Raperda Penanggulangan Bencana, Fraksi PDIP DPRD Jatim: Butuh Sinergi Seluruh Pihak

DPRD Jatim melakukan rapat paripurna pandangan fraksi soal Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana

Penulis: Yusron Naufal Putra | Editor: irwan sy
Yusron Naufal Putra/TribunJatim.com
PARIPURNA - Rapat Paripurna DPRD Jatim yang berlangsung Senin (13/10/2025). Rapat paripurna ini beragenda Pemandangan Umum Fraksi atas Raperda tentang Perubahan atas Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Timur. 

SURYA.co.id, SURABAYA - DPRD Jatim melakukan rapat paripurna beragenda Pemandangan Umum Fraksi atas Raperda tentang Perubahan atas Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana, Senin (13/10/2025).

DPRD Jatim berharap dengan adanya Perda ini penanggulangan bencana di Jawa Timur dapat semakin optimal.

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim memberikan rekomendasi agar partisipasi stakeholder terus dilakukan, guna memastikan kolaborasi terjalin tidak hanya pada saat bencana namun juga upaya pengurangan risiko dan edukasi publik.

Baca juga: DPRD Jatim Ajak Masyarakat Refleksikan Perjalanan 80 Tahun Jawa Timur

"Kami mengusulkan agar Pemprov membentuk Forum Penanggulangan Bencana Daerah (FPBD) yang beranggotakan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha dan media," kata Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD Jatim, Martin Hamonangan.

Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Jatim Deni Wicaksono dan turut dihadiri jajaran pimpinan dewan.

Selain itu, Wakil Gubernur dan jajaran OPD Pemprov Jawa Timur turut hadir dalam rapat paripurna ini.

Dalam laporan tersebut, Martin menilai Forum Penanggulangan Bencana Daerah atau FPBD sangat penting.

Fungsinya sebagai wadah komunikasi permanen yang mengintegrasikan peran pentahelix dalam mitigasi, kesiapsiagaan, hingga rehabilitasi pasca bencana.

Keberadaan forum ini dinilai juga akan memperkuat jaringan sosial dan memastikan kolaborasi tidak berhenti pada saat bencana, tetapi berlanjut dalam upaya pengurangan risiko dan edukasi publik.

Selain itu, rekomendasi lain yang disampaikan adalah terkait aspek bidang pendidikan dan riset kebencanaan.

Fraksi PDIP memberikan rekomendasi agar Pemprov mengalokasikan dana riset kebencanaan dalam APBD, serta mengembangkan kurikulum lokal yang menanamkan kesadaran mitigasi sejak pendidikan dasar.

"Kolaborasi antara BPBD, perguruan tinggi dan lembaga penelitian perlu diarahkan pada pengembangan teknologi peringatan dini, model mitigasi berbasis masyarakat dan sistem data risiko terpadu yang dapat diakses lintas sektor," jelas Martin.

Dalam Pemandangan Umum Fraksi PAN, juga ditekankan pentingnya pendidikan, pelatihan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam proses belajar mengajar, pelatihan kerja dan pengembangan kompetensi.

Juru Bicara Fraksi PAN DPRD Jatim Suli Da'im mengungkapkan, kebencanaan merupakan masalah keselamatan sebagai hal yang paling penting.

Untuk itu setiap warga negara perlu mempunyai kesiapan sehingga edukasi kebencanaan mestinya menjadi internalisasi pada diri setiap warga negara.

"Sehingga, sangat penting dilakukan sebagai pembiasaan sikap dan perilaku untuk peka terhadap bencana. Untuk itu edukasi dan keterampilan harus menjadi bagian dalam semua proses, tidak hanya belajar mengajar, pelatihan kerja dan pengembangan kompetensi tetapi termasuk dalam setiap tempat kerja. Pembiasaan peka dan responsif terhadap kejadian bencana ditanamkan sejak dini dengan perencanaan yang dilakukan Pemerintah," ujar Suli dikutip dalam catatan fraksi PAN.

Politisi kawakan ini memberi contoh, di Jepang misalnya, anak-anak sekolah dasar memakai tas yang sama yaitu tas punggung yang didesain tertentu.

Desain ini memungkinkan tas digunakan pula untuk melindungi diri dalam hal terjadi bencana khususnya gempa bumi.

"Di tempat-tempat kerja, kita perlu membudayakan K3, termasuk dalam hal terjadi kebencanaan," jelas Suli.

Di sisi lain, Fraksi PAN juga menyoroti penguatan pelindungan terhadap kelompok rentan, termasuk pembentukan unit layanan disabilitas.

Bahwa dalam setiap bencana, selalu terdapat kelompok dengan resiko-resiko yang berbeda, berdasarkan kerentanan sebagai korban.

Menurut Suli, kelompok rentan dalam bencana adalah kelompok masyarakat yang memiliki kerentanan lebih tinggi dan risiko lebih besar mengalami dampak negatif saat terjadi bencana, seperti perempuan dan anak, lansia, penyandang disabilitas, orang yang dalam perawatan kesehatan hingga termasuk kelompok yang berada dalam pengungsian karena konflik.

"Fraksi PAN memandang bahwa hal ini tidak hanya menyangkut untuk layanan disabilitas sehingga mengenai hal ini patut dipertimbangkan lebih luas," ungkap Suli.

Dalam paripurna yang sama, Siti Mukiyarti, Juru Bicara Fraksi PKB DPRD Provinsi Jawa Timur memandang bahwa perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana merupakan kebutuhan mendesak untuk menjawab dinamika kebencanaan yang semakin kompleks.

Serta untuk menyelaraskan kerangka hukum daerah dengan perkembangan regulasi nasional yang lebih mutakhir dan progresif.

"Fraksi PKB memberikan apresiasi terhadap materi muatan progresif dalam Raperda ini, yang telah mencerminkan pergeseran paradigma penanggulangan bencana dari reaktif menuju preventif dan inklusif," jelas Mukiyarti.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved