Berita Pendidikan Surabaya

Edu Braille, Bantu Penyandang Tuna Netra Belajar Huruf Hijaiyah

Kita pakai suara karena banyak yang membutuhkannya, sementara guru mengaji tunanetra sangat sedikit.

Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Titis Jati Permata
surya/pipit maulidiya
Rahmat Bambang Wahyuari dan Nida Amaliamenunjukkan cara kerja Edu Brailler inovasi yang mereka buat, Minggu (23/10/2016). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Ukuran yang besar dan tebal membuat Alquran Braille seringkali susah disimpan.

Melihat kesulitan ini, tiga mahasiswa Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) membuat inovasi sebuah braille dalam bentuk hardware, berisikan huruf hijaiyah beserta harakatnya, bernama Edu Brailler.

Tiga mahasiswa itu adalah Rahmat Bambang Wahyuari (Teknik Mesin), Nida Amalia (Teknik Informatika), dan Edy Hamid Saifullah, (Teknik Elektro Hardware).

"Proyek pertama kami buat braille hardware untuk pengenalan huruf abjad, mengeja, belajar mengenal angka dan penjumlahan untuk murid SD. Sekarang coba kami kembangkan huruf hijaiyah," kata Nida Amalia, Minggu (24/10/2016).

Nida menerangkan ada tujuh halaman dalam Edu Braille yang memakai konsep elekromagnetik tersebut.

Dalam setiap blok ada enam huruf dan 72 relay per blok.

Saat disentuh, Esu Brailler akan mengeluarkan suara dan membantu tunanetra menirukan bacaan.

Di sudut kanan dan kiri Edu Brailler terdapat beberapa tombol kiri dan kanan untuk halaman, in, pindah mode, dan mengganti ke suara.

"Kita pakai suara karena banyak yang membutuhkannya, sementara guru mengaji tunanetra sangat sedikit. Sebenarnya kita masih dalam pengembangan untuk mengisi suara pelafalan huruf hijaiyah yang benar, mengingat makhorijul huruf sangat susah di terapkan dalam huruf brailler," terangnya lagi.

Konsep alat yang mereka rancang satu tahun terakhir ini, diakui Rahmat Bambang Wahyuari meniru braille yang sudah dibuat di Eropa.

Namun, produk luar negeri itu lebih canggih dan harganya cukup mahal.

"Harganya sekitar 365 juta euro. Mereka sudah menggunakan polimer aktif, sementara kami menggunakan alat relay, sederhana. Karena kami ingin menciptakan inovasi supaya alat ini bisa digunakan semua kalangan. Sampai saat ini kami menghabiskan Rp 3 juta untuk satu Edu Brailler, jika dijual kira-kira harganya tidak jauh dari itu," terangnya.

Rahmat melanjutkan pihaknya masih harus mengembangkan inovasi ini lebih lanjut, untuk mengisi berbagai kekurangan.

Mereka juga berniat menambahkan manufaktur lain supaya lebih menyenangkan, mengingat target konsumen adalah anak-anak.

"Sejauh ini kami tidak ada kesulitan berarti, hanya saja mengatur hardware yang lumayan butuh kesabaran. Karena masih manual," tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved