Heboh Kampanye Celup, Memposting Foto Orang Bermesraan di Tempat Umum. Bolehkah Kampanye Ini?

Kampanye di media sosial yang mendorong pesertanya untuk memotret pasangan yang sedang bermesraan di ruang publik menjadi viral.

Editor: Tri Mulyono
INSTAGRAM/CEKREK.LAPOR.UPLOAD
Akun Instagram kampanye Celup yang mendorong orang untuk memotret pasangan yang berpacaran di ruang publik untuk mengumpulkan poin yang bisa ditukar hadiah. 

Pertama lewat akun @prastyphylia yang sudah disebarkan lebih dari 1.200 kali.

 Cuitan itu kemudian juga disebarkan ulang oleh sutradara Joko Anwar yang mengatakan, "sejak kapan orang Indonesia mikir ikut campur masalah orang lain itu cool?"

Sementara itu, beberapa pihak yang logonya muncul di bawah banner kampanye ini merasa tak pernah mendukung keberadaan kampanye tersebut

Spredfast mencatat, bahwa hanya dalam kurang lebih lima jam sejak pertama kali dicuitkan, CELUP dibicarakan lebih dari 7.000 kali di Twitter.

Dasar hukum
Dalam salah satu unggahan di akun Instagram-nya, Celup menulis agar orang 'jangan ragu' untuk mengirimkan foto pasangan yang sedang berpacaran.

Alasannya ada dasar hukum atas tindakan asusila yang, menurut mereka, adalah pasal 76e dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014.

Namun, UU Nomor 35 tahun 2014 adalah perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang "mempertegas perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak."

Aturan ini hanya bisa dikenakan pada orang dewasa yang melakukan kejahatan seksual pada anak sehingga penggunaan aturan tersebut sebagai dasar untuk menganggap seseorang melakukan pelanggaran tindak kesusilaan bisa dianggap tidak tepat.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju mengatakan bahwa, "Kita harus hati-hati dengan apa yang dimaksud pelanggaran kesusilaan, karena pelanggaran kesusilaan itu mengacu pada nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat."

Apa saja yang asusila?

Kampanye Celup sendiri tidak merinci apa yang menurutnya sebagai bagian dari tindak asusila atau apa yang dianggapnya berlebihan.

Sementara, soal kesusilaan di KUHP, menurut Anggara, "akan dikembalikan lagi ke nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat."

"Misalnya cium pipi di Aceh itu bisa bermasalah, karena dianggap masalah kesusilaan, tapi cium pipi di Jakarta, itu kan tidak bermasalah. Sangat tergantung dengan kondisi sosial di mana itu terlaksana, itu kesusilaan versi KUHP," ujar Anggara.

Berpegangan tangan atau berpelukan, menurutnya, tidak bisa masuk dalam pasal 76e dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014, karena pasal itu menyebut, "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, dan lain-lain."

"Ini lebih ke violence, harus dengan ancaman kekerasan, (contohnya) ini lebih mirip pemerkosaan tapi tidak jadi," ujarnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved