"Selisih harga listrik tersebut bisa saya compare ke kebutuhan lainnya," ujar Aditya.
Kehadiran diskon listrik dinilai sangat membantu masyarakat, terutama dalam mengelola pengeluaran rumah tangga yang semakin ketat.
"Tanpa diskon, ia harus berhemat lebih ketat demi menutupi biaya listrik yang membengkak.
"Kalau ada diskon listrik, dananya bisa dialokasikan ke belanja bulanan kan, jadi belanja bulanan bisa lebih banyak, bisa buat stok," ucap Aditya.
"Sangat meringankan. Selisih harga itu bisa digunain ke kebutuhan lainnya," tambahnya.
Warga Bingung
Andi Firmansyah (37), buruh harian lepas asal Bogor, mengaku bingung dengan keputusan pemerintah yang berubah begitu cepat.
Ia merasa diskon listrik akan jauh lebih bermanfaat dibandingkan bantuan subsidi upah (BSU) yang tidak menyentuh pekerja informal seperti dirinya.
"Saya bingung ya, kok program yang udah diumumin bisa batal begitu aja. Listrik itu penting banget, saya tinggal di kontrakan, dan tiap bulan bayarnya pas-pasan. Diskon listrik 50 persen itu lumayan banget buat kami yang penghasilannya harian,” ujar Andi kepada Kompas.com, Selasa (3/5/2025).
Ia juga menilai pengalihan bantuan ke skema BSU kurang merata karena tidak semua warga, terutama pekerja informal, bisa menerima.
“Kalau bisa, pemerintah lebih dulu data ulang siapa saja yang memang layak dibantu,“ ungkap Andi.
Keluhan serupa juga disampaikan Gilda Trista (45), seorang ibu rumah tangga asal Jakarta.
Ia merasa kecewa lantaran keputusan pemerintah yang terkesan mendadak dan tidak konsisten.
“Waktu dengar ada diskon listrik, saya sempat senang banget. Saya pikir ini bagus nih dari pemerintah karena beban hidup makin berat sekarang. Tapi ternyata malah dibatalkan. Sedih sama bingung kenapa mendadak banget infonya,” kata Gilda.
Ia berharap pemerintah bisa memberikan bantuan yang lebih merata dan menyasar berbagai kelompok masyarakat, mengingat skema BSU belum sepenuhnya dipahami masyarakat kecil.