Berita Blitar

Sensor Mandiri Film yang Beredar di Media Streaming, Seperti Ini Caranya

Saat ini, seiring dengan berkembangnya teknologi, masyarakat semakin mudah mengakses film lewat media sosial.

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Titis Jati Permata
kompas.com/m wismabrata
Ilustrasi video mesum 

SURYA.co.id | BLITAR - Perkembangan teknologi membuat peredaran film tanpa sensor semakin mudah diakses.

Sekarang film-film yang belum disensor itu dapat diputar dengan mudah lewat media streaming.

Hal itu menjadi tantangan bagi Lembaga Sensor Film (LSF) RI.

Film yang belum disensor akan berdampak negatif jika ditonton anak-anak. Apalagi anak-anak yang pada tahap usia meniru.

Mereka dengan cepat akan mencontoh adegan-adegan pada film yang belum disensorkan.

"Maka itu, kami (LSF) mengajak semua elemen masyarakat untuk melakukan sensor mandiri. Masyarakat harus cerdas memilah dan memilih film secara tepat," kata Ketua LSF RI, Ahmad Yani Basuki, saat sosialisasi bertema Melindungi Masyarakat dari Pengaruh Negatif Film Melalui Sensor Mandiri, di Kota Blitar, Kamis (19/4/2018).

Acara itu diikuti perwakilan organisasi pemuda, siswa, orang tua, dan perwakilan pemerintah daerah.

Dalam acara itu, Ahmad Yani, menegaskan film memiliki peran penting untuk penetrasi budaya ke masyarakat.

Tetapi, sebuah film juga akan menjadi bumerang bagi generasi muda kalau tidak ditonton secara bijak.

Apalagi, saat ini, seiring dengan berkembangnya teknologi, masyarakat semakin mudah mengakses film lewat media sosial.

Film-film baik produk luar negeri maupun lokal dapat diputar secara streaming maupun televisi kabel.

Padahal, film-film yang diputar di media streaming banyak yang belum disensorkan.

Sekarang, anak-anak juga sudah akrab dengan gawai. Mereka bisa mengakses film-film yang belum disensorkan itu secara mudah.

"Ini yang bahaya, kalau ada anak-anak yang belum waktunya sudah menonton film untuk orang dewasa. Adegan-adegan di film itu dapat merusak otak anak-anak," ujar Ahmad Yani.

Dikatakannya, seharusnya produser film harus mengajukan sensor ke LSF RI sebelum film diedarkan ke masyarakat.

LSF akan melakukan verifikasi terhadap film itu. Mulai verifikasi judul, adegan, gambar, dan percakapan di film.

Selain itu, LSF juga memverifikasi keperuntukan film itu. Maksudnya, film itu diverifikasi sesuai dengan usia penotontonya.

Dia mengakui LSF kesulitan memantau peredaran film di media streaming.

Alasannya, jumlah tenaga di LSF yang minim dan jangkauan yang terbatas.

Lembaga Sensor Film RI mengadakan sosialisasi bertema Melindungi Masyarakat dari Pengaruh Negatif Film Melalui Sensor Mandiri, di Kota Blitar, Kamis (19/4/2018).
Lembaga Sensor Film RI mengadakan sosialisasi bertema Melindungi Masyarakat dari Pengaruh Negatif Film Melalui Sensor Mandiri, di Kota Blitar, Kamis (19/4/2018). (surya/samsul hadi)

Untuk itu, LSF mengajak masyarakat untuk melakukan sensor mandiri terhadap peredaran film di media streaming.

Selain itu, dia juga meminta para pelaku film maupun sinematografi agar lebih bijak dalam membuat produk film.

Para pelaku film harus membuat film sesuai dengan aturan yang ada.

Film yang diproduksi jangan mengandung konten pornografi, sara, narkoba, memicu perpecahan, dan melanggar HAM.

"Sekarang ini kami keliling untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melakukan sensor mandiri terhadap film. Tanpa diikuti kesadaran masyarakat peredaran film tak disensorkan di media streaming merugikan generasi muda," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved