Aktivis Pasuruan Menilai Kekecewaan Pada Pemerintah Sulut Unjuk Rasa, Tetapi Anarkhisme Tetap Pidana

Transparansi, akuntabilitas, serta penegakan hukum yang tegas dan proporsional disebutnya kunci meredam kekecewaan publik.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Deddy Humana
surya/galih lintartika
KRITIK ANARKHISME - Aktivis Pasuruan, Lujeng Sudarto mengomentari aksi kekerasan dan perusakan yang seharusnya tidak terjadi saat demo memperjuangkan aspirasi rakyat. 

SURYA.CO.ID, PASURUAN - Meletupnya aksi-aksi perusakan dan kerusuhan di beberapa daerah, seperti menodai tujuan mulia dari demonstrasi yang semula memperjuangkan rakyat.

Hal ini mendapat sorotan dari aktivis Pasuruan yang menilai anarkhisme dalam unjuk rasa tidak dibenarkan dalam hukum.

Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA), Lujeng Sudarto menegaskan, unjuk rasa yang berujung anarkhis tidak bisa dibenarkan dalam kerangka hukum di Indonesia.

Menurutnya, meski demonstrasi merupakan hak warga negara dan dijamin konstitusi, tindak kekerasan dan penjarahan tetap merupakan pelanggaran pidana. “Tindak anarkis dan penjarahan itu jelas pelanggaran hukum,” kata Lujeng, Selasa (2/9/2025) lalu.

Ia menjelaskan, aksi massa yang berubah menjadi anarkhis biasanya dipicu oleh sejumlah faktor.

Antara lain kekecewaan publik terhadap kebijakan pemerintah, rusaknya tatanan sosial, hingga lemahnya kepercayaan kepada institusi penegak hukum maupun wakil rakyat.

Faktor lain yang turut mempercepat eskalasi adalah peran media sosial dalam menyebarkan isu secara masif.

“Rasa ketidakadilan membuat publik kecewa, dan itu bisa meledak dalam bentuk anarkisme. Tetapi sekali lagi, demonstrasi berbeda dengan tindakan kriminal,” tegasnya.

Lujeng menekankan, diperlukan solusi struktural untuk mengurangi potensi anarkhisme dalam unjuk rasa.

Transparansi, akuntabilitas, serta penegakan hukum yang tegas dan proporsional disebutnya kunci meredam kekecewaan publik.

“Dalam konteks hukum, kita memerlukan budaya hukum yang aktif. Artinya, masyarakat maupun aparat penegak hukum harus memahami dan menaati aturan secara substansial, bukan sekadar formalitas,” pungkasnya. *****

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved