SURYA.CO.ID- Jabatan Wakil Panglima TNI resmi disandang oleh Letjen TNI Tandyo Budi Revita. Ia dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Upacara Kehormatan Militer di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) TNI AD, Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat, pada Minggu (10/8/2025).
Praktis di jabatan barunya ini, Tandyo juga resmi naik pangkat menjadi jenderal bintang empat setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).
Di sisi lain, Tandyo merupakan sosok pertama yang menjabat sebagai Wakil Panglima TNI setelah adanya kekosongan jabatan tersebut selama 25 tahun.
Orang terakhir yang mengemban jabatan tersebut yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi pada tahun 2000.
Kemudian di era kepemimpinan Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) , jabatan orang nomor dua di TNI itu pun kosong.
Namun, Jokowi sempat menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang salah satunya mengatur terkait tugas Wakil Panglima TNI.
Lalu apa saja tugas dari Wakil Panglima TNI?
Tugas dari Wakil Panglima TNI tertuang dalam Pasal 15 ayat 2 Perpres Nomor 66 Tahun 2019 yaitu:
- Membantu pelaksanaan tugas harian Panglima;
- Memberikan saran kepada Panglima terkait pelaksanaan kebijakan pertahanan negara, pengembangan postur TNI, pengembangan doktrin, strategi militer, dan pembinaan kekuatan TNI serta penggunaan kekuatan TNI.
- Melaksanakan tugas Panglima apabila Panglima berhalangan sementara dan/atau berhalangan tetap; dan
- Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Panglima.
Sejarah Jabatan Wakil Panglima TNI: Sempat Kosong Beberapa Kali
Jabatan Wakil Panglima TNI sebenarnya sudah ada sejak era pasca Kemerdekaan RI, saat itu yang menjabat adalah Abdul Haris Nasution dengan pangkat kolonel.
Adapun Nasution menjabat dari tahun 1948-1953.
Ketika itu, jabatan tersebut masih bernama Wakil Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Setelah itu jabatan ini sempat kosong selama 18 tahun dan kembali ada setelah dijabat oleh Jenderal Maraden Panggabean pada 1971-1973.
Saat itu, nama jabatan tersebut adalah Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Kemudian, Jenderal TNI Sumitro menggantikan Maraden Panggabean dan menjabat dari 1973-1974.
Lalu, secara berturut-turut diemban oleh Jenderal TNI Surono Reksodimedjo (1974-1978) dan Laksamana TNI Sudomo (1978-1983).
Namun, jabatan tersebut kembali kosong selama 16 tahun dan kembali aktif pada tahun 1999 dan dijabat oleh Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto dan dilanjutkan oleh Jenderal TNI Fachrul Razi hingga tahun 2000.
Hanya saja, di era kepemimpinan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, jabatan ini resmi dihapus lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 65/TNI/2000 tertanggal 20 September 2000.
Berdasarkan pemberitaan Harian Kompas pada 21 September 2000, penghapusan Wakil Panglima TNI karena Gus Dur ingin adanya perampingan di jajaran Sapta Marga.
Dengan terbitnya Keppres tersebut, Fachrul Razi pun diberhentikan dengan hormat dari jabatannya.
Sempat vakum selama 19 tahun, Jokowi akhirnya menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI lewat Perpres Nomor 66 Tahun 2019.
Namun, pengisian jabatan Wakil Panglima TNI saat itu terganjal belum adanya jenderal bintang empat untuk mengembannya.
Pasalnya, memang jabatan tersebut harus diemban oleh jenderal dengan bintang penuh berdasarkan Perpres yang ditandatangani.
Alasan Baru Dihidupkan Kembali di Era Prabowo
Implementasi Perpres yang diteken Jokowi pun baru terlaksana di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto lewat pelantikan Tandyo Budi Revita hari ini.
Menurut Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas, ada tiga faktor yang mendorong jabatan ini dihidupkan kembali.
Pertama, revisi UU TNI semakin membuat tugas Panglima TNI semakin kompleks. Sehingga Anton menganggap peran Kepala Staf Umum (Kasum) TNI belum cukup untuk mengimbangi beban tersebut.
Kedua, Anton menilai adanya problem kesetaraan di birokrasi yang diakibatkan oleh keterlibatan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP) dan adanya kerja sama lintas kementerian/lembaga (K/L).
"Selama ini, jenderal penuh hanya dipegang oleh Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan. Sedangkan Kasum TNI masih dijabat perwira tinggi bintang tiga," ujarnya pada Jumat (8/8/2025).
Terakhir, adanya penyesuaian soal terbitnya Perpres Nomor 85 Tahun 2025 tentang Kementeiran Pertahanan.
Menurut Anton, terbitnya aturan baru tersebut membuat Panglima TNI memerlukan 'pembantu' dalam pelaksanaan tugas harian.
"Keberadaan ketentuan baru ini sedikit banyak mengubah ruang lingkup dan pola hubungan Kementerian Pertahanan-TNI terkait pengelolaan pertahanan negara," ujarnya.