SURYA.co.id|MADIUN - Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Madiun, Hari Pitojo mengatakan seluruh pemenang lelang proyek di Layanan Pengadaan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (LPSE) Pemkab Madiun tahun 2018, sudah sesuai dengan prosedur dan aturan. Begitu juga dengan pemenang lelang, sudah sesuai aturan yang berlaku.
Hal itu disampaikannya ketika diminta menanggapi hasil penelitian dari Tim peneliti Wahana Komunikasi Rakyat (WKR) yang menemukan kejanggalan lelang 14 proyek total bernilai puluhan miliar rupiah di LPSE Pemkab Madiun tahun 2018.
"Kalau menurut saya, kontraktor yang sudah ditetapkan sebagai pemenang, sudah melalui tahap evaluasi dan melalui persyaratan. Di antaranya kalau kita bicara soal track record, maka itu adalah mengenai blacklist. Selama kontraktor tersebut tidak ada di dalam aplikasi blacklist yang ditetapkan oleh LKPP pusat, perusahaan tersebut tidak terkena blacklist," katanya saat ditemui usai mengikuti acra Musrenbang di Pendopo Ronggo Jumeno, Mejayan, Jumat (9/11/2018) siang.
Mengenai dugaan anggaran pembangunan tidak ditenderkan dan diduga sengaja dipecah-pecah sehingga bisa melalui mekanisme penunjukan langsung (PL), juga menurutnya tidak benar. Sebab, kata Hari, seluruh penganggaran sudah dimasukkan dalam sistem informasi rencana pengadaan yang bisa diakses seluruh masyarakat.
"Paket-paket pengadaan konstruksi, mana yang dilakukan penunjukan langsung dan mana yang ditenderkan, itu bisa dilihat di sistem informasi rencana pengadaan yang bisa diakses seluruh masyarakat. Tidak dipecah-pecah, semua ada di sistem rencana pengadaan," katanya.
Sementara mengenai adanya satu rekanan yang bisa mendapat dua hingga tiga pekerjaan sekaligus dalam satu tahun anggaran di Kabupaten Madiun, menurutnya itu diperbolehkan dalam aturan. Pihak rekanan dapat mengerjakan pekerjaan kecil yang nilai di bawah dua setengah miliar rupiah, maksimal lima pekerjaan.
"Dalam aturan, di dalam undang-undang mengenai peraturan mengenai jasa konstruksi dan dalam peraturan pengadaan barang dan jasa, pekerjaan konstruksi sudah ditentukan. Perusahaan kecil itu bisa melaksanakan pekerjaan kecil secara bersamaan konstruksi paling banyak lima paket. Jadi kalau misalnya ada yang dapat tiga ya masih memenuhi," jelasnya.
Ketika ditanya apakah pihak Pemkab Madiun tidak khawatir pekerjaan konstruksi molor karena dikerjakan oleh perusahaan yang sebelumnya memiliki track record jelek di sejumlah pekerjaan konstruksi di daerah lain, Hari tidak mempermasalahkannya. Sebab, menurutnya selama evaluasi prosedur perusahaan tersebut tidak kena blacklist maka tidak menjadi masalah
"Track record itu dari mana, menurut tafsir siapa. Jadi selama evaluasi prosedur perusahaan tersebut tidak kena blacklist tidak masalah," ujarnya.
Dia menambahkan, apabila pada saat evaluasi, perusahaan tersebut tidak masuk dalam daftar perusahaan yang di blacklist maka bisa ditetapkan sebagai pemenang.
"Jadi selama ada di dalam sistem blacklist yang diterapkan LKPP itu dia tidak ada, maka dia bisa ditetapkan sebagai pemenang, panitia itu melihat dari situ," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Tim peneliti Wahana Komunikasi Rakyat (WKR) menemukan kejanggalan lelang 14 proyek total bernilai puluhan miliar rupiah di LPSE Pemkab Madiun tahun 2018.
"Setelah kami lakukan penelitian patut diduga menurut data kami ada 14 pekerjaan proyek yang berpotensi bermasalah. Nilai satu proyeknya di atas Rp 500 juta hingga miliaran rupiah," kata Koordinator WKR, Budi Santoso kepada wartawan di Madiun, Kamis (8/11/2018).
Budi mencontohkan, ada pemenang proyek yang dalam penawarannya hanya turun 2,4 persen dari pagu dana proyek yang dilelang. Kontraktor pemenang proyek penawarannya turun sedikit dari pagu dana proyek.
Kondisi ini, kata Budi menunjukkan adanya indikasi dugaan pemenang proyek sudah dikondisikan.
"Akibat kolusi dan nepotisme ini pemerintah daerah tidak mampu efesiensi anggaran pembangunan, sehingga bisa merugikan keuangan negara. Semisal penawaran bisa turun sepuluh persen atau sembilan persen maka angka ini akan masuk ke kas daerah," kata Budi.
Ia menjelaskan, apabila penawaran hanya turun dua persen dari pagu dana proyek, padahal semestinya bisa turun sepuluh persen, maka ada dana delapan persen dari nilai proyek yang hilang begitu saja. Padahal bila dihitung, jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah.
Tak hanya kejanggalan nilai penawaran proyek yang kecil dari pagu anggaran dana proyek. Ia menemukan adanya perusahaan yang memiliki rekam jejak jelek mengerjakan proyek pemerintah, tetapi tetap dimenangkan pada lelang proyek LPSE tahun anggaran 2018 di Pemkab Madiun.
Ia mencontohkan pemenang tender proyek kantor camat Balerejo yang sebelumnya bermasalah dimana-mana.
Begitu juga dengan pemenang proyek gedung Madiun Kampung Pesilat, juga bermasalah karena memiliki rekam jejak telat menyelesaikan pekerjaan proyek pemerintah di daerah lain.
"Perusahaan cacat kok bisa masuk, kan ini juga menjadi tanda tanya," ungkap Budi.
Menurut Budi, panitia semestinya harus mempertimbangkan bila ada peserta tender yang memiliki rekam jejak buruk dalam melaksakanan proyek.
"Tetapi saya tidak bisa menyalahkan panitia saja. Bisa jadi itu sudah pesanan dari OPD untuk memenangkan kontraktor tertentu. Dengan demikian nilai kolusinya dan nepotisme seperti ini sehingga bisa menimbulkan kerugian negara," kata Budi.
Budi mengatakan, hasil analisis timnya mendata sepuluh rekanan yang sering mendapatkan sering menang tender. Sepuluh rekanan itu menang tender dua hingga tiga kali.
Ia juga mendapati dua perusahaan pemenang lelang proyek yang memiliki satu alamat yang sama. Baginya, itu hanya akal-akalan kontraktor untuk mendapatkan pekerjaan yang banyak.
Budi juga mempertanyakan nilai APBD Kabupaten Madiun senilai Rp 1,8 triliun tetapi hanya muncul di LPSE sebesar Rp 161 miliar. Artinya masih banyak yang disembunyikan OPD. Ia juga menduga ada rekayasa proyek besar yang sengaja dipecah sehingga bisa dilakukan penunjukkan langsung (PL).
"Dari total nilai proyek sebesar Rp 161 miliar sebagian besar direkayasa. Saya menduga sudah direkayasa pemenangnya. Hal itu dapat dilihat dari kecilnya nilai penawaran pemenang proyek. Padahal nilai proyek sangat besar diatas sepuluh miliaran," ungkap Budi.
Terhadap temuan itu, ia meminta Pemkab Madiun meningkatkan transparasi pengadaan barang dan jasa di LPSE. Dengan demikian tidak ada titipan, nepotisme dan kolusi.
Ia mengharapkan aparat penegak hukum merepson cepat terhadap temuan timnya. Aparat penegak hukum seperti jaksa dan polisi dapat menjadikan dasar temuan itu untuk menyelidikinya.
"Kalau tidak ada respon dari aparat disini diatas langit masih ada langit. Apa boleh buat kami akan melaporkannya ke KPK," kata Budi.
Budi juga mempertanyakan kinerja TP4D Kejaksaan Negeri Mejayan yang tidak bekerja maksimal mengawasi pelaksanaan lelang proyek di Kabupaten Madiun. "Kalau tim TP4D kejaksaan bekerja maksimal maka tidak akan terjadi seperti ini," demikian Budi. (rbp)
Berikur daftar 14 lelang proyek di LPSE Kabupaten Madiun pada 2018 yang diduga bermasalah :
1. Pembangunan Gedung Madiun Kampung Pesilat nilai proyek Rp 8.329.400.000
2. Pembangunan Gedung Hemodialisa di RSUD Caruban nilai proyek Rp 3.175.780.000
3. Rehabilitasi Daerah Irigasi Kaligunting nilai proyek Rp 755.115.200
4. Rehabilitasi Kantor Kecamatan Balerejo nilai proyek Rp 1.938.090.000
5. Peningkatan Jalan Kenongo-Bulu nilai proyek 738.670.000
6. Peningkatan Jalan Kare-Plosorejo nilai proyek 724.030.000
7. Peningkatan Jalan Dolopo-Gantrung nilai proyek Rp 6.798.370.000
8. Belanja Modal Gedung dan bangunan kesehatan di Dinkes nilai proyek Rp 2.584.160.000
9. Pembangunan Jembatan Kenongrejo nilai proyek Rp 5.586.250.568
10. Pembangunan Gedung Kantor Dinas I nilai proyek Rp 6.515.800.000
11. Pengadaan Instalasi Gardu Listrik Induk Kapasitas Besar di RSUD Caruban nilai proyek Rp 987.496.200.
12. Pembangunan Gedung Kantor A Tengah Lantai Dua nilai proyek Rp 3.574.151.184
13. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Kesehatan Pengadaan Gedung Kamar di RSUD Dolopo nilai proyek Rp 5.625.858.000.
14. Belanja Modal Gedung dan bangunan pengadaan bangunan kesehatan di Dinkes senilai Rp 2.584.160.000.