Bupati Pasuruan : LSD Kritis dan Tak Produktif Bisa Dialihfungsikan Jadi Kawasan Industri

Mas Rusdi menjelaskan, banyak lahan di Kabupaten Pasuruan yang secara administrasi tercatat sebagai LSD

Foto Istimewa Humas Pemkab Pasuruan
KUNJUNGAN KERJA - Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo saat menyuarakan apa yang terjadi di Pasuruan saat menghadiri Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI dalam rangka pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertanahan di Surabaya, Jawa Timur. 
Ringkasan Berita:
  • Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo hadiri Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI terkait sektor pertanahan di Surabaya. Ia usul Lahan Sawah Dilindungi (LSD) namun tak produktif, dapat dipertimbangkan jadi kawasan industri.
  • Mas Rusdi menyebut banyak lahan di Kabupaten Pasuruan tercatat LSD, namun kondisi di lapangan berbeda. Lahan tersebut tidak bisa ditanami dan sering terendam banjir
  • Kebijakan fleksibel terkait LSD akan sangat membantu daerah memperkuat struktur ekonomi

 

SURYA.CO.ID, PASURUAN – Lahan-lahan yang masuk kategori Lahan Sawah Dilindungi (LSD), namun berupa lahan kritis dan tidak produktif akibat banjir tahunan, dapat dipertimbangkan untuk alih fungsi menjadi kawasan industri.

Usulan itu diungkapkan Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo saat menghadiri Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI  dalam pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertanahan di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (21/11/20250

Mas Rusdi, sapaan akrabnya menyebut, permasalahan tata ruang menjadi hambatan utama bagi daerah, bukan hanya di Pasuruan, tetapi hampir semua kabupaten/kota di Indonesia.

“Saya kira apa yang kami sampaikan mewakili banyak kepala daerah. Masalah terbesar kami di daerah ini hanya satu: tata ruang. Termasuk di Pasuruan sebagai daerah penyangga Surabaya dan Sidoarjo,” katanya di hadapan pimpinan Komisi II.

Kondisi di Lapangan Berbeda

Mas Rusdi menjelaskan, banyak lahan di Kabupaten Pasuruan yang secara administrasi tercatat sebagai LSD, namun kondisi di lapangan sangat berbeda.

Sebagian lahan tersebut tidak bisa ditanami, tidak produktif, bahkan dibiarkan terbengkalai karena menjadi kawasan yang setiap tahun terendam banjir, khususnya di wilayah Grati, Winongan, hingga Kraton.

“Ada lahan yang statusnya LSD, tapi tidak bisa ditanami apa pun. Lahan itu sudah kritis. Di Grati dan Winongan setiap tahun banjir, di Kraton juga banjir. Lahan-lahan seperti ini justru tidak memberi manfaat apa pun,” urainya.

Pasuruan Wilayah yang Diminati Investor

Politisi muda Partai Gerindra ini menyebutkan, Pasuruan sebagai daerah penyangga Surabaya dan Sidoarjo seringkali menjadi lokasi yang diminati investor.

Namun ketika perusahaan ingin masuk, proses investasi itu terbentur aturan tata ruang, terutama karena status LSD, LBS, atau LP2B yang sangat ketat.

“Setiap ada industri mau masuk, pasti terhambat persoalan tata ruang. Mau ajukan perubahan tata ruang saja prosesnya luar biasa sulit,” keluhnya.

Pemkab Pasuruan bahkan telah mengajukan perubahan RTRW ke Kementerian ATR/BPN, tetapi hingga kini masih belum disetujui.

Ia menegaskan, pemerintah kabupaten adalah pihak yang paling mengetahui kondisi riil lahan di daerah, sehingga daerah perlu diberi ruang untuk mengatur pemanfaatan lahan tidak produktif.

Manfaat Ekonomi

Dalam paparannya, Mas Rusdi memberikan gambaran manfaat ekonomi jika lahan kritis tersebut dapat digunakan sebagai kawasan industri.

“Jika lahan 1 hektare itu tidak bisa ditanami, ia tidak menghidupi siapa pun. Tapi jika lahan kritis itu bisa dipakai untuk pabrik, bisa menyerap 100–200 tenaga kerja. Ini mengurangi pengangguran. Manfaatnya jelas,” ujarnya.

Ia menegaskan, kebijakan fleksibel terkait lahan kritis yang berstatus LSD akan sangat membantu daerah memperkuat struktur ekonomi, membuka lapangan kerja, dan menarik investasi baru.

Berharap Kebijakan yang Adaptif

Ia berharap, Komisi II DPR RI dapat menjembatani kebutuhan daerah terhadap perubahan kebijakan tata ruang, khususnya untuk lahan-lahan yang secara faktual tidak lagi berfungsi sebagai lahan pertanian.

“Kami mohon ada kebijakan yang lebih adaptif. Karena kondisi di lapangan tidak semua sama dengan yang tertera di peta tata ruang pusat,” jelasnya.

Mas Rusdi menegaskan, pengaturan yang lebih fleksibel akan memberi peluang besar bagi daerah untuk mengembangkan industri tanpa mengorbankan lahan pertanian produktif yang benar-benar harus dilindungi. 

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved