Lebaran 2016

Kisah Petugas Pos Kesehatan Stasiun, Ely Pernah Dianggap Perawat Tak Profesional

"Ada kebanggan tersendiri bisa membatu orang sakit saat mau mudik. Bangga bisa memberikan mereka pertolongan pertama," katanya.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Parmin
surya/galih lintartika
Ely (kanan) berada di ruang kerjanya, Minggu (10/7/2016). 

SURYA.co.id | SURABAYA - Sebuah ruangan berukuran sedang di sudut Stasiun Gubeng Surabaya ini sangat ramai dikunjungi orang setiap kali musim arus mudik maupun balik.

Ruangan ini merupakan posko kesehatan berfungsi memberi pelayanan bagi pemudik yang mengalami gangguan sebelum atau sesudah perjalanan.

Memasuki ruangan ini, terlihat dua petugas jaga posko kesehatan yang menyambut dan melayani dengan ramah. Tak lama, kedua petugas ini mempersilahkan duduk.

Posko ini dilengkapi dengan beberapa alat kesehatan, semisal, alat cek darah, kursi roda, dan tabung oksigen.

Fasilitasnya pun tak kalah dengan puskesmas. Posko ini juga disediakan satu dokter jaga oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Kepada Surya.co.id, Manajer Posko Kesehatan Stasiun Gubeng Muhammad Wahyu (31) mengatakan, posko ini melayani setiap keluhan pemudik yang merasa sakit sebelum atau sesudah perjalanan.

"Apapun penyakitnya, kami berusaha memberikan pertolongan pertama kepada mereka yang membutuhkan," katanya saat ditemui Minggu (10/7/2016) siang.

Wahyu mengatakan, pihaknya menyediakan berbagai macam obat dari beberapa penyakit semisal mual, pusing, batuk pilek, dan demam.

"Di posko, kami menyediakan obat ringan semisal demacolin, paracetamol, dan masih banyak lagi. Obat di sini sifatnya hanya mengurangi rasa sakit sementara saja, karena aturannya kami hanya boleh memberikan obat yke pasien maksimal dua hari," terangnya.

Untuk lebih dari itu, dikatakan Wahyu, pihaknya tidak memiliki wewenang. Jika kondisi pemudik memang sangat kritis atau tidak memungkinkan dirawat di posko, pihaknya akan merujuk ke rumah sakit terdekat.

"Kami akan rujuk pemudik yang kondisinya memang sangat parah. Mereka akan kami antar ke rumah sakit, cuma urusan biaya memang ditanggung pemudik dan keluarganya, " jelasnya.

Ia mengatakan, pihaknya hanya memberikan pelayanan gratis bagi yang dirawat di posko kesehatan stasiun. Bagi yang dirujuk semua tanggung jawab ada di pemudik itu sendiri.

"Kalau pemudik itu sakit akibat kesalahan dari kereta semisal korban kecelakan atau apalah itu pasti ditanggung. Lah kalau sakitnya sudah dialami pemudik sebelum naik kereta ya bukan tanggung jawab kami," tuturnya.

Wahyu menjelaskan, selama empat tahun menjadi dokter posko pelayanan di stasiun sudah banyak pengalaman yang didapatkannya. Ia mengaku pernah menolong pemudik yang mengalami sakit kepala berat.

Waktu itu pemudik dirujuk ke rumah sakit, tapi keluarganya tidak mau dan tidak percaya kalau yang bersangkutan sakit.

"Saya kasihan sama dia , akhirnya saya antar dia ke polsek minta rekomendasi untuk dirawat ke dinsos. Bapak itu tertolong dan biaya pengobatannya ditanggung sama Dinsos," ungkapnya.

Tidak hanya itu, Wahyu mengaku juga pernah menangani pemudik hingga meninggal dunia. Ia menceritakan, kala itu, pemudik mengidap penyakit jantung. Menurutnya, penumpang itu sedang dalam perjalanan kereta menuju Jakarta.

"Sayangnya saat saya mau rujuk dia ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong. Selama perjalanan, yang bersangkutan sakaratul maut," imbuhnya.

Selain itu, pria asal Tulangan , Sidoarjo ini mengaku pernah menolong orang yang sengaja menabrakkan diri ke badan kereta api saat melintas. Pengalaman itu didapatkannya saat bertugas di Madiun.

"Jadi saya dapat laporan kalau ada orang bunuh diri dengan cara menabrakkan diri ke kereta. Saya cek ternyata dia masih bernapas meskipun kondisi tubuhnya berantakan," paparnya.

Ia berusaha sekuat tenaga untuk menolong orang itu. Namun Tuhan berkata lain, orang yang bersangkutan meninggal dunia setelah sempat dirawat dua jam di rumah sakit.
"Rasanya kalau bisa menolong dan terselamatkan itu ada kepuasaan batin tersendiri. Tapi kalau gagal atau orangnya meninggal itu rasanya sedih banget. Namun pedoman saya akan melakukan semaksimal mungkin," tandasnya.

Apa yang dirasakannya saat menangani orang meninggal dunia atau saat sakaratul maut? Ia mengaku awalnya sempat nervous saat menangani orang yang sudah sakaratul maut. Ia menyebut tidak banyak yang bisa dilakukannya secara medis.

"Saya hanya bisa membimbing mereka untuk istighfar dan sholawat saja. Kadang ya gak tega melihatnya karena mereka kan mau pulang kampung toh, tapi justru meninggal dunia," imbuhnya.

Wahyu menegaskan, semua itu dilakukannya secara ikhlas. Ia tak pernah mengeluh meski banyak pemudik yang antre untuk diperiksa kondisi kesehatannya. Bahkan, ia pun rela tidak merayakan lebaran bersama istri dan anaknya di kampung halaman.
"Saya sudah biasa seperti ini, allhamdulillah istri dan anak saya sudah bisa memahami dan mengerti pekerjaan saya," paparnya.

Sedang Ely, petugas posko kesehatan lainnya mengaku selama ini sudah ribuan pemudik yang ditanganinya selama bekerja kurang lebih delapan tahun.

"Ada kebanggan tersendiri bisa membatu orang sakit saat mau mudik. Bangga bisa memberikan mereka pertolongan pertama," katanya.

Ely mengungkapkan, mayoritas pemudik yang pernah dirawatnya adalah pemudik yang sakit dalam kategori ringan. Berbeda halnya dengan yang dialami oleh dr Wahyu.

"Paling sering ya orang sakit kepala, mual, sakit perut, demam dan sebagainya. Allhamdulillah belum pernah merawat orang yang sakit sampai meninggal dunia, semoga aja tidak pernah karena saya juga takut," terangnya sambil tersenyum.

Kendati demikian, dikatakan Ely bahwa tidak mudah merawat pemudik yang sakit. Ia menuturkan, ada beberapa mudik yang terkadang agak susah diperiksa tubuhnya.

"Pernah ada orang  mau saya periksa tekanan darahnya loh justru marah, dia menganggap saya tidak bisa menjadi perawat (tak profesional). Tapi saya tidak marah dan berusaha menenangkannya," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved