Bom Surabaya

Tulis Status Bom Surabaya Settingan, Dosen Sastra jadi Tersangka, Alibinya Gak Dipercaya Polisi

Dosen Sastra ini diketahui memasang status di Facebook bahwa teror bom di Surabaya hanyalah skenario.

Editor: Musahadah
Kompas.com
Kepala Bidang Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja dengan dengan pelaku Himma di belakangnya (kemeja dan kerudung merah), Minggu (20/5/2018) 

SURYA.co.id I MEDAN - Himma Dewiyana Lubis alias Himma (46) warga Jalan Melinjo II Komplek Johor Permai, Medan Johor, Kota Medan, ditetapkan sebagai tersangka penyebar ujaran kebencian. 

Dosen Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) ini ditangkap tim Cyber Crime, Polda Sumut, Sabtu (19/5/2018). 

Sebelumnya, perempuan ini diketahui memasang status di Facebook bahwa teror bom di Surabaya hanyalah skenario. 

Kepala Bidang Humas Polda Sumut AKBP Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, pelaku menyebarkan ujaran kebencian pasca tragedi bom bunuh diri di tiga gereja, yang terjadi Minggu (13/5/2018) lalu.

Setelah mengetahui postingannya viral, pelaku langsung menutup akun Facebook-nya.

Namun, postingan itu sudah terlanjur di screenshoot netizen dan dibagikan ke media daring.

"Bisa dibayangkan bagaimana terpukulnya perasaan keluarga korban yang saat ini masih berduka? Pelaku kita kenakan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara, walau apa yang dilakukannya sebagai bentuk luapan emosi," kata Tatan.

Hasil pemeriksaan, lanjut Tatan, pelaku mengaku kecewa dengan pemerintahan saat ini yang menurut pelaku tidak sesuai janji saat kampanye dulu.

Pelaku kemudian menulis status tersebut pada 12 dan 13 Mei 2018, di rumahnya.

Karena menimbulkan keresahan di masyarakat, personel Cyber Crime Polda Sumut melaporkan akun pelaku untuk dilakukan penyidikan.

Polisi lalu memeriksa saksi-saksi yang salah satunya anak pelaku dan menyita barang bukti ponsel pelaku. 

"Kita sedang diserang kelompok teroris, kok di media sosial malah bertebaran postingan-postingan berita bohong yang mengundang ujaran kebencian, yang para pelakunya mengenyam bangku sekolah," ucap Tatan.

Tatan menghimbau masyarakat belajar dari kasus pelaku. Jangan sembarangan menyebarkan kabar dan berita yang belum pasti benar atau tidak bisa mempertanggungjawabkannya.

Dia mengatakan, setiap postingan di media sosial memiliki pertanggungjawaban hukum sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE Nomor 11 tahun 2008.

"Ayolah berlomba-lomba membuat suasana damai, apalagi di media sosial. Jadi, masyarakat yang bijak dan cakaplah, malu untuk menjadi pelaku penyebar kabar bohong. Apalagi, isinya malah menambah kisruh suasana," tegas dia.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved