Respons Wamenkeu dan Menko Airlangga Soal Kabar Sri Mulyani Mundur dari Kabinet, Kompak Jawab Begini

Begini respons Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) dan Menko Airlangga Hartarto terkait kabar Sri Mulyani mundur dari kabinet.

|
Tribunnews/Irwan
SRI MULYANI MUNDUR - Menteri Keuangan Sri Mulyani yang saat ini viral dikabarkan mundur dari kabinet merah putih. Begini Respons Wamenkeu dan Menko Airlangga. 

SURYA.co.id - Begini respons Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) dan Menko Airlangga Hartarto terkait kabar Sri Mulyani mundur dari kabinet.

Mereka kompak memilih untuk bungkam.

Rumor itu mencuat setelah Sri Mulyani bertemu Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, dan kian ramai diperbincangkan usai kediamannya di Bintaro, Tangerang Selatan, mengalami aksi penjarahan pada Minggu (31/8/2025) dini hari.

Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menjadi salah satu pejabat yang enggan memberikan penjelasan terkait kabar tersebut.

Saat ditemui wartawan di Istana Kepresidenan, ia hanya mengatakan, "Nanti ya, nanti ya. Nanti setelah rapat kabinet," pada Minggu, melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Beredar Kabar Sri Mulyani Mundur dari Kabinet Merah Putih

Sikap serupa ditunjukkan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Keduanya tak ingin berkomentar banyak.

"Kita rapat dulu ya, terima kasih," kata Suahasil singkat.

Sementara Airlangga hanya menambahkan, "Belum saya dengar, terima kasih ya."

Kompas.com juga mencoba mengonfirmasi kabar ini melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Deni Surjantoro, sejak Minggu pagi.

Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban yang diberikan.

Tanggapan Cak Imin

Isu pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari Kabinet Indonesia Maju mencuat di tengah situasi politik yang memanas.

Kabar tersebut beredar luas pada Minggu, 31 Agustus 2025, hanya beberapa jam setelah rumah pribadi Sri Mulyani di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, dijarah massa dini hari.

Rumor menyebutkan bahwa Sri Mulyani telah mengajukan pengunduran diri secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.

Menanggapi isu tersebut, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, memberikan respons singkat.

“Ah nggak tahu saya,” kata Cak Imin saat ditemui Tribunnews.com di Istana Negara, Jakarta, Minggu siang.

Baca juga: Kondisi Rumah Sri Mulyani Setelah Diserbu Massa Dini Hari Tadi, Kini Dijaga Tentara

Cak Imin hadir di Istana memenuhi undangan Presiden Prabowo untuk menghadiri pertemuan internal kabinet.

Ia menyebut bahwa agenda hari ini akan ditutup dengan rapat kabinet, meski belum mengetahui siapa saja yang akan hadir bersama dirinya.

“Hari ini saya bersama siapa saya nggak tahu, pokoknya akan ada pertemuan dengan presiden. Terus yang kedua, nanti akan ada rapat kabinet,” ujarnya.

Ia juga mengungkap bahwa komunikasi dengan Presiden Prabowo telah berlangsung sejak hari sebelumnya. “Ya, dari kemarin sudah janjian-janjian terus,” pungkasnya.

Penjarahan Rumah Sri Mulyani Picu Spekulasi Politik

Spekulasi mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan tak lepas dari insiden penjarahan rumahnya di Bintaro, Tangerang Selatan, pada Minggu dini hari.

Rumah berkelir putih itu diserbu massa yang didominasi anak muda, dalam dua gelombang penyerbuan yang berlangsung antara pukul 00.30 hingga 02.30 WIB.

Menurut warga sekitar, Sri Mulyani tidak tinggal di rumah tersebut dan lebih sering menempati rumah dinas.

Meski begitu, massa tetap membawa sejumlah barang dari dalam rumah, termasuk lukisan, televisi, dan perabotan rumah tangga.

Insiden ini terjadi di tengah gelombang protes nasional terhadap elite politik dan pejabat negara, menyusul kebijakan kenaikan gaji DPR RI dan pernyataan kontroversial sejumlah anggota dewan.

Isu pengunduran diri Sri Mulyani dari kursi Menteri Keuangan jelas bukan kabar kecil.

Diamnya para pejabat seperti Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, maupun Airlangga Hartarto justru menambah tebal spekulasi publik.

Dalam politik, “bungkam” sering kali lebih bising daripada kata-kata.

Pernyataan singkat mereka, yang hanya menunda jawaban, menciptakan ruang kosong yang cepat diisi oleh rumor dan tafsir masyarakat.

Baca juga: Kekayaan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang Rumahnya Diduga Ludes Dijarah Massa, Lukisan Dibawa

Pertemuan Sri Mulyani dengan Presiden Prabowo di Hambalang, disusul penjarahan rumah pribadinya di Bintaro, semakin memperbesar gelombang isu.

Apalagi, hingga kini keberadaan Sri Mulyani tidak jelas, bahkan ia disebut tak hadir dalam rapat kabinet meski sudah diundang.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan: apakah diam para pejabat memang strategi komunikasi, atau justru tanda ada dinamika serius di dalam kabinet?

Komentar singkat Cak Imin yang hanya berkata, “Ah nggak tahu saya,” pun memperlihatkan bagaimana para elite memilih sikap hati-hati.

Bisa jadi ini bentuk solidaritas politik, atau sekadar menunggu komando resmi dari presiden.

Namun, di mata publik, sikap semacam itu bisa ditafsirkan sebagai ketertutupan dan ketiadaan kejelasan.

Penjarahan rumah Sri Mulyani menjadi simbol lain dari keresahan sosial yang lebih besar.

Ketika rumah seorang pejabat negara bisa diserbu massa, apalagi di tengah protes publik terhadap elite politik, itu menandakan krisis kepercayaan yang nyata.

Aksi tersebut bukan sekadar kriminalitas biasa, melainkan cermin dari kegelisahan yang lebih dalam.

Sebagai penulis, saya melihat bahwa isu ini memperlihatkan rapuhnya komunikasi politik pemerintah. Rumor berkembang jauh lebih cepat daripada klarifikasi resmi.

Di era digital, keterlambatan memberi jawaban justru bisa merugikan legitimasi. Apalagi sosok Sri Mulyani bukan tokoh sembarangan: ia selama ini dipandang sebagai figur teknokrat dengan reputasi internasional.

Mundurnya ia, jika benar terjadi, akan berdampak besar, bukan hanya pada stabilitas politik, tapi juga pada kepercayaan pasar dan arah ekonomi Indonesia.

Singkatnya, kabar ini bukan sekadar gosip politik. Ia adalah potret bagaimana krisis kepercayaan publik, kebijakan yang kontroversial, dan lemahnya komunikasi elit bisa bertemu dalam satu momen.

Dan ketika itu terjadi, setiap diam pejabat akan terdengar jauh lebih gaduh di telinga rakyat.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved