Tempo Doeloe
Catatan Petualang Jawa Tahun 1877 tentang Bromo dan Tengger
Kitab itu bernama Cariyos Purwalêlana karangan Purwalelana yang keliling Jawa dari Salatiga sampai Betawi, dari Semarang sampai Banyuwangi.
SURYA.co.id | SURABAYA - Aktivitas vulkanik Gunung Bromo terus meningkat dua pekan ini. Abu vulkaniknya membumbung tinggi lalu menyebar ke kawasan sekitarnya seperti Pasuruan, Probolinggo dan Malang.
Dampaknya banyak. Arus kunjungan wisatawan ke kawasan elok itu tak sederas biasanya. Penerbangan dari dan ke Bandara Abdulrachman Saleh di Malang pun kadang buka, kadang tutup.
Bromo kini jadi destinasi wisata bukan saja level nasional tapi juga internasional. Ia jadi salah satu ikon pariwisata Jawa Timur.
Namun, tahukah anda bahwa eksotisme gunung itu juga menarik minat para petualang bahkan sejak kira-kira 140 tahun silam?
Berikut ini adalah travel story, kisah perjalanan yang langka oleh seorang bangsawan Jawa dalam sebuah buku beraksara dan berbahasa Jawa yang terbit tahun 1877.
Jika tahun penerbitannya saja 1877, dapat diperkirakan masa perjalanannya satu atau dua tahun sebelumnya.
Jadi, kisah ini berasal dari zaman 140 tahun silam.
Kitab itu bernama Cariyos Purwalêlana karangan Purwalelana yang berkeliling Jawa dari Salatiga sampai Betawi, dan dari Semarang sampai Banyuwangi.
Cerita perjalanan itu telah diubah oleh Candranagara khususnya kata, kalimat, tempat dan nama-nama penguasanya, disesuaikan dengan keadaan pada zaman Candranagara.
Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, Candranagara juga mengadakan perjalanan ke tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh Purwalelana.
Karya itu merupakan sebuah rekaman budaya dan masalah-masalah sosial masyarakat setempat, misalnya tata cara adat, ataupun tradisi masyarakat Semarang, Betawi, dan Bogor sampai Tengger.
Berkat Yayasan Sastra Lestari di Solo atau Surakarta, kitab beraksara dan berbahasa Jawa itu telah disalin dalam aksara Latin.
Saduran dalam aksara Latin itu mengikuti konvensi penulisan Bahasa Jawa: lafal 'O' musti ditulis 'A'.
Maka, abjad Jawa honocoroko mesti ditulis hanacaraka. Bromo jadi Brama.