Berita Viral

Prosedur Penggunaan Rantis Saat Demo Diungkap Eks Jenderal Polisi, Imbas Tragedi Brimob Lindas Ojol

Tragedi rantis Brimob lindas driver ojol bernama Affan Kurniawan menuai reaksi keras dari eks jenderal polisi, Susno Duadji.

Kolase Tribun Jakarta dan Wartakota
PENGGUNAAN RANTIS - Kolase foto Susno Duadji dan jenazah Affan Kurniawan, driver ojol dilindas rantis Brimob, saat di rumah duka. 

SURYA.co.id - Tragedi kendaraan taktis (rantis) Brimob lindas driver ojol bernama Affan Kurniawan menuai reaksi keras dari berbagai pihak.

Salah satunya mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji.

Susno bahkan membeberkan prosedur penggunaan rantis yang benar untuk mengamankan demonstrasi.

Susno mengapresiasi langkah cepat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang segera merespons kasus ini.

Namun, ia menyayangkan insiden tersebut bisa sampai terjadi.

“Pertama, saya suatu penghargaan untuk Kapolri, karena Kapolri merespon cepat bahwa atas terjadinya peristiwa meninggalnya driver ojek karena tertabrak rantis Polri. Yang kedua, saya juga agak menyesalkan sedikit. Kenapa sampai terjadi peristiwa ini? Kan di bawah itu ada orang. Yang dihadapi orang,” ujar Susno dalam program Kompas TV, Jumat (29/8/2025).

Baca juga: 2 Pejabat yang Bereaksi Soal Affan Kurniawan Driver Ojol Dilindas Rantis Brimob, Tuntut Pemerintah

Menurut Susno, rantis tidak seharusnya dipakai untuk membubarkan massa atau mendorong kerumunan.

Kendaraan tersebut hanya difungsikan sebagai pelindung dan sarana pendukung keamanan, bukan alat penekan massa.

“Rantis itu bukan digunakan untuk mendorong massa. Tapi rantis itu adalah untuk menyelamatkan orang dan digunakan ada yang untuk water cannon dan sebagainya,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa dalam situasi berhadapan langsung dengan masyarakat, pasukan tameng seharusnya berada di barisan depan.

Bahkan itu pun, katanya, tetap dengan prinsip menahan diri dan menghindari kekerasan.

Lebih jauh, Susno mengingatkan pentingnya perubahan cara pandang aparat maupun pejabat publik dalam menyikapi aksi unjuk rasa.

Menurutnya, demonstrasi adalah hak konstitusional warga negara yang harus dijamin, bukan dianggap sebagai tindakan melawan pemerintah.

“Unjuk rasa itu bukanlah sesuatu perbuatan melanggar hukum dan bukan sesuatu yang dilarang. Tetapi sesuatu yang harus dilindungi.

Mengapa harus dilindungi? Itulah ciri daripada negara demokrasi,” tegas Susno.

Ia juga menekankan bahwa semua elemen negara, baik Polri, TNI, Satpol PP, maupun DPR, perlu ingat bahwa rakyat adalah pemilik sah negara.

Oleh karena itu, aparat harus menempatkan diri sebagai pengayom, bukan lawan masyarakat yang sedang menyampaikan aspirasi.

Baca juga: Rekam Jejak Irjen Abdul Karim, Kadiv Propam yang Gerak Cepat Amankan Brimob Pelindas Affan Ojol

Meski mengkritisi penggunaan rantis dalam kasus ini, Susno tidak menolak keberadaannya di lapangan. Ia menjelaskan kendaraan taktis tetap dibutuhkan dalam menjaga ketertiban, namun penempatannya harus sesuai dengan fungsi.

“Rantis digunakan untuk mengamankan unjuk rasa, tetapi bukan untuk mendorong membubarkan massa. Dia ditempatkan di suatu tempat tertentu sesuai dengan kondisi lapangan. Rantis di belakangnya. Jadi bukan untuk menggusur massa,” tuturnya.

Lebih lanjut, Susno menegaskan bahwa rantis dibeli menggunakan dana rakyat, demikian juga gaji aparat yang bersumber dari pajak masyarakat.

Karena itu, ia mengingatkan bahwa seluruh perangkat negara harus selalu mengingat tugas utamanya: melayani rakyat, bukan menakut-nakuti mereka.

Affan Kurniawan adalah seorang pengemudi ojek online yang meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.

Peristiwa ini terjadi ketika aparat kepolisian tengah mengamankan situasi di sekitar lokasi aksi unjuk rasa.

Kejadian bermula saat rantis Brimob melintas dan secara tragis menabrak hingga melindas Affan.

Video maupun kesaksian warga yang beredar di media sosial membuat peristiwa ini cepat menyebar dan memicu perhatian publik.

Keluarga korban, khususnya sang ayah, Zulkifli, menyatakan tidak akan menuntut hukum secara pribadi, tetapi menekankan agar keadilan ditegakkan dan pelaku yang bertanggung jawab diberi sanksi sesuai aturan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian mendatangi langsung keluarga Affan dan berjanji kasus ini akan diproses hingga tuntas melalui jalur hukum.

Dengan demikian, inti persoalan terletak pada tuntutan keadilan bagi korban dan keluarganya, serta komitmen aparat untuk mengusut secara transparan siapa yang bertanggung jawab dalam tragedi tersebut.

Pernyataan Susno Duadji dalam kasus tewasnya Affan Kurniawan memberi kita ruang refleksi yang lebih dalam soal relasi negara dan rakyatnya.

Ada dua hal penting yang bisa ditarik dari sudut pandangnya: apresiasi terhadap langkah cepat Kapolri, sekaligus kritik tajam terhadap prosedur di lapangan yang dinilai keliru.

Bagi saya, apresiasi Susno kepada Kapolri wajar, karena pemimpin institusi memang harus hadir segera di saat krisis. 

Namun, penghargaan itu tidak boleh menutup mata pada akar masalah: kenapa rantis bisa berada di posisi yang membahayakan nyawa warga sipil? Pertanyaan ini yang mestinya jadi fokus investigasi.

Lebih jauh, ketika Susno menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak demokratis yang wajib dilindungi, ia sejatinya sedang mengingatkan hal paling mendasar: negara ini milik rakyat, bukan sebaliknya.

Sayangnya, dalam praktik, unjuk rasa kerap dipandang sebagai ancaman ketertiban, bukan sebagai saluran aspirasi.

Perspektif ini menunjukkan adanya kesenjangan cara pandang antara konstitusi yang menjamin kebebasan berekspresi dan realitas lapangan yang sering represif.

Susno juga menyentil fungsi rantis yang sering disalahgunakan. Catatannya sederhana namun sangat relevan: rantis seharusnya di belakang, bukan di garis depan.

Penjelasan ini menyiratkan bahwa tragedi Affan adalah akibat dari kesalahan taktis sekaligus miskonsepsi fungsi peralatan keamanan.

Di titik ini, saya melihat suara Susno bukan sekadar kritik, melainkan pengingat keras bahwa aparat, apakah Polri, TNI, maupun Satpol PP, harus terus mengingat sumber gaji mereka: pajak rakyat. Jika rakyat adalah pemilik negara, maka logis bila aparat wajib menjadi pelindung, bukan ancaman.

Tragedi Affan bisa menjadi momentum untuk memperbaiki paradigma: dari "menertibkan rakyat" menjadi "melayani rakyat."

Dan sebagaimana pesan Susno, negara demokrasi yang sehat bukanlah negara yang takut pada demonstrasi, melainkan negara yang menghormatinya sebagai bagian dari denyut kehidupan warganya.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved