Berita Mojokerto
Desa Adat Sendi Mojokerto, Miliki Panorama Alam Memesona, tetapi Wilayahnya Tak Diakui Pemprov Jatim
Desa adat Sendi berada kawasan Perhutani di sepanjang jalur alternatif Kota Batu menuju ke Pacet Mojokerto.
Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: Parmin
SURYA.co.id | MOJOKERTO - Kawasan Desa adat Sendi telah menjelma sebagai kawasan objek pariwisata jujugan wisatawan.
Paling tersohor daerah Sendi memiliki banyak pilihan wisata alam eksotis. Destinasi alam di tempat itu rata-rata dikelola mandiri oleh warga setempat yang secara turun-temurun mendiami Desa adat Sendi tanpa bantuan dari pihak manapun, apalagi dari pemerintah daerah.
Meski demikian setiap pekan kawasan ini selalu ramai di kunjungi wisatawan. Panorama alam di sekitarnya begitu memesona memanjakan mata. Bersuhu sejuk khas hutan asri masih terjaga kelestariannya.
Banyak warung-warung berjejer di pinggir jalan menyuguhkan kuliner lezat berupa makanan khas tradisional nasi jagung lauk ikan asin sambal pedas.
Desa adat Sendi berada kawasan Perhutani di sepanjang jalur alternatif favorit jalan raya yang menghubungkan Kota Batu menuju ke Pacet Mojokerto. Tepatnya, diperbatasan wilayah Desa Pacet Selatan, lokasinya berada persis di antara lereng Gunung Welirang hingga kawasan hutan Tahura di punggung Gunung Anjasmara.
Namun, ternyata Desa adat Sendi belum diakui oleh Pemprov Jawa Timur dan Pemkab Mojokerto sebagai sebuah desa yang memiliki hak pembangunan infrastruktur oleh pemerintah setempat.
Hilangnya Desa Adat Sendi dari peta Pemkab Mojokerto tak ubahnya menjadikan kawasan ini seakan seperti tanah tak bertuan.
Tidak diakuinya Sendi sebagai desa sangat berdampak kepada masyarakat yang hingga kini bermukim di desa setempat.
Bagaimana tidak, masyarakat Desa Adat Sendi seakan belum 'merdeka' lantaran selama lebih dari 7 dekade belum memperoleh pengakuan secara wilayah administratif sebagai desa.
Sudah dapat dipastikan apabila sebuah kawasan di luar lingkup Pemkab Mojokerto akan secara otomatis berpotensi tidak terakomodir pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana umum lainnya.
Puncaknya, masyarakat mengenakan pakaian khas Desa adat Sendi sembari membawa tumpeng, sesaji dan dua peti pusaka mendatangi Pendopo Pemkab dan kantor DPRD Kabupaten
Mojokerto, Rabu (1/8/2018).
Mereka mendesak Pemkab dan DPRD Kabupaten Mojokerto menanggapi aspirasinya sekaligus menyampaikan tuntutannya terkait pengakuan atas wilayah kelola mereka kepada pihak Pemprov Jawa Timur, supaya mengakui dan segera mengesahkan perlindungan masyarakat hukum adat Sendi.
Sucipto, Pejabat Sementara Kepala Desa adat Sendi sesuai SK Bupati pada Desember 2017 ini menjelaskan warga Sendi ingin meneruskan perjuangannya untuk kembali mengangkat desa peninggalan leluhur yang telah dimulai pada 1999 silam.
"Perjuangan sudah dilakukan sedemikian rupa, nyuwun sewu (Permisi) semangat mereka tidak hanya wani gelut (Berani berkelahi) tetapi juga wani Pati (Berani mati," ungkapnya.
Karena itulah, pihaknya membutuhkan pengakuan dan perlindungan dari pemerintah daerah. Mereka sangat berharap Pemkab Mojokerto dapat memfasilitasi untuk mendapat pengakuan secara administratif.
"Mereka bukan merebut hak orang lain, bukan merebut hutan negara atau Perhutani tetapi meminta kembali hak yang diberikan oleh para leluhur," ucapnya.
Sucipto mengatakan adapun tuntutan mereka yakni adanya payung hukum seperti Peraturan Bupati (Perbup) atau Perda yang kaitannya dengan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat Sendi. Selain itu, pihaknya meminta agar eksistensi mereka di Desa adat Sendi ada pengakuan.
"Sekali lagi saya tekankan kami tidak membutuhkan bantuan pemerintah hanya butuh pengakuan dan perlidungan agar eksistensi di kawasan hukum adat diakui," ujarnya.
Masih kata Sucipto, ada tiga dusun di Desa Adat Sendi yakni Sendi, Gotekan, dan Ngepri. Sedangkan, jumlah penduduk di kawasan Sendi sekitar 668 jiwa atau 323 KK.
"Terkait status Desa Sendi masih sebagai desa adat persiapan, namun kalau administratif ikut Pacet belum ada pengakuan," jelasnya.
Sebelumnya, Pemkab Mojokerto melakukan persiapan untuk pembentukan Desa Adat Sendi. Pemkab Mojokerto berdasarkan arahan Bupati Mustofa Kamal Pasha, juga mengarahkan pada pengakuan masyarakat hukum adat Sendi.
Namun, Pemprov Jatim, melakukan penolakan atas pengakuan Desa Adat Sendi pada 17 Juli 2018. Mereka berdalih dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 8 bahwa pembentukan desa baru, harus minimal berpenduduk 6.000 atau 1.200 kepala keluarga (KK).
"Ada penolakan dari provinsi karena jumlah penduduk sementara kami bukan masyarakat umum tetapi hukum adat. Setidaknya, yang menjadi pedoman adalah Kemendragi Nomor 52 Tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat," pungkasnya.