Tempo Doeloe
VIDEO LANGKA - Belum Pernah Lihat Video Bung Hatta? Lihat Gaya Pidatonya di Belanda
#VIDEO - Bung Hatta seperti terlihat mulai detik ke 2.25, mengucapkan sesuatu yang bisa membangkitkan rasa haru generasi saat ini kepada para pejuang.
SURYA.co.id - Anda pernah melihat video Drs Mohammad Hatta atau Bung Hatta (12 Agustus 1902 – 4 Maret 1980)?
Arsip gambar idoep tentang Proklamator ini sangat jarang dibanding kolega sekaligus seterunya, Ir Soekarno atau Sukarno atau Bung Karno (6 Juni 1901 – 21 Juni 1970).
Bahkan, sejauh ini belum pernah terlihat video Bung Hatta dari koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang disebarkan melalui website-nya (ANRI.go.id) maupun digandakan oleh pihak lain.
Beruntung, lembaga di Belanda melalui Dutch Docu Channel di YouTube menyebarkannya sebagaimana terlihat dalam video di atas. Sebelum Internet marak sejak pertengahan 1990-an, video semacam ini tergolong langka.
Video tersebut merekam peristiwa penting transfer of sovereignty over Indonesia 1949, "penyerahan kedaulatan" dari Belanda kepada Indonesia tahun 1949.
Bagi politisi dan akademisi Indonesia pasca Orde Lama, momen itu lebih sering disebut sebagai "pengakuan kedaulatan". Alasannya, tonggak kedaulatan sesungguhnya terjadi empat tahun sebelumnya, 17 Agustus 1945.
Video di atas menunjukkan pengakuan kedaulatan setelah melalui perundingan yang lazim disebut Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, 23 Agustus - 2 November, 1949.
Pihak Indonesia diwakili Bung Hatta, sedangkan Bung Karno saat itu memantau dari ibukota republik di Yogyakarta.
Selain Belanda, pihak yang terlibat perundingan adalah Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal yang merupakan wadah negara-negara boneka berikut ini:
1. Negara Indonesia Timur pimpinan Tjokorda Gede Raka Sukawati
2. Negara Sumatera Timur pimpinan Dr Mansur
3. Negara Sumatera Selatan pimpinan Abdul Malik
4. Negara Jawa Timur pimpinan RT Kusumonegoro
5. Negara Pasundan pimpinan RAA Wiranata Kusumah
6. Negara Madura pimpinan Tjakraningrat
Lazim diketahui, KMB didahului dengan Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948) dan Perjanjian Roem-van Roijen (1949).
Semua itu terjadi karena Belanda melancarkan Agresi Militer I dan II meski Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan.
Menghadapi hal itu, kubu Indonesia terpecah. Kubu Bung Karno dan Bung Hatta berusaha sekuat tenaga menempuh strategi diplomasi demi menghindari pertumbahan darah di kalangan rakyat yang baru merdeka.
Sementara, sebagian faksi angkatan perang atau tentara tidak tunduk pada pemimpin sipil. Mereka melawan Agresi Militer dengan bergerilya seperti kubu Jenderal Soedirman dan Tan Malaka.