Perkuat Nasionalisme Pemuda, Situs Persada Soekarno Kediri Luncurkan Program Outbound Kebangsaan

"Pemuda harus merasakan langsung semangat persatuan, bukan hanya mendengarnya dari guru atau membaca dari buku," imbuhnya.

Penulis: Isya Anshori | Editor: Deddy Humana
situs Ndalem Pojok Kediri
DISKUSI PUBLIK - Diskusi publik dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 di Situs Persada Soekarno Ndalem Pojok Kediri Senin (27/10/2025) malam. 

SURYA.CO.ID, KEDIRI - Menurunnya semangat kebangsaan di kalangan generasi muda menjadi sorotan utama dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 di Situs Persada Soekarno Ndalem Pojok Kediri, Senin (27/10/2025) lalu. 

Dalam acara bertajuk Darurat 83,3 Persen Generasi Muda Tak Paham Kebangsaan, para tokoh masyarakat, aktivis, dan lembaga kebangsaan sepakat meluncurkan program Outbound Kebangsaan sebagai langkah konkret untuk memperkuat nasionalisme generasi muda.

Program ini digagas Situs Persada Soekarno Kediri sebagai bentuk respons atas hasil survey Setara Institute.

Survey itu menyebut 83,3 persen pelajar SMA di Indonesia beranggapan bahwa Pancasila bukan ideologi final dan bisa diganti. Fakta itu menjadi alarm keras bahwa kesadaran kebangsaan di kalangan pelajar mulai terkikis.

"Kalau tidak ada langkah nyata untuk menyikapi merosotnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda, maka masa depan Indonesia menjadi taruhannya," tegas Hendra Wijanarko, Panitia Tasyakuran Hari Sumpah Pemuda Situs Persada Soekarno, Rabu (29/10/2025). 

Hendra menambahkan, program Outbound Kebangsaan dirancang agar nilai-nilai cinta tanah air, gotong royong, dan solidaritas sosial bisa ditanamkan melalui kegiatan lapangan yang interaktif, bukan sekadar teori di kelas. 

"Pemuda harus merasakan langsung semangat persatuan, bukan hanya mendengarnya dari guru atau membaca dari buku," imbuhnya.

Moderator diskusi kebangsaan Ari Hakim juga menyoroti pentingnya pendidikan kharakter yang membumi. Menurutnya, angka survey Setara Institute tidak bisa diabaikan karena menjadi refleksi bahwa sistem pendidikan harus berubah.

"Kami tidak mengatakan survey itu sepenuhnya benar, tetapi ini alarm moral bagi kita semua. Pendidikan kebangsaan harus kembali diperkuat, bukan hanya lewat teori di ruang kelas, tapi lewat pengalaman nyata," kata Hakim.

Dari sisi pemerintah daerah, Wawan Sugiraharjo dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Kediri menilai perubahan zaman telah memengaruhi pola pikir generasi muda.

Wawan menyebut bahwa metode pendidikan kebangsaan perlu disesuaikan dengan gaya berpikir generasi milenial, Z, dan Alfa.

"Generasi saat ini tidak sama dengan generasi sebelumnya. Dunia mereka sudah berubah. Karena itu, pendidikan kebangsaan harus disampaikan dengan bahasa yang mereka pahami," jelasnya.

Program Outbound Kebangsaan menggabungkan kegiatan kebangsaan dengan pembelajaran interaktif di alam terbuka, seperti permainan kolaboratif, diskusi nilai-nilai persatuan, serta simulasi kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Konsep ini diharapkan bisa diterapkan mulai dari jenjang TK hingga SMA di seluruh Kediri.

"Kami ingin menghadirkan pendidikan kebangsaan yang menarik dan bermakna bagi generasi muda. Mereka perlu mengalami langsung semangat kebersamaan dan cinta tanah air, bukan sekadar mempelajarinya lewat layar digital," ungkap Ketua Harian Situs Persada Soekarno Kediri, Kushartono. 

Puncak acara ditutup dengan Doa Lintas Agama dan Deklarasi Kembali Menjadi Bangsa Indonesia. Kegiatan tersebut menjadi simbol persatuan lintas agama dan budaya.

Sekaligus bentuk tekad bersama untuk menjaga semangat Sumpah Pemuda 1928 agar tetap hidup di tengah tantangan globalisasi.

"Walau hanya setetes air, kami ingin respons terhadap merosotnya kesadaran kebangsaan ini benar-benar nyata. Jadi bukan sekadar didiskusikan, tetapi diwujudkan dalam tindakan konkret,” pungkas pria yang akrab disapa Pak Kus.  *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved