Berita Sidoarjo
Modal Iuran Rp 100 ribu, Kopti Karya Mulya Jadi Satu-satunya Koperasi yang Bisa Impor Kedelai
Berawal dari modal iuran Rp 100 ribu dari anggotanya dan bantuan dari Bank Jatim, Kopti Karya Mulya di Sidoarjo sukses berkembang hingga impor kedelai
Penulis: M Taufik | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | SIDOARJO - Sebuah truk masuk ke gudang Koperasi Tempe-Tahu (Kopti) Karya Mulya di Desa Semande, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Senin, 13 Agustus 2018.
Beberapa saat setelah truk terparkir, tiga orang pria terlihat sibuk membuka terpal penutup bak truk. Sejurus kemudian, mereka menurunkan satu persatu sak berisi kedelai yang memenuhi bak truk tersebut.
Tak sampai satu jam, semua muatan berhasil diturunkan.
"Totalnya sembilan ton," jawab satu dari tiga pria tersebut saat ditanya berapa total muatan truk yang dibongkarnya itu.
Setelah proses bongkar muatan truk ini selesai, ganti satu truk lain dengan muatan sama masuk ke gudang. Proses pembongkarannya pun hampir sama dengan truk yang pertama.
"Hari ini ada dua truk kedelai yang kami datangkan distributor. Totalnya 18 ton kedelai," ungkap Sukari, Ketua Kopti Karya mula sambil memeriksa kedelai yang baru didatangkannya.
Kedelai sebanyak itu, disebutnya bakal habis dalam dua hari.
Ya, saban hari koperasi yang memiliki 278 pengusaha tempe dan tahu sebagai anggota itu rata-rata menghabiskan 9 sampai 10 ton kedelai.
Semua anggota koperasi beroperasi di sekitar Desa Sepande. Mayoritas merupakan perajin tempe dengan skala besar dan kecil, hanya delapan anggota yang memproduksi tahu.
Kedelai sebagai bahan baku utama produksi diambil dari koperasi ini.
"Tapi masyarakat umum yang membutuhkan kedelai juga bisa beli di sini. Sekarang harganya Rp7.500 per kilogram," lanjut pria yang juga bekerja sebagai perajin tempe tersebut.
Diceritakan Sukari, Kopti Karya Mulya berdiri sejak 12 September 1998, dilatarbelakangi oleh kesulitan yang dialami para perajin tempe dan tahu yang ketika itu kesulitan mendapat kedelai untuk produksinya. Selain mahal, kedelai juga sulit didapat pada masa krisis moneter tersebut.
"Pertama dibentuk, koperasi ini anggotanya 215 orang. Sebagai modal untuk beroperasi, semua anggota sepakat menyetor simpanan pokok sebesar Rp 100.000 per anggota. Jadi modal awal koperasi ini sebesar Rp 22.500.000," kisahnya.
Karena modal itu tidak cukup untuk membeli satu truk kedelai yang ketika itu harganya sekitar Rp 50 juta, pengurus koperasi membuka dan mengajak anggota untuk menyetor simpanan sukarela.
Dari situ kemudian pengurus koperasi bisa mendatangkan kedelai dari distributor. Sejak saat itu, koperasi ini terus berjalan dan berkembang hingga sekarang.