Kilas Balik

Soeharto Pernah Ungkap Soal Penerusnya Jadi Presiden Indonesia, Sampai Singgung Soal Hukum

Sebelum lengser dari jabatannya, Soeharto pernah ditanya soal penggantinya jadi presiden Indonesia. Begini jawabannya

Kolase Tribun Bogor
Soeharto Pernah Ungkapkan Soal Penerusnya Jadi Presiden Indonesia 

SURYA.co.id - Sebelum lengser dari jabatannya, Soeharto pernah ditanya soal penggantinya jadi presiden Indonesia

Seperti diketahui, Soeharto melepas jabatannya sebagai presiden pada bulan Mei tahun 1998

Usai Soeharto memimpin Indonesia selama 32 tahun, kekuasaannya tumbang setelah adanya krisis multidimensi

Gelombang reformasi muncul dan mendesak Soeharto agar segera mundur dari jabatannya.

Karena desakan dari berbagai pihak, Soeharto kemudian memutuskan mundur dari posisinya sebagai presiden.

Sebelum didesak mundur dari jabatannya, Soeharto sebenarnya sudah pernah ditanya mengenai sosok yang akan menggantikannya.

Baca: Dhani Wirianata Sekretaris Pribadi Prabowo Subianto Katanya Jomblo, Tapi Foto Mesra dengan Artis

Baca: Jawab Tuduhan Kawin Kontrak, Angel Lelga: Saya Mualaf, Tak Akan Menukar Akhirat untuk Duniawi

Baca: Soekarno Sempat Sembunyikan Bendera Pusaka Saat Soeharto Jadi Presiden, Tempatnya Tak Terduga

Baca: Persahabatan Soeharto dengan Sultan Hassanal Bolkiah, Masih Sempat Menjenguk Pak Harto Saat Sakit

Seperti dikutip dalam buku "Sisi Lain Istana, Dari Zaman Bung Karno Sampai SBY", karya J Osdar

Dalam buku tersebut, Soeharto pernah berdialog dengan anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pada bulan Maret 1997

Hanya beberapa bulan menjelang pemilu 1997

Dialog Soeharto tersebut terjadi di Bina Graha, komplek Istana Kepresidenan, Jakarta.

Saat itu, anggota KNPI menanyakan mengenai pengganti Soeharto.

"Apakah Bapak tidak mempersiapkan pengganti sehingga dapat melanjutkan pembangunan?" tulis Osdar menirukan pertanyaan anggota KNPI tersebut.

Mendapati pertanyaan itu, Soeharto hanya senyum dan batuk-batuk kecil.

Selanjutnya, Soeharto memberikan jawabannya.

"Mekanisme dan sistemnya sudah ada, orangnya juga sudah ada, yakni satu dari 180 juta orang. Masak tidak satu dari 180 juta orang yang mampu jadi presiden.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved