Gen Z Pesimis pada Politik, Presiden BEM FISIP Unair Soroti Peran Partai di Redtalks 2025

Presiden BEM FISIP Unair, Irfan Ahmad Yasin, menyuarakan kegelisahan generasi muda terhadap kinerja parpol

|
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Titis Jati Permata
SURYA.co.id/Sulvi Sofiana
REDTALKS - Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga ( FISIP Unair), Irfan Ahmad Yasin dalam RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDIP Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Presiden BEM FISIP Unair Irfan Ahmad Yasin hadir dalam RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDIP Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025)
  • Ia menyuarakan kegelisahan generasi muda pada kinerja parpol yang dinilai belum memperjuangkan aspirasi mereka. Gen Z bukan alergi politik, tapi pesimis terhadap politik
  • Alih-alih berharap banyak pada parpol, anak muda kini memilih gerakan sosial versi mereka sendiri, terutama melalui aktivisme digital

 

SURYA.CO.ID, SURABAYA – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair), Irfan Ahmad Yasin, menyuarakan kegelisahan generasi muda terhadap kinerja partai politik (parpol) yang dinilai belum benar-benar memperjuangkan aspirasi mereka. 

Hal ini ia sampaikan dalam RedTalks, ruang dialog publik yang digelar Tribun Jatim Network bersama PDIP Jatim di Dyandra Convention Centre Surabaya, Sabtu (22/11/2025). 

Baca juga: Redtalks 2025, Peneliti Litbang Kompas Bocorkan Strategi Menang Pemilu 2029

Forum tersebut mempertemukan akademisi, pelaku usaha, budayawan, aktivis, mahasiswa, hingga perwakilan partai politik untuk membahas ulang orientasi kebijakan ekonomi Indonesia.

Anak Muda Pesimis Pada Politik

Irfan menyebut, anak muda saat ini semakin pesimis terhadap politik karena suara mereka dianggap belum tentu didengar oleh para pengambil keputusan.

Ia membuka pandangannya dengan menggambarkan keresahan yang sering ia dengar dari mahasiswa dan aktivis lain. 

Ia menilai partai politik selama ini sering menggaet anak muda hanya sebatas simbol atau pemanis elektoral.

Baca juga: Generasi Muda Jadi Penentu Transformasi Ekonomi, Guru Besar UPN Prof Martha : Mindset Harus Bergeser

Namun keterlibatan yang diberikan tidak bersifat substantif, sehingga anak muda hanya menjadi objek politik, bukan aktor yang diberi ruang untuk menyuarakan kepentingannya.

“Stigma negatif terhadap parpol itu muncul karena mereka banyak menggaet anak muda, tetapi tidak melibatkan secara aktif. Mereka hanya dijadikan objek atau komoditas politik,” katanya.

Fokus Pada Kepentingan Golongan

Ia juga menyoroti kecenderungan parpol yang dinilai hanya fokus pada kepentingan golongan atau keuntungan politik kelompok tertentu. 

Menurutnya, kondisi tersebut menjauhkan parpol dari harapan publik, terutama generasi muda yang menginginkan politik yang lebih jujur, jelas, dan berpihak pada masyarakat.

Baca juga: Natkeni Apresiasi Talkshow RedTalks Tribun Jatim Network–PDIP Jatim: Wadah Suara Anak Muda

Irfan mencontohkan kekecewaan mahasiswa setelah Pemilu 2024, khususnya terkait posisi PDIP yang diprediksi akan menjadi oposisi kuat setelah susunan kabinet diumumkan. 

Namun kenyataannya, ia dan banyak mahasiswa tidak melihat sikap oposisi tersebut tampil secara konsisten.

“Di kalangan mahasiswa, kami tidak menemukan PDIP menjadi oposisi yang kencang kepada pemerintah. Padahal harapannya parpol itu tidak berada di satu kubu saja,” jelasnya.

Soroti Kebijakan Pemerintah

Ia juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak selaras dengan kepentingan publik, namun tidak disertai kontrol kuat dari partai politik.

Irfan mencontohkan polemik pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menurutnya menyisakan banyak persoalan di lapangan.

“Ketika ada kebijakan yang tidak selaras dengan kepentingan publik, kemana perginya parpol? Jangan sampai oposisi itu hanya dilakukan mahasiswa, aktivis, atau LSM saja. Harusnya parpol juga berdiri di sana,” tegasnya.

Irfan menyebut belum ada partai yang secara penuh berani menyampaikan kritik atau oposisi kepada pemerintah.

Kondisi ini membuat mahasiswa mempertanyakan keberpihakan parpol terhadap kepentingan masyarakat.

Kekecewaan itu makin besar karena aspirasi yang disampaikan dalam demonstrasi atau forum-forum publik sering kali tidak mendapatkan respons yang signifikan.

Dari situ, menurut Irfan, muncul sikap pesimistis generasi muda terhadap dunia politik.

“Gen Z itu bukan alergi politik, tapi pesimis terhadap politik. Karena belum tentu apa yang mereka suarakan bakal didengar atau diwujudkan oleh parpol atau pemerintah,” ujarnya.

Gerakan Sosial Versi Anak Muda

Alih-alih berharap banyak kepada parpol, anak muda kini lebih memilih gerakan sosial versi mereka sendiri, terutama melalui aktivisme digital.

Irfan menyebut meme politik sebagai salah satu bentuk ekspresi generasi muda dalam mengkritik keadaan politik dengan cara yang dekat dengan keseharian mereka.

“Meme politik itu penting. Itu bagian dari ekspresi politik anak muda. Guyonan tentang politisi, menteri, itu cara kita menyampaikan kritik,” katanya.

Selain itu, mahasiswa juga mengembangkan aktivisme melalui diskusi sosial politik, kajian organisasi mahasiswa, maupun konten edukasi di media sosial. 

Irfan menilai ruang-ruang ini menjadi alternatif untuk menyampaikan aspirasi publik ketika saluran formal dirasa tidak efektif.

“Ketika kita tidak bisa berharap pada parpol, ya kita bikin gerakan sendiri. Lewat konten kajian, diskusi kampus, atau aktivisme sosial media,” ujarnya.

Menurut Irfan, gerakan politik anak muda tidak mati, hanya berubah bentuk.

Ketika jalur formal dianggap buntu, generasi muda memilih jalan baru untuk menyuarakan pendapat dan melakukan edukasi politik di ruang-ruang alternatif.

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved