Berita Viral

Selain Ismanto, Ini 3 Kasus Pencurian NIK yang Ramai, Ada Dipakai Beli Mobil CRV lalu Nunggak Pajak

Editor: Musahadah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENCURIAN NIK - Ismanto dan Ulfa, buruh jahit yang ditagih pajak Rp 2,8 miliar. Ismanto diduga menjadi korban pencurian NIK seperti kasus-kasus sebelumnya.

SURYA.CO.ID - Pencurian nomor induk kependidikan (NIK) yang menimpa buruh jahit, Ismanto hingga dia mendapat tagihan pajak Rp 2,8 miliar, bukan kasus pertama. 

Ada banyak kasus pencurian NIK yang membuat pihak yang dicatut kelimpungan. 

Seperti diketahui, Ismanto tiba-tiba didatangi petugas pajak dari KPP Pratama Pekalongan di rumahnya,  Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, pada Rabu (6/8/2025). 

Petugas pajak ini menyodorkan tagihan RP 2,8 miliar yang harus dibayarkan Ismanto .

Tagihan ini langsung membuat Ismanto dan istrinya, Ulfa syok.  

Baca juga: Siapa yang Curi NIK Ismanto Si Buruh Jahit hingga Ditagih Pajak Rp 2,8 Miliar? Kepala KPP Janji Ini

"Saya kaget, karena saya cuma buruh jahit lepas."

"Tidak pernah punya usaha besar, apalagi sampai transaksi beli kain dalam jumlah besar seperti itu," ujar Ismanto, Jumat (8/8/2025).

Ketika petugas pajak mendatangi rumahnya, Ismanto langsung menyampaikan keberatannya dan menolak tagihan tersebut.

 "Saya sudah bilang, saya tidak pernah melakukan transaksi pembelian kain, pinjaman online, atau pinjaman lain apa pun."

"Nama saya jelas disalahgunakan," ucapnya.

Ismanto pun mendatangi kantor pajak di Pekalongan untuk melakukan klarifikasi dan menegaskan bahwa dia bukan pihak yang melakukan transaksi pembelian tersebut.

"Saya berharap identitasnya tidak lagi disalahgunakan dan tagihan yang tidak masuk akal itu bisa dibatalkan."

"Alhamdulillah, saya sudah klarifikasi ke kantor pajak dan nama saya disalahgunakan," tambahnya.

Berikut kasus-kasus serupa Ismanto: 

  1. Curi NIK untuk beli mobil dan nunggak pajak

Vira, warga warga Jakarta Timur terkejut begitu mengetahui Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor KTP miliknya dicatut beli kendaraan mobil merk Honda CRV.

Parahnya, orang yang mencatut NIK tersebut tidak dikenal Vira. Mobil tersebut  terdaftar tahun 2007 dengan pelat nomor B 519 M.

Vira mengaku pertama kali tahu NIK-nya dicatut saat mengurus Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) UPPD Jatinegara, Jakarta Timur.

Ia terkejut ketika itu melihat ada satu unit mobil yang masuk ke dalam daftar pajak, padahal Vira tidak pernah memiliki kendaraan itu.

Wanita berhijab itu sempat geram atas ulah orang tak dikenal (OTK) yang telah mencatut NIK miliknya.

Sebab, katanya, pencatutan KTP ini bisa berdampak pembayaran kendaraan milik pribadinya karena kena biaya progresif maupun aksi kejahatan lainnya.

"Akhirnya, 18 September 2024 saya ke Samsat Jakarta Timur buat ngurus penghapusan, saya diminta sama petugas di sana ngurus pemblokiran," kata Vira, Jumat (11/10/2024).

Setelah isi form pemblokiran, Vira dijanjikan oleh petugas Samsat Jakarta Timur setelah satu minggu data kendaraan tersebut bakal hilang dengan sendirinya.

Namun kenyataannya, setelah satu minggu kendaraan itu masih nyangkut di-NIK nya dan ini membuat dirinya semakin kesal karena merasa dibohongi.

Vira kemudian diminta suaminya segera mengurus kembali agar suatu saat nanti punya mobil tidak kena pajak progresif.

Ia juga takut kendaraan itu dipakai untuk tindak pidana atau kejahatan karena data mobil tersebut menggunakan NIK nya.

"Pas dicek, katanya berkas pajak sudah ditarik dari Januari 2024 tapi ada pajak belum dibayar," tuturnya.

Vira sempat diminta oleh petugas Samsat Jakarta Timur agar melunasi pajak yang belum dibayarkan oleh pemilik kendaraan.

Menurutnya, jumlah pajak kendaraan mobil itu sekira Rp2 sampai Rp3 juta dan jumlah tersebut bagi Vira cukup besar.

Ia sudah berulang kali menjelaskan bahwa kendaraan itu bukan miliknya dan tidak bersedia membayar pajak.

"Sampai saya ngotot-ngototan kalau itu bukan punya saya mobilnya, NIK saya yang dicatut sama orang, akhirnya petugas itu mulai melunak dan enggak bisa kasih solusi lain," ungkapnya.

Vira berharap pemilik kendaraan B 519 M untuk segera mencabut berkas di Samsat Jakarta Timur dan tidak menggunakan data NIK dirinya.

Ia merasa data dirinya telah dicuri dan bakal membawa kasus ini ke meja hijau jika tidak ada itikad baik dari pemilik kendaraan tersebut.

