Dihantam Kebijakan Tarif Impor Trump, Kadin Jatim: Jawa Timur Bisa Jadi Raksasa Baru Ekspor Tekstil
Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto, melihat peluang emas yang tersembunyi dari kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang dikenakan AS
Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: irwan sy
SURYA.co.id | SURABAYA - Kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang diterapkan pemerintahan Donald Trump terhadap produk dari berbagai negara Asia menciptakan pukulan keras bagi industri manufaktur nasional.
Namun, di tengah tekanan global ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim), Adik Dwi Putranto, melihat sesuatu yang tak biasa, yaitu peluang emas yang tersembunyi.
Adik menyebut situasi ini sebagai paradoks strategis, di mana di satu sisi, tarif tersebut mengancam industri ekspor utama Indonesia seperti tekstil, alas kaki, elektronik, dan furnitur, sektor yang selama ini menjadi andalan ekonomi, terutama bagi Jatim.
"Namun di sisi lain, tarif tersebut justru menempatkan Indonesia dalam posisi kompetitif yang lebih baik dibandingkan negara pesaing," kata Adik, Rabu (9/7/2025).
Secara nasional, dampak kebijakan ini sangat sistemik.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan bisa terkontraksi hingga 0,5 persen.
Rupiah tertekan dan berpotensi menyentuh angka Rp17.217 per dolar AS.
Lebih dari itu, ketergantungan ekspor Indonesia terhadap pasar Amerika sangat besar, di antaranya 61,4 persen ekspor pakaian dan 33,8 persen ekspor alas kaki bergantung pada Negeri Paman Sam.
"Jatim sebagai pusat industri manufaktur terbesar kedua di Indonesia, berada di garis depan dampak ini. Ribuan pabrik tekstil di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik; klaster sepatu di Mojokerto, serta industri furnitur di Pasuruan dan Malang, kini menghadapi ancaman kehilangan pasar dan daya saing. Jika tak ditangani dengan cepat, potensi pemutusan hubungan kerja bisa meluas, mengancam jutaan pekerja dan merembet ke sektor UMKM serta perbankan daerah," beber Adik.
Namun, di tengah ancaman ini, Indonesia memiliki keunggulan tarif dibandingkan rival langsungnya.
Negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, Thailand, dan Kamboja dikenai tarif yang lebih tinggi, masing-masing 46 persen, 37 persen, 36 persen, dan 49 persen.
Artinya, produk Indonesia kini lebih murah secara relatif di mata pembeli Amerika.
Selisih tarif sebesar 14 persen dibanding Vietnam dan 5 persen dibanding Bangladesh menjadi keuntungan strategis yang sangat signifikan.
Kondisi ini membuka peluang pasar baru senilai miliaran dolar.
Perusahaan Amerika yang rasional akan memilih pemasok dengan tarif lebih rendah, dan Indonesia secara tiba-tiba menjadi pilihan utama.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/Ketua-KAdin-Jawa-Timur-Adik-Dwi-Putranto-11102024.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.