Berita Viral

Kisah Lengkap Bu Guru Elin, Tulus Mengajar dan Tak Pernah Protes Meski Gaji Cuma Rp 500 Ribu Setahun

Penulis: Arum Puspita
Editor: Musahadah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekolah tempat Bu Guru Elin mengajar di Nunukan, Kalimantan Utara

SURYA.CO.ID - Seorang guru di Nunukan, Kalimantan Utara, membuktikan ketulusan dan pengabdian luar biasa demi anak bangsa.

Ia adalah Bu Guru Elin, yang sehari-hari mengajar di SMP Filiar Budi Luhur, Sebakis, Nunukan, Kalimantan Utara.

Bu Guru Elin bercerita, keputusan menjadi seorang tenaga pengajar merupakan panggilan hati.

Sebab, sejak kecil, ia kagum terhadap sosok guru yang dirasa berperan besar dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa.

Menurut Elin, guru memiliki tanggung jawab dan beban moral terhadap keberlangsungan pendidikan anak Bangsa.

‘’Makanya, begitu di daerah saya ada kesempatan mengajar, saya langsung daftar, dan meneruskan kuliah sambil mengajar anak-anak di Sebakis," kata Elin, dikutip dari Kompas.com. 

Beruntung, cita-cita itu pun mendapat dukungan dari sang suami. 

"Saya tidak pernah mendengar larangan suami yang tidak mengizinkan saya mengajar. Saya tidak ingin melihat anak-anak trans di daerah saya tinggal, tidak belajar," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Sosok 2 Bocah Hafiz Quran Diduga Jadi Korban Kecelakaan Maut Gran Max di Tol Jakarta-Cikampek

Ia menjadi guru yang belum terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sejak memutuskan membantu mengajar di lokasi warga transmigran.

Sebanyak 60 pelajar bersekolah di SMP yang berada dengah perkebunan kelapa sawit, Pulau Sebakis itu.

‘’SMP berdiri di lahan milik Dinas Transmigrasi pada 2013, dan bangunan kayunya dipinjam untuk sekolah."

"Pada 2017, saya tergerak untuk mengajar anak-anak karena sekolah kekurangan guru,’’ ujar Elin memulai ceritanya.

Menjadi guru di sekolah tersebut tidaklah mudah. Mengingat, saat itu kondisi sekolah begitu memprihatinkan. 

‘’Waktu itu, sekolah kayu kami mengkhawatirkan karena memang bangunannya ambruk dan miring,’’ kata Elin.

Begitu pula dengan para siswa yang berjuang sejak pagi buta untuk melintasi jalanan perkebunan sawit menuju ke sekolah. 

Kondisi tersebut juga dipengaruhi dengan cuaca yang tak menentu.

Jika cuaca cerah, maka mereka akan dengan mudah sampai sekolah, meski dengan berjalan kaki.

Namun ketika hujan tiba, mereka tidak bisa bersekolah, karena kondisi jalanan akan berubah menjadi lembek dan berlumpur.

‘’Guru juga tidak berangkat kalau hujan. Kasihan anak-anak sering tidak belajar. Padahal mereka kadang menenteng sepatu, nyeker pergi ke sekolah dengan kondisi belepotan lumpur,’’ tutur dia.

Baca juga: Biodata Babe Cabita Komedian yang Meninggal Dunia Hari Ini, Sempat Divonis Idap Penyakit Langka

Tak Terdaftar di Dapodik

Elin mengaku menemukan dunia yang ia impikan ketika berada di tengah anak-anak didiknya.

Ia tidak peduli, apakah namanya masuk dalam Dapodik atau tidak, yang penting, mewujudkan cita-cita dan impiannya menjadi guru adalah keutamaan bagi dia.

Iba Lihat Perjuangan Siswa

Elin mengaku selalu merasa iba ketika melihat anak-anak sekolah berjalan kaki sejak pagi buta ke sekolah, dan lalu harus kecewa karena tidak ada pelajaran.

Entah karena kendala cuaca, atau para guru memiliki tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan, kekosongan kelas kerap terjadi.

‘’Kasihan kalau melihat anak-anak di sekolah. Mereka sering tidak belajar karena terkendala hujan, dan kendala tugas para gurunya."

"Saya yakin mereka memiliki masa depan cerah, dan kita tidak boleh sia-siakan mereka dengan hanya berdiam diri saja. Sementara kita punya ilmu untuk diajarkan,’’ tegas dia.

Kondisi di Sekolah

Di SMP Filial Budi Luhur Sebakis yang menginduk dengan SMPN PGRI Nunukan, saat ini hanya diajar oleh tiga orang guru, dengan Kepala Sekolah.

Para guru harus mengajar semua mata pelajaran, dan memastikan anak didik mereka mengikuti semua kurikulum yang diharuskan.

‘’Jadi miris rasanya melihat anak-anak trans yang begitu semangat belajar, tapi karena fasilitas dan SDM kurang memadai, mereka harus ‘dikorbankan’."

"Membiarkan mereka tidak mengenyam pendidikan seperti anak-anak seusianya, rasanya kita berdosa,’’ kata Elin lagi.

Upah Rp 500.000 Setahun

Akibat namanya tidak masuk dalam Dapodik, upah Elin mengajar pun menjadi tidak menentu.

‘’Tahun 2022 saya dibayar Rp 1 juta setahun, tahun 2023 saya dibayar Rp 500.000 setahun."

"Itulah suami saya selalu menyuruh saya berhenti. Tapi saya bilang ini keinginan saya dan minta pengertian dia supaya saya bisa terus mengajar,’’ imbuh dia.

Elin mengaku tidak mempermasalahkan besaran upahnya.

Ia hanya ingin anak-anak transmigrasi terus mengenyam pendidikan, bahkan hingga jenjang perguruan tinggi.

Setiap kali mengajar, Elin membawa serta anaknya. Ia tak pernah bosan ataupun merasa capek, ketika memberikan materi ajar bagi anak didiknya.

‘’Saya lakukan semua yang bisa saya lakukan. Yang penting, anak-anak bisa terus belajar dan memiliki bekal untuk meraih cita-citanya,’ ’lanjut dia.

Potensi anak-anak di Sebakis, meski berada di daerah terisolasi dan serba terbatas, tak kalah dengan anak-anak di kota.

Yang dibutuhkan, hanya sarana juga akses pendidikan layak, di mana urusan tersebut, menjadi kewajiban Pemerintah dan Negara.

Keteguhan dan keinginan sosok seperti Elin untuk menjadi guru, dikuatkan dengan keputusan ia melanjutkan pendidikan di STIT Ibnu Khaldun, Nunukan.

‘’Untuk menguatkan kompetensi dan terus menambah ilmu, saya menyelesaikan studi saya. Saya menghadap dosen karena saya harus mengajar anak-anak, kadang sebulan masuk empat kali saja,’’ tutur dia.

Elin juga tidak membantah, keputusannya untuk terus mengajar, memang sering membuat suaminya tidak suka.

Namun asal tugasnya sebagai istri dan ibu masih bisa dilakukan, ia masih tidak ingin berhenti mengajar.

‘’Suami sering kali meminta saya berhenti saja, disuruh fokus urus anak-anak yang masih kecil kecil. Tapi saya masih ingin mengajar," kata Elin.

Kepala Sekolah Kagum

Ketulusan Bu Guru Elin mendapatkan pujian dari Kepala Sekolah SMPN PGRI Nunukan, Impun Nukitasari.

Elin di mata para guru di Nunukan, adalah sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang memberikan teladan terpuji bagi guru lainnya.

‘’Dia tidak mandang materi. Memang pure mengabdi. Dan di zaman sekarang, guru seperti Bu Elin sangat langka. Saya sangat salut dan bangga dengan beliau,’’ kata Impun.

Di sisi lain, Impun juga mengaku kasihan dengan Elin, karena gajinya sangat tidak layak.

Meski Elin tidak pernah memprotes besaran gajinya.

Nama Guru Elin, tidak masuk dalam Dapodik, karena bukan guru dengan predikat lulusan S1, sebagaimana persyaratan Dapodik.

‘’Infonya tahun 2023 sudah S1, tapi belum ada laporan ke kami. Kalau ada laporan, kami proses dan kami mohonkan Dinas Pendidikan untuk memasukkan nama Bu Elin di Dapodik,’’ sebut Impun.

Ikuti berita selengkapnya di Google News Surya.co.id

Berita Terkini