SURYA.co.id | SURABAYA – Data menunjukkan penyakit tuberkulosis (TB) menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus tertinggi kedua di dunia.
Bahkan di wilayah Surabaya dan Jawa Timur sendiri, penyakit pneumonia masih mendominasi, dengan tingkat fatalitas yang tinggi terutama pada balita.
"Membangun ketahanan sistem pernapasan nasional pascapandemi COVID-19 sudah urgen. Masalah pernafasan ini membuat kita menghadapi tantangan ganda. Penyakit yang sudah lama ada seperti TB dan pneumonia belum selesai, lalu muncul penyakit infeksi baru seperti COVID-19. Lingkungan tropis yang padat dan tingkat higienitas masyarakat yang masih rendah mempercepat penyebarannya,” ujar dr Reisa Broto Asmoro dalam talkshow 'Patriot Merah Putih Mewujudkan Generasi Medis Penjaga Napas Bangsa' dalam rangkaian kegiatan peluncuran Fakultas Kedokteran (FK) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Rabu (9/7/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa polusi udara memperparah kondisi pernapasan masyarakat.
Berdasarkan riset yang ia kumpulkan, kadar partikel polusi udara di Surabaya tercatat lima kali lipat lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan WHO.
“Partikel halus seperti PM 2.5 dan bahkan yang lebih kecil, PM0.5, sangat mudah masuk ke sistem pernapasan dan menetap di tubuh. Ini yang membuat penyakit pernapasan makin sulit diatasi,” ungkapnya.
Selain itu, Reisa turut menyoroti pentingnya peran institusi pendidikan kedokteran seperti di FK Untag Surabaya yang memiliki perhatian khusus pada bidang pulmonologi atau sistem pernapasan.
“Saya senang sekali karena FK Untag memilih fokus pada isu sistem pernapasan. Ini sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Apalagi dokter umum masih mendominasi 62 persen, dan proporsi dokter spesialis pernapasan masih sangat rendah,” tambahnya.
Ia juga menyoroti rasio dokter di Indonesia yang masih jauh dari standar WHO.
“Saat ini rasio dokter Indonesia hanya sekitar 0,4 per 1.000 penduduk, sementara standar WHO adalah minimal 1:1.000. Penyebarannya pun belum merata, karena sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa,” jelas Reisa.