IHSG Tembus 7.000, IPOT Beri Rekomendasi Saham yang Terkait Suku Bunga dan Laba Q2

Setelah menembus level psikologis 7.000, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memicu rotasi ke saham sensitif suku bunga.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
IPOT
IHSG - Ilustrasi statistik pasar saham. Setelah menembus level psikologis 7.000 pada , Senin (14/7/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memicu rotasi ke saham sensitif suku bunga. 

SURYA.co.id | SURABAYA - Setelah menembus level psikologis 7.000, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memicu rotasi ke saham sensitif suku bunga.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan, menilai momentum ini dapat dimanfaatkan lewat beberapa emiten perbankan dan konsumer yang segera merilis laporan keuangan Q2.

David menjelaskan di masa penguatan IHSG minggu lalu, investor asing melakukan penjualan (outflow) mencapai Rp 1.6 triliun di pasar reguler.

"Meskipun IHSG berada di area psikologis 7.000 yang menandakan optimisme, pelaku pasar tetap harus waspada karena pada fase kenaikan ini investor asing justru melakukan penjualan," jelas David, Senin (14/7/2025).

Menurut David, penguatan IHSG selama sepekan terakhir tersengat sentimen global dan domestik.

Dari global ada sentimen tarif AS dan suku bunga The Fed.

Terkait tarif, AS berencana menerapkan tarif 32 persen atas beberapa negara termasuk Indonesia mulai 1 Agustus, meski negosiasi masih berlangsung dan diperpanjang hingga akhir Juli.

Potensi penundaan atau kompromi menjadi sentimen positif.

"Sementara itu terkait suku bunga, The Fed masih mempertahankan suku bunga di 4,25–4,5 persen, namun tekanan inflasi mulai mereda," jelas David.

Pasar mulai memperkirakan peluang pemotongan suku bunga pertama di Q4 2025 sehingga mendorong risk appetite naik di emerging market.

Adapun sentimen dari domestik ada suku bunga BI, di mana saat Rupiah sempat menguat ke Rp 16.224/USD, didukung oleh aliran modal asing, BI menahan suku bunga di 5,50 persem.

"BI konsisten menjaga stabilitas moneter dan nilai tukar di tengah tekanan eksternal," ungkap David.

Selanjutnya ada sentimen terkait potensi energi terbarukan, di mana pemerintah kembali menegaskan komitmen terhadap target 23 persen bauran energi terbarukan di 2025.

Sektor energi bersih dan nikel akan mendapat perhatian lebih di tengah kerja sama mineral strategis dengan AS.

Berbicara tentang potensi market pekan ini 14-18 Juli 2025, David mengimbau para trader untuk mencermati dua sentimen kunci yakni spekulasi pemangkasan suku bunga global dan rilis kinerja emiten Q2.

Terkait spekulasi pemangkasan suku bunga global, David menegaskan bahwa dengan inflasi melandai, bank sentral utama mulai membuka opsi rate cut dan mendukung aset risiko.

Selanjutnya terkait rilis kinerja emiten Q2, terangnya, minggu ini akan dimulai fase pengumuman earnings untuk beberapa sektor, yakni perbankan dan konsumer utama.

Merespons dinamika pasar yang didorong sentimen pemangkasan suku bunga global dan rilis kinerja emiten Q2, IPOT merekomendasikan saham-saham dengan Booster Modal yang terpengaruh suku bunga dan Reksa Dana Saham Power Fund Series (PFS) yang memberikan akses transparan dan likuiditas yang lebih tinggi bagi investor karena tertopang MSCI Indonesia Large Cap:

1. Buy BBCA (Current Price: 8.625, Entry: 8.625, Target Price: 9.100 (5,51 persen), Stop Loss: 8.400 (-2,61 % ), Risk to Reward Ratio: 1:2,1). Dengan potensi pelonggaran suku bunga global dan lokal sektor banking sangat menarik untuk diperhatikan. Laba bersih BBCA per Mei 2025 juga dilaporkan tumbuh 16 % secara yoy. Jangka pendek BBCA mulai terlihat bottoming dan saat ini memberikan risk-reward yang cukup menarik sehingga layak buy.

2. Buy on Breakout ADMF (Current Price: 9.125, Entry: 9.250, Target Price: 9.800 (5,95 % ), Stop Loss: 9.000 (-2,70 % ) dan Risk to Reward Ratio 1:2,2). Emiten pembiayaan ADMF punya hubungan kuat dan berkorelasi dengan suku bunga. Dengan penurunan suku bunga mąką peminjam akan lebih tertarik untuk ambil kredit dengan bunga murah. Dalam jangka pendek emiten ini juga terlihat ada potensi untuk breakout dari area konsolidasinya.

3. Buy AADI (Current Price: 7.000, Entry: 7.000, Target Price: 7.575 (8,21 % ) Stop Loss: 6.676 (-4,63 % ) dan Risk to Reward Ratio 1:1,8). Tahun 2025 ini mempunyai title renewable energy. Meskipun AADI fokus terhadap batu bara, tapi the whole group of Adaro saat ini sedang membangun Adaro Green dan dalam jangka pendek AADI sangat menarik karena mengkonfirmasi area support yang telah diuji di level 6675.

4. Buy Reksa Dana Saham Premier ETF MSCI Indonesia Large Cap (XIML). Power Fund Series (PFS) XIML ini merupakan produk dengan komposisi MSCI Indonesia Large Cap. Saham large-cap cenderung tertinggal dalam reli pasar. Namun dengan mulai pulihnya arus modal asing dan stabilitas IHSG, rotasi sektor ke large-mid-cap sangat mungkin terjadi dan memberikan ruang catch-up performance.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved