Kenali Gejala Awal Virus Cacar Monyet yang Menghebohkan Singapura, Berikut Langkah Pencegahannya
Gejala virus cacar monyet patut diwapadai karena baru-baru ini penyakit tersebut tengah menghebohkan negara Singapura
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Gejala virus cacar monyet patut diwapadai karena baru-baru ini penyakit tersebut tengah menghebohkan negara Singapura
Mungkin banyak orang yang belum tahu gejala virus cacar monyet karena ini merupakan penyakit langka yang ditularkan pada manusia melalui hewan, terutama di kawasan Afrika Tengah dan Barat.
Dilansir dari Kompas.com dalama artikel 'Mengenal Penyakit Cacar Monyet yang Baru Saja Sampai ke Singapura', berikut gejala virus cacar monyet yang telah menghebohkan Singapura
• Biodata Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen yang Dituduh Makar hingga Dicekal Saat Akan ke Luar Negeri
• Curhat Fadel Islami Soal Pisah Kartu Keluarga, Suami Muzdalifah Ungkap Pelajaran Hidup yang Didapat
• Cara Vera Oktaria Dibunuh Ngeri, Hasil Otopsi Ungkap Korban Disiksa, Juga Ditemukan Misteri Timer
• Gratis Kuota Internet Telkomsel hingga 10GB Saat Migrasi ke Jaringan 4G, ini Syarat & Ketentuannya
Secara umum, gejala penyakit cacar monyet antara lain termasuk demam, nyeri, pembengkakan nodus limfa, dan ruam pada kulit.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia atau bahkan kematian.
Sebelum menunjukkan gejalanya, cacar monyet biasanya diawali dengan periode inkubasi selama 6-16 hari.
Infeksinya kemudian bisa dibagi menjadi dua periode:
1. Periode invasi
Selama 5 hari sejak gejala dimulai, pasien mengalami demam, sakit kepala intens, pembengkakan nodus limfa atau limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan kekurangan energi.
2. Periode erupsi kulit
Periode ini terjadi 1-3 hari setelah demam dimulai. Pada periode inilah, ruam mulai muncul dari area wajah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Pada 95 persen kasus, wajah pasien menjadi bagian yang paling banyak mengalami ruam, disusul dengan telapak tangan dan kaki (75 persen kasus).
Ruam ini bermula dari luka datar di area membran mukosa oral (70 persen kasus).
Selain itu, luka juga bisa terjadi pada area kelamin (30 persen), kelopak mata (20 persen) dan kornea atau bola mata.
Dalam waktu 10 hari, luka kemudian berevolusi menjadi lepuhan kecil berisi cairan, bintil, dan akhirnya kerak.
WHO menulis bahwa untuk menghilangkan kerak ini sepenuhnya, diperlukan setidaknya waktu tiga minggu, meskipun pasien telah menjalani perawatan untuk cacar monyet.
Sebelum ruam menghilang, pasien juga biasanya menunjukkan kembali gejala khas cacar monyet, yaitu pembengkakan nodus limfa.
Pencegahannya
Sayangnya belum ada perawatan atau vaksin khusus untuk menangani cacar monyet.
Studi menunjukkan bahwa vaksin variola 85 persen efektif dalam mencegah cacar monyet.
Namun, vaksin ini sudah tidak lagi diproduksi untuk khalayak umum menyusul eradikasi variola global.
Oleh sebab itu, cara terbaik untuk menghentikan penyebaran cacar monyet adalah mencegah infeksinya.
WHO mengimbau pihak-pihak yang berwenang untuk meningkatkan kesadaran akan faktor risiko cacar monyet dan cara-cara untuk mengurangi paparan terhadap virus ini.
Pemerintah juga dituntut untuk mengidenftifikasikan kasus baru secepatnya sebagai upaya untuk menghentikan wabah.
Untuk masyarakat, pencegahan infeksi cacar monyet adalah dengan mengurangi transmisi hewan ke manusia.
WHO mengimbau agar masyarakat di daerah endemik cacar monyet untuk menghindari kontak dengan primata dan hewan pengerat.
Selalu gunakan pakaian pelindung, seperti sarung tangan ketika bersentuhan dengan hewan yang diduga membawa virus cacar monyet.
Untuk mencegah penularan antar manusia, hindari kontak fisik dekat dengan orang-orang yang terinfeksi cacar monyet. Selalu gunakan pakaian pelindung ketika merawat mereka dan cuci tangan setelahnya.
Seperti diketahui, pemerintah Singapura baru saja mengonfirmasi temuan kasus pertama infeksi cacar monyet ( monkeypox).
Penyakit ini terbawa oleh warga negara Nigeria berusia 38 tahun yang datang pada 28 April lalu dan tebukti positif mengidap cacar pada 8 Mei.
Menurut siaran pers yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan Singapura pada Kamis (9/5/2019), pasien tersebut kini sedang berada dalam kondisi stabil dan menempati ruang isolasi di National Centre for Infectious Diseases (NCID).
Umumnya penularan diakibatkan oleh kontak dengan hewan terinfeksi, seperti tikus atau hewan pengerat lain.
“Pasien melaporkan bahwa sebelum kedatangannya ke Singapura, ia menghadiri pernikahan di Nigeria, dimana ia mengonsumsi daging hewan liar (bushmeat), yang dapat menjadi sumber penularan virus cacar monyet”, terang Kementrian Kesehatan Singapura, seperti yang dilansir dari Channel News Asia, Kamis (9/5/2019).
Namun, penularan dari manusia ke manusia juga dapat terjadi lewat kontak dekat dengan sekresi saluran pernapasan yang terinfeksi, luka pada kulit penderita, atau objek yang telah terkontaminasi cairan tubuh penderita.
Meski demikian, situs resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menulis bahwa penularan pada manusia ini sangatlah terbatas.
Transmisi melalui partikel cairan pernapasan membutuhkan kontak antarmuka jangka panjang sehingga penyakit ini biasanya hanya menular kepada anggota keluarga.
Hal ini juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif NCID, Profesor Leo Yee Sin. Dia mengatakan, tidak ada bukti yang mencatat bahwa infeksi cacar monyet dapat menyebar melalui penularan antar manusia saja.
“Rata-rata, setiap pengidap akan menularkan infeksi pada kurang dari satu orang saja. Cacar monyet tidak mudah menular seperti flu. Rantai penularan juga dapat diputus melalui pelacakan kontak dan karantina”, tambahnya.
Kementrian Kesehatan Singapura juga menambahkan bahwa penyakit cacar ini penularannya terbatas, di mana pasien umumnya pulih setelah dua atau tiga hari.