Hutan KPH Jombang di Wonosalam Berubah Fungsi Jadi Tempat Sampah Liar, Warga Sebut Sudah 3 Tahun

Penulis: Anggit Puji Widodo
Editor: irwan sy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SAMPAH DI HUTAN - Sampah berserakan di hutan Dusun Notorejo, Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, Jombang, Rabu (23/4/2025). Timbulkan bau menyengat yang membuat warga merasa tidak nyaman.

SURYA.co.id | JOMBANG - Hutan di Dusun Notorejo, Desa/Kecamatan Wonosalam, Jombang, berubah menjadi tempat sampah.

Hutan milik KPH Jombang ini tampak berserakan dan menimbulkan bau tak sedap dan membuat kecewa masyarakat desa setempat yang mengaku terganggu dengan bau sampah tersebut.

Rukanah (55) warga Dusun Notorejo, Desa Wonosalam, Jombang yang mengeluh terkait banyaknya sampah di hutan Dusun Notorejo tersebut yang semakin hari terus bertambah.

"Kalau ditanya pasti terganggu, seharusnya sampah tidak dibuang di hutan. Warga di sini juga tidak pernah membuang sampah di hutan. Mungkin dari masyarakat luar yang membuang," ucapnya saat dikonfirmasi pada Rabu (23/4/2025).

Diketahui, hutan di wilayah tersebut menghubungkan nyata Kecamatan Wonosalam dengan Desa Jenis Gelaran, Kecamatan Bareng, Jombang.

Vegetasi hutan si wilayah tersebut memang saat ini dijadikan tempat pembuangan sampah.

Kurang lebih sudah 3 tahun lamanya banyak sampah menumpuk di hutan.

Padahal, di dalam hutan juga banyak ditanami berbagai jenis pohon mulai pohon kayu seperti pinus, bambu hingga tanaman kopi yang merupakan lahan tempat mata pencaharian oleh petani atau pesanggem.

Sementara itu, Sutrisno (49) warga Dusun Notorejo, Desa Wonosalam sekaligus sebagai pesanggem mengaku sedih dan prihatin terkait banyaknya sampah yang menumpuk di hutan.

"Saya juga garap tanah ini, akhirnya tanah yang saya garap jadi kotor. Kalau kotor, mau ditanami itu jelek dari segi kesuburan tanah," katanya.

Ia menuturkan sudah 3 tahun lamanya sampah berserakan di hutan wilayah setempat.

Ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun sedikit demi sedikit sampah selalu ia ambil untuk dibuang ke tempatnya.

Namun karena setiap harinya sampah semakin banyak, ia pun tak mampu melakukannya lagi.

Terlebih, tanah yang ia garap untuk bercocok tanam bukanlah miliknya.

"Tanah itu bukan milik saya pribadi. Saya cuma garap saja," kata pria petani kopi excelsa yang sudah 10 tahun sebagai pesanggem ini.

Halaman
12

Berita Terkini