Kilas Balik
2 Hal Rutin yang Dilakukan Soekarno Menjelang HUT Kemerdekaan RI, Tak Boleh Ada yang Mengganggunya
Guntur Soekarnoputra menuliskan kenangan saat Soekarno menyiapkan 2 hal menjelang HUT Kemerdekaan RI, simak kisahnya!
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Momen menjelang tanggal 17 Agustus tentu merupakan hal yang penting bagi salah satu Proklamator Republik Indonesia, Soekarno.
Guntur Soekarnoputra menuliskan kenangan tersebut dalam bukunya yang berjudul 'Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku'
Seperti yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1988.
Baca: Dibalik Mundurnya Bung Hatta dari Wapres – Politik Mengecewakan, Soekarno Melanggar Undang-undang
Setiap menghadapi perayaan hari ulang tahun kemerdekaan RI, ada dua hal rutin yang selalu dikerjakan oleh Soekarno.
Pertama, mengeluarkan bendera pusaka dari kotaknya untuk kemudian diangin-anginkan atau kalau ada yang robek ditisik.
Kedua, menulis naskah pidato kenegaraan.
Bendera pusaka selalu disimpan Soekarno di dalam sebuah kotak kayu berukuran kurang lebih 30 x 40 cm dan dikunci.
Kotak itu lalu ditutupi dengan kain kuning emas dan diletakkan di dalam lemari pakaiannya di sudut paling atas atau di lemari tempat menyimpan benda-benda pusaka, yang ada di dalam kamar tidur Soekarno. (Kini bendera pusaka itu disimpan di Museum Monumen Nasional, Red.)
Biasanya, sepuluh hari atau seminggu sebelum tanggal 17 Agustus, Prihatin, seorang perwira anggota Brigade Mobil Kepolisian RI dari Detasemen Kawal Pribadi Presiden yang selalu menjadi komandan pasukan pembawa bendera pusaka, datang menghadap Soekarno untuk mengambil bendera pusaka untuk dipersiapkan.
Pak Adung, pelayan yang mengurus kamar Soekarno, biasanya disuruh mengambilkan kotak bendera beserta kuncinya.
Kunci kotak ini terdiri atas beberapa anak kunci yang diikat jadi satu dengan pita warna merah putih.
Pernah suatu ketika Soekarno sedang membuka kotak bendera tersebut.
Wajahnya berubah kemerah-merahan menahan emosi dan matanya berkaca-kaca.
Ketika kotak sudah terbuka, terlihatlah sebuah bendera merah-putih yang sudah tua, terlipat rapi dengan warnanya yang sudah luntur.
Guntur bertanya pada Soekarno, apakah tidak berbahaya kalau bendera yang sudah usang itu dikibarkan terus setiap tanggal 17 Agustus? Kenapa dulu tidak dibuat dari bahan yang kuat?
"Ibumu dulu tidak punya bahan yang bagus, jadi dibikin seadanya," jawab Soekarno.
Seperti diketahui, pembuat bendera pusaka itu adalah Ibu Fatmawati.
Ia menjahit bendera itu ketika Guntur masih berada dalam kandungannya, sekitar tahun 1944, di Pegangsaan Timur 56 (sekarang Gedung Pola, Red.) Jakarta.
"Kalau sudah terlalu usang dan tidak bisa dikibarkan lagi?" tanya Guntur.
"Akan Bapak tempatkan bendera ini di suatu tempat atau monumen yang agung di mana rakyat setiap hari bisa melihatnya," jawab Soekarno.
“Yang dikibarkan nanti tiruannya saja." sambungnya.
Saat menyiapkan naskah pidato 17 Agustus, biasanya Soekarno mengumpulkan dulu saran-saran dari berbagai pihak.
Selain itu, Soekarno juga mengambil bahan dari buku, majalah, berita-berita dan laporan-laporan dari luar negeri.
Sebelum masuk tidur atau pagi-pagi sambil minurn kopi dipelajari dan dibacanya satu-persatu.
Bagian-bagian yang dianggap penting ditandainya dengan pensil merah atau biru.
Kemudian Soekarno membuat pokok-pokok masalah yang akan dikemukakan dalam pidatonya nanti, baru setelah itu memilih judul yang tepat.
Bila semua bahan selesai dipelajari, barulah Soekarno mulai menulis teks pidato berdasarkan pokok-pokok masalah yang telah ditentukan tadi.
Di sini Soekarno selalu dibantu oleh sebuah tim yang bekerja 24 jam nonstop, terdiri atas seorang liasion officer yang membawahi dua sampai tiga orang juru ketik cepat dari Sekretariat Negara.
Saat penulisan dimulai, maka tidak seorang pun boleh mengganggu Soekarno.
Semua tamu-tamu rutin biasanya ditangguhkan dan hanya tamu-tamu yang sangat mendesak saja yang diterima.
Suatu hari, ketika baru pulang dari sekolah, Guntur melihat Soekarno sedang asyik menulis di meja bundar besar yang terletak di ruang tengah (hall) Istana Merdeka.
Dengan mengendap-endap Guntur lewat di depan Soekarno agar tidak mengganggu konsentrasinya, menuju ke kamarnya di samping kiri istana.
Tapi tiba-tiba, "Hei, tolong ambilkan tinta Bapak di kantor!"
"Ya, Pak," jawab Guntur.
Soekarno saat itu meminta Guntur untuk membantunya, meski ia baru pulang sekolah dan belum makan.
"Jangan makan dulu, nanti saja. Bantu Bapak dulu," katanya.
Guntur pergi ke beranda depan ruang kantor pribadi Soekarno yang sekaligus menjadi ruang perpustakaan pribadinya.
Di sana disimpan buku-buku Soekarno sejak tahun 1919, yang berupa buku-buku politik, ekonomi, kebudayaan, filsafat, sosiologi, agama, dan sebagainya.
Di situ Guntur duduk di kursi dekat pintu keluar ke hall, di mana Soekarno sedang menulis, sambil menahan lapar.
Tak berapa lama kemudian terdengar soekarno memanggil,
“Tok, bawa kemari Declaration of Independence dari Thomas Jefferson!”
“Ya, Pak!” cepat-cepat Guntur menacri buku yang diminta di perpustakaan.
Setelah itu diserahkan pada Soekarno. Lalu ia kembali lagi duduk di tempat semula.
Tak lama kemudian terdengar lagi suara lagi.
“Tok, ambilkan bukunya Abraham Lincoln!”
Buku diberikan dan Guntur pun kembali lagi ke tempat semula.
Selang berapa lama lagi, “Tok, kembalikan buku ini, bawa kemari bukunya Vivekananda!” Begitu terus, Soekarno meminta diambilkan buku-buku yang diperlukannya untuk menyiapkan pidatonya.
Sambil menunggu Soekarno, tanpa sadar Guntur jatuh tertidur di kursi sampai dibangunkan untuk diajak makan.
Biasanya Soekarno menulis di atas kertas kepresidenan ukuran folio menggunakan pulpen merk Parker dan selalu dengan model terbaru yang diisi dengan tinta merk Quink.
Setelah tulis tangan selesai, langsung diketik sebagai konsep. Konsep ini kemudian diperiksa dan diteliti kembali oleh Soekarno sambil dikoreksi, ditambah atau dikurangi bila perlu.
Baru setelah itu diketik sekali lagi di atas kertas kepresidenan menjadi naskah asli teks pidato untuk dibacakan pada pidato kenegaraan.
Namun, pada saat berpidato Soekarno sering juga menambahkan beberapa hal lain.
Ilham yang tiba-tiba muncul pada saat berpidato biasanya langsung diucapkan.
Jadi, teks asli pidato dengan teks yang dibuat berdasarkan hasil notulen atau rekaman biasanya ada beberapa perbedaan.
Baca: Google Masih Bisa Lacak Lokasimu Meski GPS Dimatikan, Begini Cara Menghindari Pelacakan
Baca: Ribuan Akun Instagram Log Out Secara Tiba-tiba & Tak Bisa Masuk Lagi, Begini Cara Antisipasinya
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/soekarno1_20180606_213852.jpg)