Respons Bupati Jember Muhammad Fawait Soal Fatwa Haram Sound Horeg

Bupati Jember Muhammad Fawait merespons soal kontroversi fatwa haram sound horeg yang dikeluarkan MUI Jatim

Penulis: Imam Nahwawi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Imam Nahwawi
FATWA HARAM SOUND HOREG - Bupati Jember Muhammad Fawait saat ditemui di Gedung DPRD Jember, Jawa Timur, Kamis (17/7/2025), Dia menanggapi fatwa haram sound horeg yang dikeluarkan MUI Jatim. 

SURYA.CO.ID, JEMBER - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim), resmi mengeluarkan fatwa haram sound horeg

Fatwa tersebut, kini menjadi kontroversi di beberapa daerah yang banyak pencinta sound horeg.

Menanggapi hal tersebut, Bupati Jember Muhammad Fawait atau Gus Fawait, mengaku tidak mau berkomentar banyak soal fatwa tersebut. 

Dia menilai, hal tersebut merupakan urusan para pemuka agama.

"Saya kan bupati, bukan sebagai kiai sekarang," Bupati Gus Fawait usai sidang paripurna di Gedung DPRD Jember, Kamis (17/7/2025).

Menurutnya, mengeluarkan fatwa adalah tugas dan hak seorang ulama, hal itu di luar kewenangan pejabat pemerintahan.

"Tugas kiai adalah membuat fatwa, tugas bupati menjalankan pemerintahan. Tidak boleh saling menghujat," kata Gus Fawait mengakhiri wawancara doorstop bersama awak media.

Sementara itu, Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim mengaku sudah menerima surat dari MUI mengenai pengharaman pengunaan sound horeg.

"Surat itu sudah kami teruskan ke Komisi A, karena hal itu perlu aspirasi dari para pemilik sound horeg," tambahnya.

Halim menilai, aspirasi dari pengusaha sound horeg sangat diperlukan dalam menyikapi fatwa MUI Jatim tersebut, guna menghasilkan kesepakatan yang bijak.

"biar bagaimanapun harus ada win-win solution, karena hal ini perlu dipahami secara bijak," tutur Legislator Fraksi Partai Gerindra ini.

Sebatas informasi , MUI telah melakukan audiensi bersama Polres Jember mengenai pengunaan sound horeg. Namun pembahasan dua instansi tersebut terkesan masih alot.

Ketua MUI Jember, Abdul Haris, mengatakan jika fatwa haram sound horeg itu bukan berdasarkan unsur maksiat saja, tetapi ada ancaman kesehatan pendengaran akibat suara yang menggelegar.

"Tapi ada dimensi kesehatan yang itu nyata. Kalau sound horeg terus dinikmati para generasi bangsa, mereka akan mengalami penurunan fungsi kesehatan, bayangkan," tanggapnya.

Oleh karena itu, kalau pemerintah yang berwenang tidak memungkinkan melarang pengunaan sound horeg, haris minta minimal ada pembatasan.

"Agar suara yang menggelegar itu dibatasi suaranya, sesuai anjuran WHO. Karena kalau sound yang jebol masih bisa diganti, tetapi kalau telinga yang jebol? makanya perlu ada pembatasan," tutur Haris.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved