Berita Viral

Rekam Jejak 12 Tokoh yang Ajukan Amicus Curiae untuk Nadiem Makarim di PN, Ada Eks Jaksa Agung

12 tokoh yang mengajukan amicus curae atau sahabat pengadilan di sidang gugatan praperadilan Nadiem Makarim.

Editor: Musahadah
kolase tribunnews/kompas.com/kompas TV
AMICUS CURIAE - Marzuki Darusman dan Goenawan Mohamad, termasuk dua daru 12 tokoh yang mengajukan amicus curiae di sidang praperadilan Nadiem Makarim. 

Namun di posisi itu, ia hanya menjabat sejak 5 Juli hingga 23 Juli 2001 saja.

Kemudian pada pemilihan umum (Pemilu) 2004, ia terpilih kembali menjadi anggota DPR untuk daerah pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Barat.

Selain di kancah politik, Marzuki Darusman juga malang-melintang di beberapa komisi hak asasi manusia nasional dan internasional.

Ia diketahui menjadi direktur pendiri Pusat Sumber Daya Hak Asasi Manusia (HAM) untuk ASEAN.

Nama Marzuki Darusman juga pernah ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menjadi tiga anggota Komisi Penyelidikan PBB untuk menyelidiki pembunuhan mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto.

4. Todung Mulya Lubis

Todung Mulya Lubis TPN Ganjar-Mahfud ungkap Nasib Kapolda yang Mau Bersaksi untuk Ganjar-Mahfud di Sidang MK.
Todung Mulya Lubis TPN Ganjar-Mahfud ungkap Nasib Kapolda yang Mau Bersaksi untuk Ganjar-Mahfud di Sidang MK. (Kompas.com)

Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M. adalah seorang diplomat, ahli hukum penyelesaian sengketa, penulis asal Indonesia. 

Ia juga merupakan tokoh gerakan hak asasi manusia (HAM).

Todung Mulya Lubis lahir di Tapanuli Selatan pada 4 Juli 1949.

Todung Mulya Lubis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Jambi pada tahun 1963, melanjutkan ke SMP di Pekanbaru pada tahun 1966, dan menyelesaikan jenjang SMA di Medan pada tahun 1968.

Ia juga berhasil meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Indonesia pada 1974 dan kemudian mengikuti kursus hukum di Institute of American and International Law di Dallas (1977).

Todung Mulya Lubis memperoleh gelar master (LL.M) dari University of California di Berkeley pada tahun 1978 dan Harvard University pada tahun 1987. 

Tahun 1990, ia menerima gelar Doctor of Juridical Science (SJD) dari University of California di Berkeley dengan disertasi berjudul In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia's New Order 1966-1990. 

Tahun 2017, ia menerima penghargaan Elise and Walter A. Haas International Award dari University of California di Berkeley.

Todung Mulya Lubis memulai kariernya di bidang hukum dengan mendirikan The Law Office of Mulya Lubis and Partners pada tahun 1991.

Ia juga meniti karier di bidang akademik dengan mengajar sebagai Honorary Professor di University of Melbourne, Australia pada 2014.

Tak hanya itu, ia juga mengajar di Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada 2018, Todung Mulya Lubis ditunjuk sebagai sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Todung Mulya Lubis juga telah menghasilkan karya tulis dalam bentuk fiksi dan non-fiksi, termasuk sebuah novel berjudul Menunda Kekalahan (2021), tiga buku kumpulan puisi (Pada Sebuah Lorong, 1988; Sudah Waktunya Kita Membaca Puisi, 1999; Jam-Jam Gelisah, 2006), tiga jilid catatan harian, serta sebuah buku referensi akademik yang diadaptasi dari disertasinya berjudul Mencari Hak Asasi Manusia (2021).

Pada tahun 2019, delapan puisi karya Todung Mulya Lubis diabadikan dalam bentuk musikalisasi oleh duo Ari Malibu dan Reda Gaudiamo melalui album bertajuk Perjalanan (AriReda, 2019).

5. Goenawan Mohamad

Goenawan Mohamad, sastrawan yang juga aktivis media hadir di acara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bersama politisi PDI Perjuangan, Andi Budiman di Surabaya, Sabtu (6/4/2019).
Goenawan Mohamad, sastrawan yang juga aktivis media hadir di acara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bersama politisi PDI Perjuangan, Andi Budiman di Surabaya, Sabtu (6/4/2019). (surabaya.tribunnews.com/bobby constantine koloway)

Goenawan Mohamad memiliki nama lengkap Goenawan Susatyo Mohamad lahir Batang, Jawa Tengah pada 29 Juli 1941.

Goenawan merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara.

Ayahnya adalah tokoh pergerakan di kotanya.

Goenawan merupakan alumni Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Pada 1965/1966, Goenawan mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan di College d'Europe, Brugge, Belgia.

Setelah itu, dia berkuliah di Universitas Oslo, Norwegia, pada 1966.

Goenawan juga pernah mengenyam pendidikan di Universitas Harvard dalam bidang pengetahuan pada 1989/1990.

Namun, karena perhatiannya lebih tertarik pada masalah masyarakat, kebudayaan, dan sastra, ia tidak pernah memperoleh gelar dari pendidikan tingginya itu.

Dia kemudian menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memperoleh dua orang anak, yaitu Hidayat Jati dan Paramitha.

Selain menulis puisi dan esai, Goenawan juga merintisi karier di dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan Harian Kami pada 1966.

Dia kemudian ikut mendirikan dan memimpin redaksi majalah Ekspres pada 1970—1971.

Gonawan juga tercatat pernah menjadi pemimpin redaksi Tempo sejak 1971—1998 dan majalah Zaman pada 1979—1985.

6. Betti Alisjahbana, pegiat antikorupsi, juri Bung Hatta Anti Corruption Award.

7. Arief T Surowidjojo, pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia. 

8. Natalia Soebagjo, Transparency International. 

9. Hilmar Farid, aktivis dan akademisi.

10. Arsil, peneliti senior LeIP.  

11. Rahayu Ningsih Hoed, advokat. 

12. Nur Pamudji, eks Direktur Utama PLN 2011–2014.  

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sidang Praperadilan Nadiem Makarim, Siapa 12 Tokoh yang Ajukan Amicus Curiae?"

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved