Awas Krisis Daging
Kenali Sapi Berkualitas Lewat Dengan Cara Menepuk
Teriakan itu diselingi gerak tangan sang blantik, menepuk-nepuk tubuh bagian belakang sapi.
SURYA Online, PROBOLINGGO - Memilih sapi berkualitas bukan perkara mudah, terutama saat pasokan sapi siap potong di pasaran yang mulai menyusut.
Tapi para jagal dengan mudah mengenali sapi berkualitas tinggi. Bahkan mereka bisa menaksir berat sapi cukup dengan insting. Bukan dengan timbangan.
“Ayo, ayo. Lemak-lemak, lemak-lemak (lima-lima, lima-lima),” teriak blantik tua di Pasar Maron, Probolinggo akhir pekan lalu.
Teriakan itu diselingi gerak tangan sang blantik, menepuk-nepuk tubuh bagian belakang sapi.
Tepukan di tubuh sapi itu maksudnya, meyakinkan calon pembeli. Bunyi bluk-bluk pada tepukan, menunjukkan sapi itu cukup berdaging.
Blantik itu mengira jurnalis koran ini calon pembeli. Dia langsung mengangkat tali yang melilit di hidung sapinya agar kepala sapi berwarna coklat itu mendongak.
Posisi sapi pun terlihat gagah. Tubuh sapi juga kekar, lebar dan panjang. Meski begitu, sapi itu berjenis kelamin betina dan masih produktif.
Dia menawarkan sapinya dengan Rp 15,5 juta. Di kalangan blantik Pasar Maron, angka diwakili diungkapkan dengan teriakan bahasa Madura. Lemak lemak (lima, lima).
Orang yang tidak biasa, mengira Rp 5.5 juta. Padahal yang dimaksudnya adalah Rp 15,5 juta.
Tak lama berselang, blantik lain datang. Caranya sama. Menepuk paha belakang sapinya.
Semakin keras bunyinya, semakin padat pula dagingnya. Keduanya selalu memposisikan sapinya membelakangi calon pembeli. Para jagal memang bisa menilai kualitas dari bagian belakang sapi.
Selain untuk memastikan kepadatan dagingnya, tepukan itu juga sekaligus untuk menaksir berapa berat tubuh sapi itu.
Di pasar rakyat seperti Pasar Maron tidak ada timbangan ternak. Para blantik dan jagal bertransaksi hanya mengandalkan insting. .
Teknik tepuk ini sudah turun temurun. Baik blantik maupun pejagal, rata-rata mendapatkan ilmu tepuk itu dari orang tua.
Ilmu turunan itu lantas mereka praktikkan sendiri. Para jagal mengaku, kadang kala rugi karena meskipun berpengalaman puluhan tahun.
”Spekulasi. Tapi insya Allah tidak meleset,” kata Mahfud, blantik asal Semampir, Surabaya. (idl)