Single Focus
Pemkot Surabaya Siapkan Dua Perda Baru, Atur Soal Batasan Pemberian Kompensasi dan Uang Kerohiman
Masalah penolakan warga saat pembangunan proyek fisik tidak dipungkiri Pemerintah Kota Surabaya kerap kali terjadi.
Penulis: Fatimatuz Zahro | Editor: Parmin
SURYA.CO.ID | SURABAYA - Masalah penolakan warga saat pembangunan proyek fisik tidak dipungkiri Pemerintah Kota Surabaya kerap kali terjadi.
Hal itu sering terjadi baik di lokasi proyek yang dikerjakan oleh swasta pengembang maupun yang dikerjakan oleh kontraktor proyek Pemkot Surabaya. Masalah tersebut diakui Pemkot membuat masalah tersendiri.
Untuk proyek Pemkot, misalnya, penolakan warga kerap membuat pengerjaan pembangunan menjadi molor. Begitu juga dengan proyek yang dilakukan pengembang, terutama bagi pengusaha yang sudah lengkap perizinannya.
Hal ini juga kerap menjadi masalah yang membuat pengembang tidak nyaman saat berinvestasi di Surabaya.
Namun, di sisi lain masyarakat Kota Surabaya yang terdampak proyek juga tetap harus mendapatkan keadilan jika memang secara materiil dan nonmateriil terugikan atas proyek fisik.
Ketiga aspek ini mau tidak mau menjadi topik masalah yang juga dipikirkan Pemkot Surabaya yang harus dicarikan solusinya.
Untuk bisa mengakomodir semua pihak yang berkaitan dengan proyek fisik, dalam waktu dekat Pemkot akan membuat dua produk regulasi baru.
Regulasi tersebut mengatur pembatasan soal aturan pemberian kompensasi dan uang kerohiman (uang ganti rugi dampak negatif proyek fisik).
"Sebenarnya dalam pembangunan proyek investasi kami selalu ada yang namanya ijin lingkungan. Yang memberikan analisa dampak lingkungan, dampak kemacetan selama ada pembangunan di suatu proyek. Pengembang kalau mau membangunn gedung proyek harus mendapatkan rekomendasi ini, dan itu sudah ada aturannya terkait jarak dan radius," kata Kepala Bappeko Surabaya, Eri Cahyadi, Senin (17/12/2018).
Dalam aturan perda juga perwali pengurusan rekomendasi izin lingkungan itu sudah ada. Namun untuk di luar radius, terkadang masih banyak warga yang melakukan protes. Nah mereka ini yang harus ada kajiannya apakah memang terdampak proyek atau tidak.
Maka, di kondisi ini, dikatakan Eri, harus ada perlindungan dari Pemkot. Jangan sampai investor merasa tidak nyaman ketika ada rumah rusak dan mereka sudah lakukan perbaikan, namun di luar itu masih ada warga yang meminta hal lain.
"Maka kita harus kuatkan regulasi ini. Kami sudah diskusi dengan Tim Perizinan, bagaimana kelayakan pemberian kompensasi, dan karakter warga yang layak diberi kompemsasi serta uang kerohiman. Jadi warga yang memang benar terdampak juga bisa dapat perlindungan juga. Karena tugas kami, jika izin sudah sesuai, maka harus ada perlindungan juga dari kami, Pemkot Surabaya," ucap Eri.
Perlindungan yang dimaksud adalah Pemkot akan melakukan membuat dua produk hukum baru. Yaitu Perda yang mengatur tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Perda yang mengatur soal Izin Lingkungan.
Di aturan itu, nantinya Pemkot akan menjadi penengah. Sebagai pihak yang memberi izin ke pembangunan proyek, jika ada konflik warga terdampak, maka Pemkot tidak akan cuci tangan dan melepas investor dan warga begitu saja.
Termasuk soal acuan hitungan warga masyarakat yang terdampak dan berhak atas kompensasi dan kerohiman yang harus dikeluarkan pengembang.
"Jadi kita akan tegaskan soal radius warga terdampak, dan kalau harus ada kerohiman yang dikeluarkan di luar kompensasi (fisik), berapa hitungan angka yang riil, itu yang kita bahas sebenarnya. Jangan sampai gara-gara kerohiman ini akhirnya menjadi penyebab terbesar proyek tidak jalan," katanya.
Sebab selama ini, dalam penentuan uang kerohiman, angkanya hanya sekedar kesepakatan warga yang kadang juga tidak mewakili semua warga secara utuh. Terlebih jika ada oknum nakal yang akhirnya membuat uang kerohiman bengkak tidak rasional.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, khususnya di Darmo Hill, bangunan apartemen ini ditarik uang kerohiman dan kompensasi sampai bertotal Rp 6,2 miliar.
"Di dalam perda ini juga dibahas bagaimana saat sudah sesuai aturan perizinan, tapi masih ada beberapa pihak tertentu yang meminta bagian uang kerohiman yang tak sesuai aturan misalnya, maka juga dibolehkan untuk dibahas pidananya seperti apa," pungkas Eri.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Dinas Lingkungan Hidup Ali Murtadho ia mengatakan selama ini aturan yang mengatur soal pemberian kompensasi dan uang kerohiman memang belum ada.
Untuk izin lingkungan pun hanya berupa perwali. Sehingga pembuatan regulasi ini memang dibutuhkan.
"Aturan ini baru saja kita berikan ke DPRD Kota Surabaya supaya masuk prolegda tahun depan. Ini akan jadi aturan khusus yang memuat sebatas apa warga bisa protes, termasuk minta kompensasi dan uang kerohiman juga harus tahu batasan jangan sampai berlebihan," kata Ali.
Di aturan ini memang tidak menyebut bulat nominal uang kerohiman yang diberikan. Namun akan ada perhitungan-perhitungan yang ditentukan oleh tenaga ahli yang akan memuat konversi kerugian materiil dan nonmateriil di warga di sekitar proyek pemkot maupun swasta.
"Aturan seperti ini memang belum ada. Tujuannya agar semua nyaman, baik pelaksana proyek fisik, maupun warga, supaya sama-sama mengerti dan tidak hanya berdasar kesepakatan-kesepakatan saja," pungkas Ali.