Kemudian, Jenderal TNI Sumitro menggantikan Maraden Panggabean dan menjabat dari 1973-1974.
Lalu, secara berturut-turut diemban oleh Jenderal TNI Surono Reksodimedjo (1974-1978) dan Laksamana TNI Sudomo (1978-1983).
Namun, jabatan tersebut kembali kosong selama 16 tahun dan kembali aktif pada tahun 1999 dan dijabat oleh Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto dan dilanjutkan oleh Jenderal TNI Fachrul Razi hingga tahun 2000.
Hanya saja, di era kepemimpinan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, jabatan ini resmi dihapus lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 65/TNI/2000 tertanggal 20 September 2000.
Berdasarkan pemberitaan Harian Kompas pada 21 September 2000, penghapusan Wakil Panglima TNI karena Gus Dur ingin adanya perampingan di jajaran Sapta Marga.
Dengan terbitnya Keppres tersebut, Fachrul Razi pun diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.
Sempat vakum selama 19 tahun, Jokowi akhirnya menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI lewat Perpres Nomor 66 Tahun 2019.
Namun, pengisian jabatan Wakil Panglima TNI saat itu terganjal belum adanya jenderal bintang empat untuk mengembannya.
Pasalnya, memang jabatan tersebut harus diemban oleh jenderal dengan bintang penuh berdasarkan Perpres yang ditandatangani.
Alasan Baru Dihidupkan Kembali di Era Prabowo
Implementasi Perpres yang diteken Jokowi pun baru terlaksana di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto lewat pelantikan Tandyo Budi Revita hari ini.
Menurut Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas, ada tiga faktor yang mendorong jabatan ini dihidupkan kembali.
Pertama, revisi UU TNI semakin membuat tugas Panglima TNI semakin kompleks. Sehingga Anton menganggap peran Kepala Staf Umum (Kasum) TNI belum cukup untuk mengimbangi beban tersebut.
Kedua, Anton menilai adanya problem kesetaraan di birokrasi yang diakibatkan oleh keterlibatan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) dan adanya kerja sama lintas kementerian/lembaga (K/L).
"Selama ini, jenderal penuh hanya dipegang oleh Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan. Sedangkan Kasum TNI masih dijabat perwira tinggi bintang tiga," ujarnya pada Jumat (8/8/2025).
Terakhir, adanya penyesuaian soal terbitnya Perpres Nomor 85 Tahun 2025 tentang Kementeiran Pertahanan.
Menurut Anton, terbitnya aturan baru tersebut membuat Panglima TNI memerlukan 'pembantu' dalam pelaksanaan tugas harian.
"Keberadaan ketentuan baru ini sedikit banyak mengubah ruang lingkup dan pola hubungan Kementerian Pertahanan-TNI terkait pengelolaan pertahanan negara," ujarnya.