Bubur Suruh Khas Makam Sunan Bonang
Tradisi ini sudah lama sekali ada. Dan mungkin sudah ada ratusan tahun silam
Penulis: M Taufik | Editor: Satwika Rumeksa

Meski setiap tahun berlangsung, minat warga untuk mendapatkan takjil gratis di kompleks makam wali bernama asli Maulana Makdum Ibrahim masih tinggi. Terbukti, sejak awal puasa kemarin, setiap menjelang magrib puluhan warga, termasuk ibu-ibu dan anak-anak terlihat rela mengantri untuk mendapat jatah bubur suruh yang dibagian pengurus makam.
Sejak siang, pihak pengurus makam sudah mempersiapkan pembuatannya. Peralatan dan bahan-bahan untuk membuat bubur yang resepnya langsung dari Sunan Bonang sudah menjadi tradisi sejak ratusan tahun silam.
“Tepatnya mulai kapan kami kurang jelas. Tapi, tradisi ini sudah lama sekali ada. Dan mungkin sudah ada ratusan tahun silam,” kata Lazim, salah satu pengurus kompleks makam Sunan Bonang.
Resep yang ada pada bubur itu sendiri juga tak sama dengan bubur-bubur pada umumnya. Bahan dasarnya adalah beras yang dimasak dengan air di atas wajan besar dengan dicampur air santan dan sejumlah bumbu-bumbu khas arab. Seteah beberapa saat dogodok dalam wajan, adonan itu dicampur dengan daging dan tulang sapi. “Hal inilah yang membuat bubur Sunan Bonang lain daripada yang lain,” imbuhnya.
Dalam proses pembuatanya sendiri, konon harus dipanaskan dengan tungku tradisional di mana bahan bakarnya harus ranting kayu yang didapat dari ligkungan makam sendiri. Kabarnya, jika tidak menggunakan ranting dari dalam lingkungan makam, bubur yang sudah masak tidak akan sempurnya seperti biasanya.
Setelah selesai dimasak, selanjutnya pengelola makam membiarkan bubur dingin terlebih dulu agar bisa enak saat disantap. Sampai saat waktu mendekati maghrib, bubur-bubur tersebut ditaruh atas ratusan piring yang sudah dijejer di teras masjid. Di atas bubur-bubur tersebut diberi buah kurma untuk menambah aroma khas bubur Bonang. Dan ketika adzan maghrib berkumandang, siapapun bisa mengambil untuk berbuka puasa.
Para pengurus, warga sekitar, para musyafir dan warga miskin lain selalu berebut bubur ini setiap petang selama Ramadan. Tidak ada perebedaan, semua yang berada di kompleks makam Sunan Bonang menyantap menu yang sama untuk membatalkan puasa kala adzan Magrib berkumandang.
Pembagian bubur sebagai takjil gratis juga nampak di Masjid Muhdor yang berada di Jl Pemuda Tuban, berjarak beberapa ratus meter dari kompleks makam Sunan Bonang. Pengurus masjid yang berada di perkampungan arab ini juga setiap hari menyediakan takjil berupa bubur kepada ratusan warga sekitar.
Setiap menjelang Magrib, ratusan warga nampak berebut di sekitar masjid untuk mendapatkan bubur dengan masakan khas arab itu dengan mangkuk-mangkuk yang mereka bawa dari rumah.
“Tradisi bubur Muhdor ini sudah ada sejak kisaran tahun 1937. Awalnya, pembagian takjil diberikan untuk masyarakat miskin dan warga lain yang membutuhkan. Namun, karena dampaknya positif, akhirnya tradisi ini terus dilakukan hingga sekarang,” kata Agil Al Bunumay, salah satu pengurus masjid Muhdor.
Meskipun bubur yang disediakan di masjid ini terbilang mirip dengan yang ada di makam Sunan Bonang, namun namanya tetap tidak sama. Bubur yang dimasak dan dibagikan di masjid Muhdor diberi nama Bubur Muhdor, sedangkan bubur di kompleks makam Sunan Bonang biasa dikenal dengan sebutan Bbubur Bonang.