Ribuan Warga Jombang Tak Lagi Terima PBI JK, Dewan Minta Pemkab Lakukan Ini

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jombang secara tegas mendesak Pemkab Jombang tidak tinggal diam. 

pixabay.com
JAMINAN KESEHATAN - Foto Ilustrasi. Fraksi PDIP menuntut agar jaminan pembiayaan layanan kesehatan bagi warga terdampak dimasukkan sebagai prioritas anggaran daerah. 

SURYA.CO.ID, JOMBANG - Kementerian Sosial memutuskan menonaktifkan 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) secara nasional. 

Dari jumlah tersebut, sebanyak 21 ribu di antaranya berasal dari Kabupaten Jombang

Alasan utama penonaktifan ini karena mereka tidak tercantum dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) atau dianggap sudah tidak lagi memenuhi kriteria “tidak mampu”.

Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jombang secara tegas mendesak Pemkab Jombang tidak tinggal diam. 

Dalam pembahasan Perubahan APBD 2025, Fraksi PDIP menuntut agar jaminan pembiayaan layanan kesehatan bagi warga terdampak dimasukkan sebagai prioritas anggaran daerah.

“Kami tidak ingin mendengar lagi janji koordinasi atau rencana studi. Yang dibutuhkan sekarang adalah kepastian skema pembiayaan. Jangan tunggu warga miskin sakit dan terlantar dulu baru bertindak,” ucap Sekretaris Fraksi PDIP, Ama Siswanto, Senin (21/7/2025).

Menurutnya, penonaktifan 14 ribu peserta lama dan belum terakomodasinya 7 ribu peserta baru bukanlah persoalan teknis belaka. 

Ini menyangkut hak dasar warga dan potensi bertambahnya beban kemiskinan akibat tidak tersedianya akses kesehatan gratis.

Salah satu solusi sementara yang beredar di tataran teknis adalah memindahkan peserta terdampak ke skema bantuan kesehatan masyarakat miskin (beakesmaskin). 

Namun, langkah ini dinilai tidak menyelesaikan masalah. Tanpa alokasi subsidi dari APBD, warga akan menjadi peserta mandiri dan diwajibkan membayar iuran BPJS.

“Jangan dikira semua orang mampu membayar iuran bulanan. Kalau tidak dibantu, itu sama saja mendorong mereka keluar dari sistem,” ucap Ama.

Fraksi PDIP juga menyoroti sejumlah program lain yang dinilai menunjukkan lemahnya keberpihakan pemerintah daerah. 

Mulai dari rendahnya capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD), program seragam sekolah gratis yang dinilai hanya bersifat simbolis, hingga kerentanan manipulasi dalam sistem PPDB jalur prestasi.

Dalam pandangan Ama, solusi menaikkan pajak bukan jawaban kreatif untuk mendongkrak PAD. Sebaliknya, bisa menjadi beban baru bagi masyarakat. 

“Kalau memang solusinya hanya menaikkan pajak dan retribusi, itu bukan sebuah ide, namun bentuk penindasan normatif terhadap masyarakat. Harus ada cara lain yang lebih kreatif,” pungkasnya.

BACA BERITA SURYA.CO.ID LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved