SURYA.co.id | SURABAYA - Udin (bukan nama sebenarnya) hanya bisa menurut saat polisi membawanya ke Mapolda Jatim.
Saat itu awal Juni 2021.
Beberapa bulan sebelumnya, dia dilaporkan oleh seorang pria asal Surabaya.
Pria 45 tahun yang tak dikenal Udin itu melaporkan Udin karena telah membawa kabur anak perempuannya serta melakukan tindakan pencabulan terhadap remaja 14 tahun tersebut.
Baca juga: Dokumen Adminduk dan Pendampingan, Kunci ABH Membuka Masa Depan
Meski telah dilaporkan beberapa bulan sebelumnya, namun Udin baru ditangkap polisi pada awal Juni 2021.
Selama rentang waktu tersebut Udin bukannya kabur atau menghindari polisi. Tapi dia memang selalu berpindah-pindah tempat.
Berkelana dari satu jalanan ke jalanan lainnya. Mengamen di sebuah traffic light lalu berpindah ke traffic light lainnya.
Baginya, hidup berpindah-pindah tempat tanpa tujuan adalah pilihan hidupnya sebagai anak punk. Hidup bebas, katanya.
Udin juga tak tahu di mana keluarganya sekarang. Lebih tepatnya, dia tak peduli di mana orangtua dan saudara-saudaranya sekarang.
Selama menghabiskan waktu di jalanan, harta yang dia bawa hanya pakaian di tubuhnya serta beberapa potong pakaian lain yang dia simpan di dalam tas kumal.
Semula, dia tak tahu alasan polisi menangkapnya. Namun setelah diberitahu, dia pun hanya bisa pasrah digiring polisi untuk menjalani pemeriksaan.
Baca juga: Tanpa Dokumen Adminduk, Sulit Wujudkan Kepastian Hukum Bagi Anak yang Berhadapan Dengan Hukum
Kepada polisi, Udin mengaku berkenalan dengan seorang remaja perempuan berinisial M pada pertengahan 2020 silam.
Perkenalan itu terjalin lewat media sosial Facebook.
Setelah merasa cukup nyaman satu sama lain meski hanya secara virtual, Udin memberanikan diri mengajak M untuk pergi bersamanya. Mengamen dan menghabiskan waktu di jalanan, tanpa aturan dan tentu tanpa rencana.
Tak disangka, ajakan itu bersambut. M bersedia. Singkat kata, pada 20 Agustus 2021, mereka pun bertemu di kawasan Flyover Wonokromo, Surabaya.
Saat itu Udin tidak sendirian menjemput M. Dia bersama tiga temannya sesama anak punk.
Selanjutnya, mereka berlima menghabiskan waktu di jalanan.
Jelang sore, mereka menumpang kendaraan bak terbuka hingga ke kawasan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Di sana mereka mengamen.
Saat malam tiba, mereka bermalam di sebuah rumah kosong yang terletak tak jauh dari sebuah toko swalayan.
Setelah 2 hari terus bersama-sama, tiga teman Udin memisahkan diri. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Maka tinggalah Udin bersama M seorang.
Di malam ketiga, saat hanya berdua saja di rumah kosong itu, Udin dan M tenggelam dalam hubungan yang terlarang.
Keesokan harinya, Udin pun mengantar M pulang ke rumahnya. Seperti sebelumnya, dari Porong ke Surabaya, mereka menumpang kendaraan bak terbuka.
Beberapa pekan berikutnya, dengan menggunakan media sosial Facebook yang dia akses dari HP pinjaman, Udin kembali menghubungi M dan mengajak berjumpa.
Tanpa pikir panjang, M bersedia. Mereka pun bertemu di sebuah taman yang tak jauh dari Flyover Wonokromo. Kali ini, Udin sudah bersama dua orang temannya, seorang lelaki dengan teman perempuannya.
Berempat, mereka pun pergi ke Gresik dan mengamen.
Setelah uang terkumpul, mereka berempat berangkat ke kawasan Prambon, Sidoarjo.
Di sana mereka berempat tidur di rumah kosong yang sama dengan yang ditempati Udin dan M sebelumnya.
Namun Udin dan M tidur di sisi yang berjarak dengan sepasang temannya.
Dalam suasana yang temaram dan beralaskan kardus bekas, hubungan terlarang mereka lakukan kala itu.
Selama tujuh hari, Udin dan M serta sepasang temannya, terus menerus bersama. Hubungan terlarang antara Udin dan M juga beberapa kali berlanjut tiap ada kesempatan.
Meski M sempat mengaku takut hamil, namun Udin tak menghiraukannya dan terus berjanji bakal bertanggungjawab andai siswi SMP itu benar-benar hamil.
Hingga akhirnya, M memilih untuk pulang ke rumahnya di Surabaya.
Setelah pulang ke rumah orangtuanya, M dicecar banyak pertanyaan oleh bapaknya. Mulai dari kemana saja dia pergi selama ini, hingga apa saja yang telah dia lakukan bersama temannya selama menghilang dari rumah.
Dunia pria itu pun seakan runtuh ketika mendengar putrinya mengaku telah berkelana dengan Udin yang anak punk serta melakukan hubungan terlarang dengan remaja itu.
Tanpa pikir panjang, pria itu melaporkan Udin ke polisi.
Sejak itulah, polisi mencari keberadaan Udin hingga akhirnya dia pun ditangkap.
Tanpa Adminduk
Alif, tenaga paralegal yang mendampingi Udin selama menjalani pemeriksaan di Direktorat Reserse Kriinal Umum Polda Jatim mengatakan, penyidik sempat kesulitan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Udin.
Penyebabnya, pada Udin tak ada selembar pun kartu identitas. Petugas pun sempat bingung untuk mengidentifikasi usianya.
“Petugas tentu tak bisa sembarangan memeriksanya karena tidak ada dokumen yang menunjukkan identitas dan usianya. Ini kan memang harus jelas agar penyidik tahu hak-hak dia (Udin) apa saja,” kata Alif.
Sayangnya, tidak mudah bagi penyidik untuk mendapatkan identitas Udin yang sebenarnya. Saat petugas berusaha melacak tempat tinggal orangtua Udin, mereka mendapati rumah itu sudah lama kosong. Udin pun tak banyak tahu di mana keluarganya.
“Dia sudah meninggalkan rumah sejak usia 13 tahun. Saat ditangkap, usianya diperkirakan 17 tahun. Jadi sudah 4 tahun dia meninggalkan rumah dan hidup di jalanan,” sambungnya.
Selama meninggalkan keluarganya, Udin memang tak pernah membawa dokumen kependudukan. Baginya, hal itu sama sekali tak dia butuhkan untuk bertahan hidup di jalanan. Lagipula, dia tak tahu apakah memang pernah memiliki akte kelahiran atau namanya sudah tercantum di kartu keluarga orangtuanya.
Karena tak ada selembar pun dokumen kependudukan yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi identitas Udin, penyidikan pun sempat tersendat. Namun sembari menanti perkembangan pelacakan riwayat hidup Udin, petugas tetap menghimpun keterangan dari Udin.
“Satu-satunya petunjuk yang ada adalah dia (Udin) pernah bersekolah hingga lulus SD. Setelah ditelusuri ke sekolahnya, maka kemudian kami mendapat salinan ijazahnya. Dari situ terungkap juga nama aslinya. Yang menarik, dia sendiri tidak tahu bahwa nama aslinya ternyata tidak sesuai dengan nama yang dia pakai di Facebook. Selama ini, dia salah menuliskan namanya sendiri,” tutur Alif.
Setelah memastikan identitas Udin dan usianya, polisi pun bisa melanjutkan penyidikan dan membuat BAP.
Singkat cerita, Udin akhirnya disidang di PN Surabaya dan dijatuhi hukuman selama 1 tahun 8 bulan di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) Blitar.
Alif menambahkan, sampai putusan dibacakan oleh majelis hakim, Udin belum memiliki dokumen adminduk. Maka dia pun bertanya-tanya, kelak apabila Udin sudah menjalani masa hukuman, bagaimana dia bisa mendapatkan dokumen adminduk tersebut?
Padahal dengan dokumen itu, setidaknya Udin bisa memulai kehidupan yang baru dan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara, misalnya akses terhadap layanan BPJS Kesehatan dan bansos.
“Kalaupun mau numpang KK agar bisa punya KTP, siapa yang kira-kira bersedia menampung?” tanya Alif.