Proyek Real Estate Prigen Pasuruan Tidak Gunduli Hutan, PT SPP Jamin 65 Persen Lahan Menjadi RTH

Berdasarkan izin tersebut, kawasan Prigen ditetapkan sebagai zona permukiman, bukan kawasan hutan atau konservasi.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/Galih Lintartika (Galih)
MENJAGA HUTAN - Teguh Jatmiko, Staf Umum PT SSP menegaskan pembangunan real estate di lereng Arjuno-Welirang Pasuruan tidak akan berdampak kerusakan hutan. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - PT Stasionkota Sarana Permai (SSP) akhirnya buka suara menanggapi pemberitaan dan gelombang penolakan warga terkait rencana pembangunan real estate di lereng Gunung Arjuno–Welirang, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

Pihak SSP menegaskan, seluruh proses perizinan dan legalitas lahan yang akan dikembangkan telah sesuai dengan ketentuan hukum dan tata ruang yang berlaku.

Kawasan seluas 22,5 hektare yang akan dibangun itu, menurut PT SSP, tidak lagi berstatus kawasan hutan. Hal tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.375/Menhut-II/2004 per 8 Oktober 2004 tentang Pelepasan Kelompok Hutan Gunung Arjuno bagian hutan Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

Sebagai pengganti, pemerintah telah menetapkan lahan seluas 225,9 hektare di Kabupaten Blitar dan Malang melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6404/KPTS-II/2002.

“Status lahannya sudah sah secara hukum. SK pelepasan dari Kementerian Kehutanan kami miliki, dan sejak 2004 kawasan tersebut bukan lagi kawasan hutan,” ujar Teguh Jatmiko, Staf Umum PT SSP saat dikonfirmasi, Minggu (12/10/2025).

Teguh menegaskan, dari total lahan yang dimiliki perusahaan, hanya sekitar 35 persen yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan. Masih ada 65 persen yang akan tetap difungsikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH).

“Jangan dibayangkan hutannya akan gundul. Kami justru ingin menjaga keseimbangan lingkungan dengan menata ulang kawasan hijau agar lebih terpelihara,” jelas Teguh.

Menurut Teguh, konsep pembangunan PT SSP mengusung prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang menempatkan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi secara seimbang.

PT SSP juga telah mengantongi sejumlah dokumen legalitas penting, di antaranya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) yang diterbitkan pada 28 Januari 2025. 

Berdasarkan izin tersebut, kawasan Prigen ditetapkan sebagai zona permukiman, bukan kawasan hutan atau konservasi.

Selain itu, perusahaan tengah memproses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) bekerja sama dengan instansi teknis terkait. Konsultasi publik juga telah digelar di Kelurahan Ledug beberapa waktu lalu, sebagai bentuk keterbukaan informasi kepada masyarakat.

“Kami terbuka terhadap saran dan kritik. Prinsip kami sederhana : pembangunan harus memberi manfaat, bukan kerugian bagi masyarakat sekitar,” tegasnya.

PT SSP memastikan, proyek akan dilaksanakan secara bertahap dengan pengawasan ketat terhadap dampak sosial dan lingkungan. Jika ditemukan potensi gangguan terhadap ekosistem, perusahaan siap melakukan penyesuaian atau peninjauan ulang.

“Kami siap berkoordinasi dengan pemerintah daerah, lembaga lingkungan, maupun masyarakat. Bila ada masukan yang konstruktif, tentu akan kami evaluasi,” imbuh Teguh.

Lebih lanjut, PT SSP menolak anggapan bahwa lokasi pembangunan berada di zona konservasi atau berpotensi mengganggu sumber mata air.

Sumber: Surya
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved