Tri Mulyani Sunarharum
Banyak Bicara Tidak Selalu Jelek
Keinginannya saat kembali ke Indonesia yaitu menjadi dosen di UB sambil tetap meneliti masalah perkotaan di Indonesia.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Wahjoe Harjanto
“Mungkin juga termotivasi saya, jadi kalau dia memanfaatkan momen untuk pengembangan bidang akademiknya ke luar negeri juga,” ungkap suami Endang Titi Nawangsih Mulyaningrum (74) itu.
Saat dihubungi Surya, Yani mengaku sedang konsentrasi menyelesaian S3 dengan target akhir 2015. Prestasi akademik Yani sudah diperhitungkan sejak tahun lalu di QUT.
Hal ini terliha ketika malam penyerahan penghargaan kategori Student Leadership Excellence Award, Juni lalu. Dan tahun ini merupakan tahun kedua Yani masuk dalam nominasi mahasiswa teladan.
Untuk menjadi mahasiswa terbaik di QUT, seseorang harus dinominasikan pihak lain dan Yani berhasil dinominasikan oleh tiga pihak, alumni QUT Chapter Indonesia, salah seorang staf QUT International dan juga Fakultas Sains dan Teknologi," kata Yani.
Selain itu, gadis yang menjadi waitress setengah waktu di restoran Indonesia ini mengaku masih sering mengunjungi beberapa kota di Australia untuk berlibur atau acara kebudayaan.
Saat ini Yani aktif dalam kepengurusan Persatuan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) dan dalam kepengurusan sekarang menjadi Ketua II membidangi kegiatan eksternal.
Dia juga sering tampil dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan sebagai penari dan penyanyi. Dia adalah pendiri kelompok pencinta seni multibudaya di QUT. "Kalau stres paling enak nyanyi atau nari Mbak, makanya saya bikin kelompok seni dengan teman-teman negara lain," jelasnya.
Bahkan kegemarannya menyanyi menjadikannya menciptakan lagu dengan judul ‘PPIA Untuk Indonesia’ yang saat ini ada di soundcloud.
Dirinya mengaku sering kali merindukan Indonesia karena sejak kecil sampai menyelesaikan S1 berada di Malang.
“Kangen banyak hal di Malang, mulai dari orang tua, teman, makanan sampai suasana hiruk pikuk kampung halaman yang penuh warna, apalagi suasana Bulan Ramadan dan suasana Lebaran. Soalnya sejak 2012 saya berlebaran di Brisbane,” terang gadis berambut ikal ini.
Meskipun awal tinggal di Australia dirinya harus kursus Bahasa Inggris selama 4 bulan. Dirinya mengaku cukup mudah beradaptasi karena banyak komunitas dari Indonesia. “Agak kaget sama perubahan suhu musim dingin, meskipun di sini tidak bersalju,” terangnya.
Keinginannya saat kembali ke Indonesia yaitu menjadi dosen di UB sambil tetap meneliti masalah perkotaan di Indonesia. Jika memungkinkan ingin menjadi penghubung dalam kerja sama dengan pemerintah untuk turut memberi solusi atas permasalahan tersebut.
“Nanti juga inginnya tetap menjalin kolaborasi penelitian dengan akademisi di Australia dan di negara lainnya,” jelasnya.
Untuk itu, ia mengejar target menuntaskan pendidikan S2 dan S3-nya dalam 3,5 tahun, bersamaan dengan kakaknya yang mengambil jurusan Teknik Pangan di University of Queensland (UQ).
Baca selengkapnya di Harian Surya edisi besok.
LIKE Facebook Page www.facebook.com/SURYAonline
FOLLOW www.twitter.com/portalSURYA