25 Warga Bedak Manyar Gresik Dibebani Tarif Non Subsidi, Pengajuan Listrik Subsidi Tidak Dilayani
Padahal selama menempati lahan bedak, GP bersama pedagang lainnya kesulitan mendapat aliran listrik subsidi dari pemerintah
Penulis: Sugiyono | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, GRESIK - GP (45) bersama EH (43), warga di bedak Manyar, Kecamatan Manyar, Gresik harus memakai kipas manual untuk merawat kaki putrinya yang mengelupas akibat kecelakaan yang diduga salah penangangan medis, Rabu (10/9/2025).
GP terpaksa memakai kipas manual atau kipas tangan, karena seperti penghuni bedak lainnya kesulitan mendapat aliran listrik subsidi dari pemerintah selama bertahun-tahun.
Sementara putri GP, berinisial A (17), yang masih duduk di bangku SMA harus berbulan-bulan berbaring di kasur lantai kayu untuk mendapat pengipasan setiap detik. Kalau tidak mendapatkan kipas angin, maka lalat akan menghinggapi dan kulit kaki yang terbuka akan mengeluarkan air.
“Kejadian ini setelah kecelakaan. Kemudian ditangani dokter tetapi salah penanganan, akhirnya kulit mengelupas dan harus ditambal dengan kulit lain. Dari penambalan tersebut tidak langsung kering. Sehingga harus terus mendapat angin, agar cepat kering dan tidak berair,” kata GP sambil menjaga warung kopi, Rabu (10/9/2025).
Padahal selama menempati lahan bedak, GP bersama pedagang lainnya kesulitan mendapat aliran listrik subsidi dari pemerintah. Sehingga terpaksa mendapat listrik non subsidi dengan tarif sangat mahal.
“Ada 25 penghuni bedak yang membutuhkan listrik. Mereka memiliki berbagai usaha. Ada warung, besi tua, dan warung makan. Kami sudah mengajukan pemasangan meteran listrik, tetapi tidak dilayani,” katanya.
Sementara pendamping pedagang bedak Manyar, Abdullah Syafi’i mengatakan, sebenarnya masyarakat yang menempati bedak tersebut berhak mendapatkan aliran listrik subsidi, sebab mereka juga warga Indonesia. Sedangkan, warga yang tinggal di sebelah Timur milik PT Garam telah dipasangi listrik subsidi.
“Kami sudah berkoordinasi dengan PLN yang dimediasi camat, namun mediasi gagal karena alasan PLN surat keberatan dari PT Garam yang mengaku mempunyai surat hak guna bangunan (SHGB). Tetapi SHGB sudah habis tahun 2022,” kata Abdullah Syafi’i.
Abdullah Syafi’i menambahkan, kebutuhan listrik adalah hak dasar masyarakat untuk hidup layak dan nyaman. Apalagi ada salah satu anggota keluarga bedak yang mengalami luka kulit dan membutuhkan listrik untuk kipas angin.
Selain itu warga juga siap pindah jika PT Garam memerlukan lahan tersebut. Sedangkan selama bertahun-tahun lahan tersebut tidak produktif.
“Bayangkan, hidup di negara merdeka tetapi rakyat untuk mendapat layanan listrik subsidi dari pemerintah saja sulit. Apalagi untuk hidup layak dan nyaman. Kami harapkan negara hadir untuk rakyat, bukan untuk penguasa,” pungkasnya. *****
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.