Ngabuburit bareng Pipiet Senja

Editor: Tri Hatma Ningsih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Halimatus Sakdeyah

Oleh : Halimatus Sakdeyah
Anggota FLP Pasuruan

JIKA ingin jadi penulis, fokuslah! Kalimat pembuka itu dilontarkan penulis Pipiet Senja di depan peserta Ngbuburit Bareng Pipiet Senja, diskusi santai yang digagas Forum Lingkar Pena (FLP) Pasuruan, Sabtu (5/7). Ngabuburit bareng Pipiet Senja merupakan serangkaian acara menyukseskan gerakan santri menulis yang digagas Pipiet Senja sendiri. Gerakan ini merupakan kegiatan pelatihan menulis untuk para santri pondok pesantren di berbagai daerah, termasuk kota santri, Pasuruan.

Munculnya kegiatan ini berawal dari rasa keprihatinan Pipiet Senja terhadap minimnya jumlah buku Islami di toko-toko buku. Dengan pelatihan dan motivasi menulis untuk para santri atau penulis pemula, harapannya lahir penulis buku Islami yang berkualitas dan mampu mendominasi. Dalam kesempatan yang sama, ikut hadir pula Ridho Ardian penerbit dan percetakan Zikrul Hakim Bestar, Rifai Abrar yang merupakan penulis, dan Gufron salah satu santri dari Madura yang kebetulan mengikuti “tour” Gerakan Santri Menulis bersama bunda Pipiet.

Pipiet yang lahir dengan nama Etty Hadiwati Arief, tak segan-segan memberikan motivasi peserta dalam hal menulis. Tak tanggung-tanggung, beliau menjelaskan apa yang harus menjadi motivasi kita dalam menulis. Motivasi ketenaran, duit, dan menyatakan diri bahwa pernah hidup. Dari ketiga motivasi tersebut, beliau meminta peserta untuk memilih mana motivasi yang menjadi pijakan. Motivasi bunda Pipiet sendiri jatuh pada pilihan yang ke tiga, yakni menyatakan diri bahwa pernah hidup. Penulis yang telah melahirkan 113 novel ini ingin mengisi sisa hidupnya agar tidak sia-sia. Selain itu, beliau berpesan apa yang kita tulis hendaknya memberikan manfaat, karena yang kita tulis kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Satu hal yang patut kita contoh dari bunda Pipiet, yakni selalu memosisikan diri setara dengan orang lain. Ia tak pernah mengganggap dirinya lebih baik dari orang lain. Selain itu, beliau tidak ingin mengalah dengan penyakit yang bernama “malas” karena kemalasan adalah setan yang paling nyata. Dalam kesempatan ini pula, bunda Pipiet mau berbagi rahasia waktu yang paling mujarab atau “golden time” untuk menulis, yakni sekitar pukul 03.00 setiap hari setelah sholat tahajud. Jika hal tersebut sering dilakukan, maka akan terbiasa dengan sendirinya.

Di tengah-tengah diskusi yang hangat, sayup-sayup terdengar adzan maghrib. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Tentu dua jam bercengkerama dengan bunda Pipiet dirasa kurang. Banyak hal yang ingin didiskusikan dengan bunda Pipiet, namun beliau harus segera bertolak ke Malang untuk memberikan pelatihan dan motivasi dalam menulis untuk para sa

Tags:

Berita Terkini