Berita Viral

Alasan Menkeu Purbaya Sebut Utang Indonesia Aman Padahal Tembus Rp 9138 Triliun: Bukan Nominalnya

Menkeu Purbaya pastikan utang RI Rp9.138 triliun masih aman. Alasnanya, rasio utang di bawah 40% PDB, jauh lebih rendah dari negara maju.

Tribunnews/Igman
UTANG INDONESIA - Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa di Istana Negara, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Ia menyebut Utang Indonesia Aman Padahal Tembus Rp 9138 Triliun. 

SURYA.co.id - Nilai utang pemerintah Indonesia yang tercatat mencapai Rp9.138 triliun per Juni 2025 dinilai masih dalam batas aman oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.

Menurut Purbaya, tingkat risiko utang suatu negara tidak bisa diukur dari besar kecilnya nominal, melainkan dari rasio terhadap kekuatan ekonomi nasional.

“Kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan sektor ekonominya,” jelas Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025), melansir dari Tribunnews.

Ia menyebut, rasio utang pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini masih berada di angka 39,86 persen, jauh di bawah ambang batas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Rasio Utang Indonesia di Bawah Negara Maju

Lebih lanjut, Purbaya menegaskan bahwa rasio utang Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju.

“Ini kan 99 persen, sekarang masih di bawah 39 persen dari PDB kan, jadi dari skandal ukuran internasional itu masih aman,” ujarnya.

Sebagai pembanding, rasio utang negara-negara Eropa berada di atas 80 persen, Jerman mendekati 100 persen, Amerika Serikat bahkan melampaui 100 persen, sedangkan Jepang mencapai lebih dari 250 persen dari PDB mereka.

Purbaya kemudian memberikan ilustrasi sederhana untuk memahami konteks utang negara.

“Anda bayangkan kalau saya punya penghasilan Rp1 juta per bulan dengan Pak Sekjen Rp100 juta per bulan, maka utang saya Rp1 juta itu sama dengan penghasilan saya satu bulan. Tetapi untuk Pak Sekjen hanya 1 per 100 dari pendapatan. Dia gampang membayar, sedangkan saya sulit,” tutur Purbaya.

Purbaya meminta agar isu utang pemerintah tidak dibesar-besarkan, sebab bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap kondisi ekonomi nasional.

“Utang jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif karena ada standar nasional dan internasional yang (menunjukkan) kita cukup prudent (bijaksana),” kata dia.

Komitmen Kontrol Belanja Negara

Meski demikian, Menkeu menegaskan pemerintah akan memperketat pengawasan belanja negara agar penggunaan anggaran lebih efisien.

“Ke depan kita akan cepat coba kontrol belanja pemerintah kita, supaya lebih baik, sehingga yang nggak perlu-perlu saya bisa mulai potong,” tegasnya.

Sebagai catatan, total utang pemerintah hingga akhir Juni 2025 terdiri atas:

Pinjaman sebesar Rp1.157,18 triliun, dengan rincian pinjaman luar negeri Rp1.108,17 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp49,01 triliun.

Surat Berharga Negara (SBN) menjadi porsi terbesar dengan nilai Rp7.980,87 triliun.

SBN berdenominasi rupiah mencapai Rp6.484,12 triliun, sedangkan SBN valuta asing (valas) bernilai Rp1.496,75 triliun.

Dengan struktur tersebut, pemerintah masih berada di jalur fiskal yang terkendali, sejalan dengan kebijakan menjaga keseimbangan antara pembiayaan pembangunan dan keberlanjutan fiskal jangka panjang.

Pernyataan Menkeu Purbaya menunjukkan bahwa isu utang negara sebaiknya dilihat secara proporsional, bukan hanya dari besar angkanya. Rasio utang terhadap PDB yang masih di bawah 40 persen menandakan pengelolaan fiskal Indonesia tergolong hati-hati.

Meski begitu, transparansi dan efisiensi belanja publik tetap penting agar kepercayaan terhadap kebijakan keuangan negara terjaga.

Pemerintah perlu memastikan setiap rupiah dari utang digunakan untuk kegiatan produktif yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Menkeu Purbaya Ogah Bayar Utang Kereta Cepat

Menteri Keuangan Purbaya tegas menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Hal ini merespon opsi yang disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria terkait pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya deviden sendiri," ujar Purbaya saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

Terlebih Danantara kata Purbaya dalam satu tahun mengantongi sebesar Rp 80 triliun dari deviden. Sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devidennya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment," tegas dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang kereta cepat ini bentuknya business to business. Artinya tidak ada utang pemerintah.

“Tidak ada utang pemerintah, karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, dimana konsorsium Indonesianya dimiliki oleh PT KAI," tegas Suminto.

Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Untuk menutup pembengkakan biaya tersebut, proyek ini memperoleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) senilai 230,99 juta dollar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp 6,98 triliun.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China Beijing Yawan HSR Co. Ltd yang memegang 40 persen saham.

Komposisi pemegang saham PSBI saat ini adalah:

- PT Kereta Api Indonesia (Persero): 51,37 persen
- PT Wijaya Karya (Persero) Tbk: 39,12 persen
- PT Jasa Marga (Persero) Tbk: 8,30 persen
- PT Perkebunan Nusantara I: 1,21 persen

Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp 116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dollar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved