Eksklusif Menuju Era Apartemen
Penghuni Apartemen Ini Ngeri Lintasi Lorong dan Kesal Tetangga Berisik
Kamar apartemen, kata Sarra, terlalu sesak untuk dihuni bersama dua anak kecil dan satu pembantu.
Penulis: Wiwit Purwanto | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | SURABAYA -Ruang apartemen kelas menengah ini tidak kedap suara. Teriakan dari luar gedung masih kerap terdengar. Lebih tidak nyaman lagi kalau ada tetangga kamar yang berteriak-teriak.
Sudah lima tahun ini Dheenaz Malvinas tinggal di apartemen. Setumpuk cerita menyenangkan dan menjengkelkan pun dirasakan manajer sebuah resto di Surabaya ini.
"Cerita senangnya, privasi cukup terjaga,” kata penghuni apartemen Puncak Permai Surabaya ini, Selasa (9/6/2015).
Selain itu, lanjut Dheenaz, tinggal di apartemen membuatnya jadi lebih mandiri.
Semua pekerjaan rumah harus dikerjakan sendiri, mulai dari membersihkan ruangan, sofa, hingga membereskan dapur. “Hanya laundry yang dikerjakan orang lain,” katanya tertawa.
Sebagai profesional yang masih single, katanya, ia merasa sangat cocok tinggal di apartemen. Namun, saat berkeluarga kelak, ia masih mengidolakan rumah tapak.
“Kalau kalau sudah berkeluarga ya nggak lah, pindah tinggal di rumah saja. Tidak mungkinlah di apartemen. Apalagi kalau sudah ada anak-anak,” ujarnya.
Menurutnya, suasana di apartemen sekarang ini masih belum mendukung harmoni berkeluarga, apalagi kalau sudah punya anak. “Paling tidak menyenangkan kalau ada tetangga resek,” tuturnya.
Suara berisik tetangga kerap menggema ke unit-unit sebelah, yang cuma terpisah dinding.
Apalagi, dinding apartemen kelas menengah umunya tidak kedap suara. Teriakan dari luar pun terdengar nyaring.
Dheenaz kerap menegur tetangga yang suka berisik, agar lebih sopan.
Satu lagi yang kadang mengganggu penghuni adalah fasilitas hunian yang sudah tidak bagus lagi. Dheenaz juga tak sungkan menyampaikan keluhan kepada pihak manajemen.
Kisah serupa juga diungkapkan Sarra Zulaika. Ibu dua anak ini mengaku pernah penasaran dan ingin tinggal di apartemen. “Ya sudah, saya coba sewa apartemen,” tutur perempuan piawai di bidang marketing ini.
Bersama suami, dua anak, dan pembantu, ia memutuskan menyewa apartemen di Puncak Kertajaya, Surabaya. Tapi, hanya bisa bertahan sebulan. “Ternyata, begini ya tinggal di apartemen,” katanya.
Kamar apartemen, kata Sarra, terlalu sesak untuk dihuni bersama dua anak kecil dan satu pembantu.