"Saya berharap bisa dihapus, saya enggak pernah punya mobil itu, kalau saya punya kan papsti saya akui, ini saya enggak pernah beli mobil itu dan ga tau kenapa nama saya dipakai. Masa iya saya harus bayar pajaknya baru bisa dihapus datanya dari Samsat," imbuhnya.

2. 3.000 NIK dicuri untuk target penjualan

Ilustrasi pencurian data pribadi (AI Copilot)

Sebanyak 3.000 identitas nomor induk kependudukan (NIK) milik warga Kota Bogor dan sekitarnya dicuri pelaku kejahatan siber untuk memenuhi target penjualan SIM card.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso menyatakan bahwa dua pelaku, MR alias Pitek (23) dan L (51), menggunakan cara ilegal untuk mencuri data pribadi warga guna mencapai target penjualan.

“Dua tersangka ini sudah menyalahgunakan 3.000 identitas warga Kota Bogor dan sekitarnya, dan 14.000 NIK, KK warga yang akan disalahgunakan berhasil kami cegah,” ujar Bismo kepada wartawan di kantornya, Rabu (28/8/2024).

Menurut Bismo, kedua pelaku bekerja di PT Nusa Pro Telemedia Persada, sebuah perusahaan mitra operator seluler Indosat, yang diberi target menjual minimal 4.000 SIM card setiap bulan.

Untuk mencapai target tersebut, mereka mencuri data pribadi melalui aplikasi "Handsome".

“Pelaku menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, yaitu mencuri data milik orang lain melalui aplikasi Handsome,” jelas Bismo.

Dalam aksinya, pelaku menggunakan aplikasi Handsome untuk memasukkan SIM card ke dalam ponsel, yang kemudian secara otomatis menampilkan data NIK.

Data tersebut kemudian digunakan untuk registrasi SIM card tanpa izin dari pemilik data. 

Dari tindakan ilegal ini, pelaku meraup keuntungan minimal Rp 25,6 juta per bulan.

“Pelaku mampu menjual antara 500 hingga 1.000 kartu SIM per bulan dengan cara ini. Mereka memperoleh keuntungan sebesar Rp25,6 juta per bulan, di luar keuntungan yang didapat pelaku lainnya,” tambah Bismo.

Bismo juga menambahkan bahwa pencurian identitas ini berpotensi besar digunakan dalam berbagai tindak kejahatan siber lainnya, termasuk prostitusi online, judi online, pinjaman online ilegal, penipuan, dan berbagai tindakan lain yang memanfaatkan data pribadi secara ilegal.

Kedua pelaku dijerat dengan Pasal 94 Jo Pasal 77 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, serta Pasal 67 Ayat (1) Jo Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi.

“Untuk pelanggaran Undang-Undang Administrasi Kependudukan, ancaman hukumannya hingga enam tahun penjara, sedangkan untuk pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi ancamannya lima tahun penjara," ujar Bismo.

3. Buat Linkedln untuk menipu

Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menangkap  pria paruh baya berinisial IER (51) yang mencatut data pribadi orang lain untuk membuat akun LinkedIn palsu.

Pelaku berpura-pura sebagai sosok berpengaruh dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang meyakinkan, dengan tujuan mempermudah aksi penipuan.

"LinkedIn itu dibuat untuk menunjukkan seolah-olah orang ini penting, dengan riwayat pekerjaan dan pendidikan yang banyak. Sehingga penipuan jadi lebih mudah," ujar Kasubdit 3 Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung kepada wartawan, Jumat (25/7/2025).

Dalam aksinya, IER tercatat menggunakan nomor telepon yang terdaftar atas nama tiga korban dari Banyumas, Kendal, dan Bogor.

IER mendapatkan SIM card tersebut dari seorang pengusaha konter HP berinisial KK (62).

"SIM card yang dia beli sudah teregistrasi dengan NIK tiga orang tersebut. Dia beli sudah jadi, tinggal pakai. Tujuannya untuk melakukan penipuan," lanjut Rafles.

Dari tangan KK, polisi menyita 154 SIM card yang semuanya sudah teregistrasi menggunakan data orang lain.

Penelusuran lebih lanjut mengungkap rantai distribusi SIM card ilegal ini melibatkan dua orang sales provider, yakni F (46) dan FRR (30).

FRR, yang merupakan pelaku utama dalam proses registrasi, mengaku melakukan pendaftaran SIM card menggunakan data pribadi masyarakat yang ia dapat dari internet.

"Data-data pribadi seperti NIK dan KK diperoleh dari Google. Dia searching sendiri lalu registrasi SIM card dengan data tersebut," jelas Rafles.

Motif penjualan SIM card teregistrasi ini berkaitan dengan tekanan target penjualan dari perusahaan provider.

Pelaku mengaku bahwa kartu SIM yang sudah teregistrasi lebih cepat laku di pasaran dibanding yang belum aktif.

"Kalau di konter ada SIM card yang sudah teregister dan belum, pasti orang beli yang sudah teregister. Itu sebabnya pelaku aktifkan sendiri kartunya agar memenuhi target penjualan mingguan atau bulanan," ungkap Rafles. (kompas.com/tribunnews/sumber lain)

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Ismanto, Buruh Bergidik Ditagih Rp 2,8 Miliar: Nama Saya Jelas Disalahgunakan

===

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.  

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Berita Terkini