Berita Jombang
Dua Pemuda Jombang Cetak Uang Palsu Pecahan Rp 50.000 Pakai Peralatan Sederhana Ini
Dua Pemuda Jombang cetak uang palsu pecahan Rp 50.000. Mereka cuma pakai dua peralatan sederhana ini.
Penulis: Sutono | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id | JOMBANG - Petugas Polres Jombang menangkap dua pemuda yang dituding mencetak dan mengedarkan uang palsu (upal) pecahan Rp 50.000.
Dalam menjalankan aksinya, mereka hanya menggunakan printer dan kertas jenis HVS (Houtvrij Schrijfpapier/bahasa Belanda, yang artinya kertas tulis bebas serat kayu).
Karena berbahan HVS, uang palsu hasil cetakan dua pemuda ini pun berkualitas rendah, dan sangat kelihatan bedanya dengan uang yang asli.
Dua pemuda yang diringkus itu Defit Sujianto (26), warga Dusun Kalangan, Desa Keplaksari, Kecamatan Peterongan, dan Dwiky Muddasir (22), penjaga warnet asal Desa/Kecamatan Peterongan.
Berbareng penangkapan itu, polisi polisi juga menyita uang palsu pecahan Rp 50.000 sebanyak 44 lembar.
Sebagian kecil upal sudah berhasil dibelanjakan.
Polisi juga menyita satu unit monitor merek LG, satu unit CPU (central proccessor unit) merek Power Up, satu unit keyboard komputer merek Votre, serta satu unit printer warna merek Epson L360.
"Keduanya kini kami tahan di mapolres untuk penyelidikan lebih lanjut," kata Kepala Bagian Opersional Satreskrim Polres Jombang Iptu Sujadi, kepada SURYA.co.id, Kamis (4/4/2019).
Sujadi menjelaskan, dua pelaku tersebut mempunyai peran masing-masing dalam mencetak upal.
Defit bertugas mengedarkan uang palsu, sedangkan Dwiky bertugas mencetak uang palsu.
Dalam pengakuan kedua tersangka, kata Sudjadi, mereka baru melakukan aksi cetak upal selama Maret.
Hasilnya, mereka sudah mencetak 48 lembar upal pecahan Rp 50.000.
"Dari jumlah tersebut, empat lembar sudah dibelanjakan untuk membeli bensin dan minum kopi. Untuk mengelabui penjual bensin dan penjual warung kopi, pembelanjaan dilakukan malam hari," tambah Sudjadi.
Sedangkan 44 lembar sisanya belum sempat dibelanjakan.
Uang palsu tersebut selanjutnya disita oleh polisi sebagai barang bukti.
"Mereka menggunakan kertas HVS dan printer dalam mencetak upal tersebut. Sementara, gambarnya yang digunakan sebagai masternya didownload dari internet," terang Sudjadi.
Sudjadi melanjutkan, penjgungkapan kasus bermula ketika Defit mencetak upal, kemudian dipamerkan kepada orangtuanya.
Hal itu untuk membohongi ayahnya, dengan mengaku dirinya sudah bekerja dan mendapatkan gaji.
Selain itu, uang tersebut juga akan digunakan untuk mahar sebuah even.
Namun tumpukan upal yang memiliki nomor seri sama itu digunakan untuk berbelanja.
Rinciannya, dibelikan BBM (bahan bakar minyak) dan untuk membayar minum di warung kopi.
Tetapi pemilik warung kopi kemudian mengetahui upa yang diterima dari keduanya palsu, sehingga melaporkannya ke polisi.
Dari situ, polisi menyelidiki dan hasilnya mengarah kepada kedua tersangka.
Polisi lantas menangkap keduanya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat pasal 36 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Ancaman hukumannya penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar," pungkas Sudjadi.