemari mencari ayahnya yang sudah gugur dan dikebumikan di Timor Timur," kenang Kapten Bambang sedih.

Rupanya sang ibu tak berani menceritakan pada anaknya bahwa sang ayah sudah gugur.

Karena itulah bocah malang itu masih berlari-lari ingin menyambut ayahnya yang hilang.

Kopral Satu Samaun gugur pada tanggal 7 Desember 1975 di tengah pertempuran merebut Kota Dili.

Dia mendapat kenaikan pangkat anumerta menjadi sersan dua

Baca: Minum Air Dingin vs Air Hangat, Manakah yang Lebih Baik untuk Kesehatan? Simak Penjelasannya!

Baca: Konsultan IT Ungkap Modus Baru Penipuan WhatsApp (WA), Dampaknya Akun Kita Bisa Dibajak

Kisah Heroik Seorang Prajurit Kopassus Hadapi Ratusan Pemberontak Fretilin

Dari sekian banyak jejak perjuangan mereka, ada jejak seorang anggota Kopassus melegenda dan menjadi sejarah.

Ia adalah Pratu Suparlan, satu di antara anggota Kopassus yang mengorbankan nyawanya saat menjalankan misi.

Dilansir dari laman kopassus.mil.id, kisah heroik ini terjadi di medan perang, di wilayah Timor Timur, atau sekarang bernama Timor Leste.

Peristiwa yang terjadi pada 9 Januari 1983 ini, menjadikan Pratu Suparlan seorang yang sangat diingat.

Kala itu, ia bersama timnya tengah berpatroli di wilayah Timor Timur.

Di bawah pimpinan Letnan Poniman Dasuki, Pratu Suparlan dan anggota lainnya  berpatroli di garis rawan musuh, yakni di pedalaman hutan bumi Lorosae.

Lokasi tersebut dikenal sebagai tempat bermukimnya para pengacau alias pemberontak bengis, yang dijuluki Fretilin si 'krebo hutan'.

Seperti membangunkan macan yang tertidur, satu unit anggota Kopassus ini pun dicegat oleh gerombolan pengacau.

300 orang Fretilin membawa senjata, disertai senapan serbu, dan pelontar granat.

Maka terjadilah pertempuran sengit antara Kopassus dengan Fretilin.

Jumlah anggota Kopassus yang kalah banyak dari para pengacau itu, membuat mereka kerepotan.

Ditambah lagi, cuaca ekstrem melanda di tengah sengitnya baku tembak.

Dihujani dengan tembakan yang membabibuta, semakin membuat anggota Kopassus semakin terdesak.

Baca: Jonatan Christie Juara Asian Games 2018, Kaus Basah Keringat Dilelang untuk Korban Gempa Lombok

Baca: Mahfud MD Benarkan Foto Masa Lalu yang Viral itu adalah Dirinya, Begini Komentar Sudjiwo Tedjo

Parahnya lagi, mereka sudah terjepit karena di belakangnya terdapat jurang curam.

Sebanyak tujuh anggota Kopassus pun berguguran terkena serangan.

Terpaksa Letnan Poniman pun memberi perintah untuk mundur.

Melihat kondisi medannya, mereka hanya memiliki satu jalan keluar, yakni melalui celah bukit yang ada di sekitar mereka.

Sayangnya, kepungan Fretilin yang terus mendesak itu dinilai tak memungkinkan untuk pelarian mereka.

Akhirnya, Pratu Suparlan pun turun tangan.

Pratu Suparlan menawarkan diri untuk menahan serangan Fretilin.

Sementara anggota Kopassus lainnya berlarian berlindung menuju bukit.

Pratu Suparlan maju menghadapi para pemberontak ganas itu seorang diri.

Ia hanya bermodalkan senapan milik rekannya yang sudah terkapar tak bernyawa.

Penuh kepercayaan diri, Pratu Suparlan pun menyerang ratusan Fretilin itu.

Sehebat apapun tembakan Pratu Suparlan, tak akan mampu menahan ribuan peluru yang menghujaninya.

Tubuhnya pun  banyak tertembus timah panas yang ditembakkan para pemberontak.

Saking banyaknya terkena tembakan, membuat Pratu Suparlan tak bisa berdiri tegak.

Walaupun mencoba membalas tembakan menggunakan senapan di tangannya, Pratu Suparlan sudah tak sanggup melawan banyak.

Di antara hidup dan matinya Pratu Suparlan yang penuh luka ini, Fretilin malah terus menghujaninya dengan tembakan.

Di detik-detik terakhir sisa tenaganya, Pratu Suparlan pun melakukan tindakan yang tak terduga.

Ternyata masih ada satu senjata pamungkas di dalam kantong seragamnya.

Pratu Suparlan merogoh sebuah granat lalu menarik pemicunya dan dengan berani melompat di antara para Fretilin itu, sambil mengucap takbir.

Ledakan granat ini telah memborbardir puluhan Fretilin.

Sebanyak 83 Fretilin menjadi korban, bersama Pratu Suparlan.

Setelah ledakan granat itu, bala bantuan pun datang.

Ratusan Fretilin yang masih tersisa pun berhamburan diserang oleh bala bantuan TNI.

Ketika pertempuran yang berlangsung hingga malam ini berhenti, pasukan bantuan menemukan puluhan prajurit yang gugur dari kedua belah pihak.

Diantaranya adalah 7 (tujuh) orang Unit Pratu Suparlan.

Jenazah Pratu Suparlan sendiri ditemukan dalam keadaan tidak utuh.

Sedangkan dari pihak Fretelin yang kehilangan 83 orang milisinya, sisanya beberapa ditangkap hidup-hidup.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved