Bahasa Isyarat Masuk Kurikulum Nasional: Unair Sambut Positif, Dorong Pendidikan Inklusif

Wacana bahasa isyarat masuk kurikulum nasional disambut baik akademisi Unair, Surabaya. Langkah penting menuju pendidikan inklusif

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Cak Sur
Istimewa/Dokumen Pribadi
BAHASA ISYARAT - Akademisi Universitas Airlangga (Unair) sekaligus Ketua Koordinator Airlangga Inclusive Learning (AIL), Dr. Fitri Mutia A.KS., M.Si. Menurutnya, wacana bahasa isyarat masuk ke dalam kurikulum pendidikan nasional sebenarnya bukanlah hal baru, dan sangat sejalan dengan semangat Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Wacana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Prof Dr Pratikno M.Soc.Sc., untuk mengintegrasikan bahasa isyarat ke dalam kurikulum pendidikan nasional menuai sambutan hangat dari berbagai pihak, Jumat (10/10/2025).

Salah satunya datang dari akademisi Universitas Airlangga (Unair) sekaligus Ketua Koordinator Airlangga Inclusive Learning (AIL), Dr Fitri Mutia A.KS., M.Si.

Mutia menjelaskan, gagasan ini sebenarnya bukanlah hal baru, dan sangat sejalan dengan semangat Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas. 

Aturan tersebut, secara jelas menjamin terselenggaranya pendidikan yang terfasilitasi secara memadai bagi semua peserta didik penyandang disabilitas.

“Salah satu hal yang perlu disiapkan termasuk dukungan anggaran, sarana prasarana, serta sumber daya manusia seperti guru dan dosen. Di sana juga disebutkan penyediaan kurikulum yang inklusif. Jadi, kita perlu memfasilitasi bagaimana jika di institusi pendidikan kita ada teman-teman tuli,” jelas Mutia.

Tantangan Perubahan Cara Pandang Masyarakat

Meskipun dasar hukum telah ada, Mutia menekankan, bahwa aturan saja tidak cukup, tanpa diikuti oleh perubahan mendasar dalam cara pandang masyarakat terhadap penyandang disabilitas tuli. 

Menurutnya, masih banyak yang keliru menganggap bahwa kaum tuli lah yang seharusnya menyesuaikan diri dengan bahasa formal, bukan sebaliknya.

“Padahal kemampuan berbahasa isyarat bukan hanya kewajiban bagi penyandang tuli, melainkan tanggung jawab bersama. Yang paling efisien memang bahasa isyarat, karena membaca gerak bibir atau voice-to-text belum tentu akurat,” imbuhnya.

Pentingnya Keterlibatan Komunitas Tuli

Dalam upaya perumusan kebijakan maupun proses pembelajaran bahasa isyarat, Mutia sangat menekankan pentingnya keterlibatan komunitas tuli. 

Ia berpendapat bahwa, layaknya bahasa lain, bahasa isyarat idealnya dipelajari langsung dari penutur aslinya.

“Dalam proses belajar dan mengajarkan bahasa isyarat tidak boleh sembarangan. Harus dari yang sudah terverifikasi. Tidak adil jika membuat kebijakan tanpa melibatkan mereka,” tegasnya.

Persiapan Menyeluruh untuk Pendidikan Inklusif Berkelanjutan

Agar wacana masuknya bahasa isyarat ini dapat berjalan secara berkelanjutan dan efektif, Mutia menyerukan agar seluruh aspek pendidikan harus disiapkan secara menyeluruh. 

Sumber: Surya
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved