Penilaian Praktisi Hukum Soal Warga Jombang Dituduh Curi Listrik dan Didenda Rp 7 Juta

Praktisi hukum di Kabupaten Jombang, Jatim, menyoroti dugaan pelanggaran prosedur dalam kasus Nur Hayati yang dituduh curi listrik dan kena denda

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Anggit Puji Widodo
LISTRIK DIPUTUS - Nur Hayati saat dikonfirmasi di kediamannya dan menunjukkan surat tagihan PLN di Dusun Kejombon, Desa Dapurkejambon, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Kamis (9/10/2025). Praktisi hukum, Beny Hendro menilai tindakan PLN yang langsung memutus aliran listrik tanpa pemeriksaan bersama dan tanpa pemberitahuan lebih dahulu, merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip due process of law. 

SURYA.CO.ID, JOMBANG – Polemik antara Nur Hayati, warga Desa Dapurkejambon, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (Jatim) dengan PT PLN (Persero) terkait tuduhan pencurian daya listrik kian memanas. 

Kali ini, kalangan hukum turut angkat bicara, menyoroti dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan PLN dalam penanganan kasus tersebut. 

Praktisi hukum menyebut, langkah PLN berpotensi melanggar hukum pidana.

Praktisi hukum asal Jombang, Beny Hendro, menegaskan bahwa setiap tuduhan bersifat pidana harus didasari bukti kuat dan dilakukan sesuai mekanisme hukum yang berlaku. 

"Menuduh seseorang tanpa dasar pembuktian yang sah, bisa termasuk pencemaran nama baik atau fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP," ucap Beny, Jumat (10/10/2025).

Baca juga: Warga Jombang Dituduh Curi Listrik, Sambungan Diputus dan Kena Denda Rp 7 Juta

Beny menilai tindakan PLN yang langsung memutus aliran listrik tanpa pemeriksaan bersama dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip due process of law. 

"Warga tidak diberi kesempatan untuk klarifikasi. Tiba-tiba listrik diputus, lalu muncul tagihan hampir tujuh juta rupiah. Itu tidak sejalan dengan asas keadilan," tegasnya.

Potensi Pelanggaran Pidana Lain: Pemerasan hingga Penyalahgunaan Wewenang

Lebih lanjut, Beny mengidentifikasi potensi pelanggaran pidana lain, jika terbukti adanya tekanan atau paksaan dalam proses pembayaran denda. 

Menurutnya, tindakan semacam itu dapat dikategorikan sebagai pemerasan, sesuai Pasal 368 KUHP. 

"Kalau pelanggan merasa dipaksa membayar tanpa tahu kesalahannya, itu bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga bisa pidana," ungkapnya.

Ia juga menyoroti kemungkinan adanya unsur penyalahgunaan wewenang oleh oknum petugas PLN. 

Jika terbukti ada motif mencari keuntungan pribadi dari jabatan yang diemban, pasal yang digunakan bisa mengacu pada Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

"Pasal 12 huruf e UU Tipikor bisa diterapkan jika terbukti ada unsur mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan jabatan," jelas Beny.

Kronologi: Meteran Berlubang, Tagihan Jutaan Rupiah

Sumber: Surya
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved