Berita Madura

Nasib Guru yang Mengajar di Pulau Kambing. Berangkat Subuh Bawa Pelampung dan Baju Ganti

Tidak mudah menjadi guru seperti Zamroni yang bertugas di Pulau Kambing. Berangkat subuh, dia harus bawa pelampung agar selamat di perjalanan

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Parmin
surabaya.tribunnews.com/ahmad faisol
Zamroni dan sejumlah guru lainnya tiba di pulau Kambing 

Ketika dokumen sertifikasi saat ini menjadi tolok ukur standar profesionalisme seorang guru, tidak demikian bagi Moh Zamroni (39). Ia lebih memilih sebuah pengabdian sebagai bentuk tanggung jawab dalam membimbing siswa.

SURYA.co.id | BANGKALAN - Delapan tahun sebagai guru Bimbingan Konseling (BK) di SMPN 5 Sampang bukanlah waktu yang singkat. Apalagi, sekolah tersebut berlokasi di Pulau Mandangin atau Pulau Kambing Kabupaten Sampang.

Zamroni diangkat sebagai PNS melalui SK Pemkab Sampang di tahun 2010. Alumnus Jurusan BK STKIP Darul Ulum Jombang itu langsung ditempatkan di Pulau Mandangin.

Kondisi itu mengharuskan Roni berangkat setiap pukul 03.00 dari rumahnya, Jalan Kemuning, Sumur Kembang Kelurahan Pejagan, Kabupaten Bangkalan.

"Tiba di Pelabuhan Tanglok (Sampang) harus sebelum pukul 06.00. Jika tidak, ditinggal perahu menuju Pulau Mandangin," ungkap bapak dengan tiga anak itu kepada Surya, Rabu (25/7/2018).

Dari pelabuhan, dibutuhkan waktu tempuh sekitar 1,5 jam ke Pulau Mandangin. Bahkan bisa memakan waktu hinggga 2 jam jika cuaca sedang buruk.

Tak jarang, nahkoda terpaksa mematikan mesin perahu dan menurunkan jangkar untuk berlabuh meski berada tengah laut.

Hal itu dilakukan karena perahu tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan perjalanan akibat hujan deras disertai angin kencang.

"Sangat beresiko jika dipaksakan menerjang badai. Perahu bisa terdampar ke perairan Probolinggo atau ke kawasan Jembatan Suramadu," jelasnya.

Selama mengajar di pulau itu, perubahan cuaca di tengah laut sudah ia hafal. Menurutnya, cuaca normal di tengah laut hanya terjadi selama empat bulan dalam setahun.

Selebihnya, perahu yang hanya memiliki perlengkapan keselamatan seadanya, berjibaku dengan cuaca ekstrem.

Melihat guru perempuan mendadak pingsan di atas kapal karena ombak setinggi 3,5 meter, sudah menjadi pemandangan biasa.

Baca: Kekuatan Supranatural Presiden Soekarno (Bung Karno) Mendadak Lenyap Gara-gara Ini

Ia menjelaskan, cuaca buruk yang paling ditakutkan adalah periode Desember hingga Januari. Para nelayan menyebutnya angin barat yang ditandai mendung dan angin berputar.

Sedangkan periode Agustus hingga Oktober disebut nelayan setempat sebagai Angin Gending dari timur. Cuaca tidak seekstrim angin barat meski cukup membuat panik para penumpang.

Bersamanya, terdapat 20 guru yang mengajar di SMPN 5, SMKN, dan SD. Mereka duduk dengan posisi beradu punggung di atas kapal berkapasitas hampir 100 penumpang itu.

"Semua guru tidak pernah pakai seragam dinas karena pasti basah ketika cuaca buruk. Tas hanya berisi pelampung, ransel, dan nasi bungkus," jelasnya.

Kendati demikian, Roni mengaku tidak merasa terbebani selama mengajar jauh dari rumah. Bahkan meski dirinya harus mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 550 ribu per bulan.

Uag tersebut ia keluarkan untuk keperluan carter perahu senilai Rp 350 ribu per bulan, bea penitipan sepeda motor Rp 100 ribu per bulan di Junok (Burneh-Bangkalan), dan ongkos angkutan plus nasi bungkus sebesar Rp 50 ribu per hari dari Bangkalan ke Sampang.

"Carter perahu Rp 1,3 juta per bulan. Namun dibayar patungan bersama para guru lainnya. Kalau sistem ngecer, Rp 20 ribu pulang-pergi," paparnya.

Ketika disinggung kenapa mampu bertahan hingga delapan tahun? Suami dari seorang penjahit rumah tangga, Ny Holiseh (27) itu mengaku karena faktor ikhlas dalam mengemban tugas.

Ia mengaku tidak tahu tentang mekanisme sertifikasi. Apalagi saat ini harus melalui Uji Kompetensi Guru untuk mendapatkan sertifikasi.

Sehingga, Roni yang juga mengajar bidang studi Bahasa Daerah untuk kelas I dan III masih belum terkatrol sertifikasi.

PNS Golongan IIIB sepertinya, mendapatkan gaji sebesar Rp 3,2 juta. Ia baru tiba di rumah paling cepat pukul 5 sore. Karena itu, ia tengah berupaya mencari jalan untuk bertugas di Bangkalan.

"Saya berkeyakinan, pengabdian dengan memberikan kinerja terbaik dalam membimbing siswa akan dicatat Allah. Meski harus berkorban waktu untuk anak dan istri," pungkasnya.

Sementara itu, berdasarkan Rekap Kekuatan Pegawai di Lingkup SMP yang dihimpun dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Kabupaten Bangkalan menyebutkan, jumlah guru berstatus PNS sebanyak 827 orang, THL 128 orang, dan guru sukwan 350 orang yang tersebar di 18 kecamatan.

"Pendistribusian ke 594 rombel (rombongan belajar) di SMPN tidak ada masalah," ungkapnya.

Menurutnya, saat ini para guru harus bisa memenuhi syarat mengajar selama 24 jam selama seminggu. Sehingga tidak pernah terjadi penumpukan guru di kota.

"Para guru harus mencari sendiri 'jam terbangnya'. Kalau jam mengajarnya kurang, tidak bisa mendapatkan sertifikasi," pungkasnya. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved