Gelar Sosialisasi dengan Ngopi Bareng Pengusaha Truk, Polda Jatim Tegaskan Wujudkan Zero ODOL

Polda Jatim mengajak belasan pengusaha truk ngopi bareng di kafe kawasan Tanjung Perak Surabaya

Penulis: Tony Hermawan | Editor: irwan sy
tony hermawan/surya.co.id
DIALOG SANTAI : Kombes Pol Iwan Saktiadi, Dir Lantas Polda Jatim, menjelaskan bahaya Over Dimension Over Loading (ODOL) dalam sosialisasi program Zero ODOL di salah satu kafe kawasan Tanjung Perak, Surabaya (17/7). Aturan ini secara bertahap ke depan akan diberlakukan untuk demi keamanan berlalu lintas. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Polda Jatim mengajak belasan pengusaha truk ngopi bareng bersama Dirlantas Polda Jatim Kombes Pol Iwan Saktiadi, di salah satu kafe kawasan Tanjung Perak Surabaya, Kamis (17/7/2025).

Beberapa stakeholder juga terlihat hadir, seperti Pelindo dan paguyuban-paguyuban yang bergerak dalam bidang transportasi.

Suasana ngopi bareng ini dipilih untuk menciptakan dialog kendaraan Over Dimension and Over Loading (ODOL) di Jawa Timur yang lebih terbuka dan santai.

"Kami intinya tetap menindaklanjuti menuju zero Odol," Kombes Pol Iwan Saktiadi.

Banyak hal yang dibahas dalam sosialisasi berkonsep cangkruan itu, salah satunya bahwa polisi akan tetap menindaklanjuti instruksi dari Korlantas terkait zero Odol.

Namun, lanjut Iwan, penerapannya akan dilakukan secara bertahap.

Strategi yang digunakan sebelum terlaksana yaitu menggencarkan risiko mengangkut muatan secara berlebihan.

Ikhtiar ini mendapat dukungan dari banyak pengusaha, namun dengan catatan penting.

Harus ada penetapan batas tarif minimum.

Mereka berharap hal ini dapat mengurangi praktik angkutan berlebih.

"Beberapa pengusaha telah mulai memodifikasi truk mereka agar sesuai spesifikasi," ujar Iwan Saktiadi.

Ketua DPC Aprindo Surabaya, I Wayan Sumadita, mengatakan bahwa dia setuju dengan Zero Odol.

Kebijakan ini dinilai sangat menguntungkan bagi pengusaha karena bisa menghemat biaya penggantian roda dan mesin.

Namun, ada hal yang harus dipahami bersama, yaitu soal tarif yang selama ini menjadi momok.

"Kenapa menjadi momok? Dengan tidak adanya kesetaraan tarif, maka pengusaha saling berlomba untuk mendapat muatan dengan memasang tarif yang murah," ungkap Sumadita.

Pihaknya berharap dengan penetapan tarif yang jelas, Odol bisa diatasi secara bersama-sama.

Namun, untuk mencapai hal tersebut, perlu ada pengawasan terhadap pemilik barang, karena praktik Odol seringkali terjadi akibat kesepakatan antara pemilik barang dan pengusaha angkutan.

"Jika pemilik barang tidak tersentuh maka Odol ini kemungkinan besar akan tetap terjadi," tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved